
Perang Rusia-Ukraina Minggir, Perang Dagang AS-China Deadline

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Amerika Serikat (AS) telah menghadapi tenggat waktu hukum pada Senin (1/8/2022) tengah malam waktu setempat, untuk mempertahankan tarif barang-barang China yang diterapkan mantan Presiden Donald Trump saat perang dagang dengan Beijing. Hal ini terjadi saat Negeri Paman Sam itu sedang memikirkan opsi menghapus tarif karena inflasi tinggi di negara itu.
Dalam laporan CNBC International, sejumlah perusahaan menggugat pemerintahan Trump pada September 2020, dengan alasan proses penerapan tarif tahap ketiga dan keempat pada barang senilai sekitar US$ 350 miliar terlalu melebar ke banyak jenis barang dan diterapkan dengan tergesa-gesa.
Jika pemerintahan Presiden Joe Biden saat ini tidak dapat membuktikan keabsahan tarif atau prosesnya, mungkin Gedung Putih akan dipaksa untuk mengevaluasi kembali puluhan ribu komentar publik tentang hukuman pajak atau mengganti biaya yang dibayarkan beberapa pihak sebelumnya.
"Taruhannya signifikan. Pemerintah kekurangan tenaga untuk memproses volume komentar, dan pengembalian dana kepada importir dapat menelan biaya US$ 80 miliar," ujar mitra dagang internasional di Crowell, Alex Schaefer.
Kantor Perwakilan Dagang AS menolak berkomentar. Departemen Kehakiman, yang juga mewakili pemerintah dalam kasus-kasus hukum, menolak mengomentari posisi pemerintah tetapi mengatakan mungkin perlu beberapa saat sebelum ada keputusan akhir.
Sebelumnya rencana untuk memotong tarif untuk barang-barang China kembali bergulir pasca inflasi yang tinggi di AS. Analis di JP Morgan Chase memperkirakan bahwa menghapus semua tarif akan menurunkan inflasi paling banyak 0,4%.
Pemotongan tarif ini juga disebutkan telah dilakukan tim ekonomi, yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Janet Yellen. Pemotongan itu diberlakukan untuk beberapa barang tertentu.
Pada pertengahan Juni, para pembantu Gedung Putih mengkonfirmasi bahwa mereka bertanya kepada eksekutif ritel, yang telah lama melobi untuk keringanan pada barang-barang seperti sepeda, furnitur, dan unit AC, terkait opsi tarif dibebankan kepada konsumen.
Dari beberapa pertanyaan itu, para pelaku bisnis mengaku bahwa tarif menyulitkan usaha mereka. Mereka mengaku bila pembebanan tarif diterapkan pada konsumen, perhitungannya tidak akan mudah karena biaya transportasi dan tenaga kerja perusahaan mereka sendiri telah meningkat secara signifikan juga.
"Tidak diragukan lagi bahwa ketika kami mengorientasikan kembali kebijakan kami dengan China, kami perlu meningkatkan rangkaian alat perdagangan kami di sektor-sektor dan di area di mana Anda melihat ancaman paling jelas dari praktik yang dikelola negara China," kata pejabat senior pemerintah lainnya.
Meski begitu, hingga saat ini masih belum jelas kapan Biden akan membuat keputusan, dan apakah China akan siap untuk menanggapi dengan cara yang sama jika AS menghapus sebagian tarif.
Pakar kebijakan luar negeri berpandangan bahwa penggabungan keringanan tarif dengan penyelidikan yang intensif masih akan membuat Beijing tidak begitu senang. Hal ini disebabkan hubungan kedua negara yang mungkin memerlukan jarak akibat rencana kunjungan Ketua DPR AS, Nancy Pelosi, ke Taiwan.
"Pengurangan tarif sederhana masih mungkin terjadi. Tetapi pemerintah mungkin menginginkan jarak dari panggilan antara Biden dengan Presiden China Xi Jinping dan perjalanan Pelosi ke Taiwan karena alasan politik domestik dan internasional," papar mantan wakil direktur Dewan Ekonomi Nasional era Trump, Clete Willems.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bye Perang Dagang! AS Siapkan Perubahan Bea Impor dari China