
Mandiri Prediksi Ekonomi RI 2018 Hanya Tumbuh 5,1%
Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
30 August 2018 17:05

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini hanya akan mencapai 5,1%. Nilai atau lebih rendah dari proyeksi pemerintah dalam APBN 2018 sebesar 5,4%.
Jika dirunut dari tahun lalu, pertumbuhan ekonomi stagnan dikarenakan faktor domestik dan juga global yang masih tidak menentu. Demikian disampaikan ekonomi senior Bank Mandiri Andry Asmoro di Plaza Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (30/8/2018).
Menurut Andry, Indonesia masih akan mengalami banyak risiko yang harus diwaspadai hingga akhir tahun. Risiko ke depan akan berasal tekanan inflasi yang diproyeksi meningkat pada tahun depan mencapai 4,5% karena kemungkinan penyesuaian harga BBM.
Tingkat inflasi tahun 2018 diperkirakan mencapai 3,6% atau masih sesuai dengan terget pemerintah serta BI. Andry menyebut hal itu bisa dicapai dengan catatan kelancaran distribusi bahan pangan dan penurunan biaya logistik terus dijaga.
"Risiko lainnya adalah, tekanan kenaikan suku bunga acuan global dan dalam negeri dan tekanan dari pelebaran Current Account Deficit (CAD) serta aliran modal asing yang berfluktuasi dan masih mungkin ke luar dari Indonesia," ujarnya.
Kemudian untuk necara perdagangan Indonesia akan mengalami defisit. Harga komoditas (CPO dan karet) yang melemah dan meningkatnya impor, terutama impor migas, dinilai menjadi penyebab defisit neraca perdagangan tahun ini. Sektor keuangan, terutama bank, dinilai sudah membaik meskipun tantangan terhadap kualitas aset masih besar sejalan dengan perkembangan ekonomi.
Dari sisi moneter, BI telah menaikkan BI 7 Day Reverse Repo Rate 100 bps hingga saat ini. Sedangkan dari sisi fiskal adalah gencarnya penarikan pajak dan penerbitan obligasi yang dilakukan pemerintah lebih besar dari belanja.
Bank Sentral AS (The Fed) diproyeksikan kembali menaikkan suku bunga acuan pada September nanti. Menurut Andry, dari kenaikan suku bunga itu perlu disimak guidance dari The Fed.
"Ketika libur Lebaran, The Fed sudah mengubah stance jadi lebih agresif," katanya.
(miq/miq) Next Article Mandiri: Ekonomi Indonesia Tetap Menarik untuk Investasi 2019
Jika dirunut dari tahun lalu, pertumbuhan ekonomi stagnan dikarenakan faktor domestik dan juga global yang masih tidak menentu. Demikian disampaikan ekonomi senior Bank Mandiri Andry Asmoro di Plaza Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (30/8/2018).
"Risiko lainnya adalah, tekanan kenaikan suku bunga acuan global dan dalam negeri dan tekanan dari pelebaran Current Account Deficit (CAD) serta aliran modal asing yang berfluktuasi dan masih mungkin ke luar dari Indonesia," ujarnya.
Kemudian untuk necara perdagangan Indonesia akan mengalami defisit. Harga komoditas (CPO dan karet) yang melemah dan meningkatnya impor, terutama impor migas, dinilai menjadi penyebab defisit neraca perdagangan tahun ini. Sektor keuangan, terutama bank, dinilai sudah membaik meskipun tantangan terhadap kualitas aset masih besar sejalan dengan perkembangan ekonomi.
Dari sisi moneter, BI telah menaikkan BI 7 Day Reverse Repo Rate 100 bps hingga saat ini. Sedangkan dari sisi fiskal adalah gencarnya penarikan pajak dan penerbitan obligasi yang dilakukan pemerintah lebih besar dari belanja.
Bank Sentral AS (The Fed) diproyeksikan kembali menaikkan suku bunga acuan pada September nanti. Menurut Andry, dari kenaikan suku bunga itu perlu disimak guidance dari The Fed.
"Ketika libur Lebaran, The Fed sudah mengubah stance jadi lebih agresif," katanya.
(miq/miq) Next Article Mandiri: Ekonomi Indonesia Tetap Menarik untuk Investasi 2019
Most Popular