
DJP Juga Kejar Transaksi Keluar-Masuknya Uang Wajib Pajak
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
29 August 2018 16:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) mengaku membutuhkan data Real Time Gross Settlement (RTGS) milik Bank Indonesia (BI) untuk melacak transaksi wajib pajak.
Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi Ditjen Pajak Iwan Djuniardi mengatakan, melalui sistem RTGS, otoritas pajak bisa melacak data transaksi wajib pajak dengan waktu yang real.
"Misalnya, tadi ada satu perusahaan yang jumlah uang masuk, keluarnya lebih besar dari bank. Sebesar apa? Tinggal kita crosscheck," kata Iwan, Rabu (29/8/2018).
"Kita juga bisa lihat per individunya di sana, berapa kali dia keluar masuk uang di sana," jelas Iwan menambahkan.
RTGS adalah proses penyelesaikan akhir transaksi pembayaran yang dilakukan per transaksi yang bersifat real time. Ada beberapa kelebihan dari sistem RTGS.
Selain bisa mengurangi risiko penyelesaian akhir, RTGS BI juga menjadi sarana transfer dana antar bank yang praktis, cepat, efisien, karena bisa dilakukan dalam waktu seketika.
Meski demikian, sampai saat ini otoritas pajak masih irit bicara mengenai kemungkinan menggunakan RTGS untuk melacak data-data transaksi para wajib pajak.
Lantas, apakah sudah ada pembicaraan dengan bank sentral terkait hal tersebut?
"Belum. Saya cuma melihat bahwa sistem kita sudah mampu ke situ. Cuma tergantung dari BI mau atau tidak membukanya. [...] Tergantung pimpinan. Saya ikut saja. Saya hanya kasih gambaran," kata Iwan.
"Karena sekarang masih ada UU Perbankan. Kalau di push sama masyarakat buat kasih data RTGS aja ke pajak, kita bisa lakukan," jelasnya.
Sebagai informasi, wacana melacak transaksi wajib pajak melalui sistem RTGS merupakan salah satu bagian pengembangan sistem teknologi di internal Ditjen Pajak.
Saat ini, Ditjen Pajak tengah mengembangkan social network analytics (SONETA) yang bisa menganalisis penyandingan data baik untuk pajak penghasilan (PPh) maupun pajak pertambahan nilai (PPN).
Selain itu, otoritas pajak pun memiliki DJP enterprise search untuk menganalisis wajib pajak beserta entitas terkait seperti aset, anggota keluarga, dan kepemilikan perusahaan.
Melalui pengembangan tersebut, waktu analisis yang dibutuhkan untuk memeriksa ribuan wajib pajak yang dicurigai melakukan kecurangan pajak pun bisa terpangkas.
Jika sebelumnya waktu analisis menghabiskan waktu selama 2 tahun, maka dengan rangkaian pengembangan sistem teknologi internal Ditjen Pajak bisa dipangkas menjadi hanya 1 minggu.
(dru) Next Article DJBC: Aturan Baru Ambang Batas Tarif Impor Segera Berlaku
Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi Ditjen Pajak Iwan Djuniardi mengatakan, melalui sistem RTGS, otoritas pajak bisa melacak data transaksi wajib pajak dengan waktu yang real.
"Misalnya, tadi ada satu perusahaan yang jumlah uang masuk, keluarnya lebih besar dari bank. Sebesar apa? Tinggal kita crosscheck," kata Iwan, Rabu (29/8/2018).
RTGS adalah proses penyelesaikan akhir transaksi pembayaran yang dilakukan per transaksi yang bersifat real time. Ada beberapa kelebihan dari sistem RTGS.
Selain bisa mengurangi risiko penyelesaian akhir, RTGS BI juga menjadi sarana transfer dana antar bank yang praktis, cepat, efisien, karena bisa dilakukan dalam waktu seketika.
Meski demikian, sampai saat ini otoritas pajak masih irit bicara mengenai kemungkinan menggunakan RTGS untuk melacak data-data transaksi para wajib pajak.
Lantas, apakah sudah ada pembicaraan dengan bank sentral terkait hal tersebut?
"Belum. Saya cuma melihat bahwa sistem kita sudah mampu ke situ. Cuma tergantung dari BI mau atau tidak membukanya. [...] Tergantung pimpinan. Saya ikut saja. Saya hanya kasih gambaran," kata Iwan.
"Karena sekarang masih ada UU Perbankan. Kalau di push sama masyarakat buat kasih data RTGS aja ke pajak, kita bisa lakukan," jelasnya.
Sebagai informasi, wacana melacak transaksi wajib pajak melalui sistem RTGS merupakan salah satu bagian pengembangan sistem teknologi di internal Ditjen Pajak.
![]() |
Saat ini, Ditjen Pajak tengah mengembangkan social network analytics (SONETA) yang bisa menganalisis penyandingan data baik untuk pajak penghasilan (PPh) maupun pajak pertambahan nilai (PPN).
Selain itu, otoritas pajak pun memiliki DJP enterprise search untuk menganalisis wajib pajak beserta entitas terkait seperti aset, anggota keluarga, dan kepemilikan perusahaan.
Melalui pengembangan tersebut, waktu analisis yang dibutuhkan untuk memeriksa ribuan wajib pajak yang dicurigai melakukan kecurangan pajak pun bisa terpangkas.
Jika sebelumnya waktu analisis menghabiskan waktu selama 2 tahun, maka dengan rangkaian pengembangan sistem teknologi internal Ditjen Pajak bisa dipangkas menjadi hanya 1 minggu.
(dru) Next Article DJBC: Aturan Baru Ambang Batas Tarif Impor Segera Berlaku
Most Popular