Internasional

Mahathir Larang Warga Asing Miliki Properti Raksasa Malaysia

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
29 August 2018 13:45
Mahathir Larang Warga Asing Miliki Properti Raksasa Malaysia
Foto: REUTERS/Darren Whiteside
Kuala Lumpur, CNBC Indonesia - Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad menyatakan orang asing tidak akan diberikan visa untuk tinggal di proyek real estate raksasa Forest City di ujung selatan negara itu. Langkah itu merupakan ancaman besar terhadap strategi pemasaran bagi proyek tersebut.

IniĀ bukan serangan pertamanya terhadap rencana pembangunan oleh pengembang China, Country Garden Holdings Co, yang akan menciptakan sebuah kota untuk rumah tinggal bagi 700.000 orang di tanah reklamasi dekat Singapura. Tetapi, pernyataan Mahathir pada hari Senin (27/8/2018) itu bisa menjadi penghambat terbesar karena perusahaan lebih menargetkan orang asing sebagai pembeli apartemen yang dibangunnya.



Seorang pejabat tinggi di proyek itu, pekan lalu mengatakan kepada Reuters bahwa dalam beberapa minggu setelah Mahathir kembali berkuasa pada bulan Mei, permintaan pembelian apartemen telah melemah dan ketidakpastian masih menghantui.

Komentar terbaru Mahathir kemungkinan akan memperburuk masalah tersebut.

[Gambas:Video CNBC]
"Satu hal yang pasti, kota yang akan dibangun itu tidak bisa dijual kepada orang asing," kata Mahathir pada konferensi pers pada Senin di Kuala Lumpur sebagai tanggapan atas pertanyaan dari Reuters. "Kami tidak akan memberikan visa bagi orang-orang untuk datang dan tinggal di sini."

Mahathir, yang merupakan pemimpin Malaysia dari tahun 1981-2003, mengatakan bahwa keberatan pemerintah adalah "karena apartemen itu dibangun untuk orang asing, bukan dibangun untuk orang Malaysia. Sebagian besar orang Malaysia tidak mampu membeli rumah susun itu."

Country Garden Pacificview Sdn Bhd, perusahaan patungan antara Country Garden dan pemerintah negara bagian Johor yang sedang mengembangkan Forest City, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa perusahaan sudah menghubungi kantor Mahathir untuk mengklarifikasi hal ini.

Perusahaan mengatakan percaya komentar Mahathir "mungkin telah diputarbalikkan dalam laporan media tertentu" karena laporannya tidak sesuai dengan isi pertemuan antara perdana menteri dan Ketua Country Garden Holdings, Yeung Kwok Keung.

Dalam pertemuan pada tanggal 16 Agustus, Mahathir "menegaskan kembali bahwa ia menyambut baik investasi asing yang dapat menciptakan peluang kerja, mempromosikan transfer teknologi dan inovasi yang dapat menguntungkan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja Malaysia," kata Country Garden Pacivicview.

Perusahaan juga mengatakan telah mematuhi semua undang-undang dan peraturan Malaysia tentang persetujuan untuk menjual ke pembeli asing.

Pembeli Country Garden dari China sudah mencapai sekitar dua pertiga dari total pemilik apartemen Forest City yang telah terjual sejauh ini, dengan 20% dari Malaysia dan sisanya dari 22 negara lain termasuk Indonesia, Vietnam, dan Korea Selatan.

Mahathir telah memanfaatkan keresahan populer tentang investasi China yang mengalir ke Malaysia selama kampanye pemilihannya. Dia bahkan, dalam pidato Desember lalu, mengatakan berharap Forest City akan menjadi hutan yang sebenarnya, yang dihuni babun dan monyet, menurut laporan media lokal.

Sejak menjadi perdana menteri ia telah menunda sejumlah proyek yang didukung China, termasuk proyek East Coast Rail Link senilai US$20 miliar dan proyek pipa gas alam di Sabah. Rencana untuk jalur rel kecepatan tinggi dari Kuala Lumpur ke Singapura, yang diharapkan menjadi dorongan besar bagi proyek Forest City, juga ditangguhkan.


Penjualan Country Garden telah kembali naik dalam beberapa minggu terakhir, dan pengembang telah berusaha mengubah citra proyek. Country Garden sedang mengubah nuansanya menjadi lebih Malaysia dan sedikit China, menurut pejabat, Ng Zhu Hann, yang merupakan kepala strategi untuk Country Garden Forest City.

Country Garden juga mengatakan untuk pertama kalinya bahwa jika permintaan menurun, maka perusahaan harus memperlambat pembangunan. Tujuannya adalah untuk menjadi kota bernilai US$100 miliar, dengan blok apartemen, rumah, gedung perkantoran, hotel, dan pusat perbelanjaan di empat pulau buatan manusia.

"Jika permintaan ada, kami akan membangun. Jika tidak ada, kami akan memperlambatnya," kata Ng dalam sebuah wawancara di Phoenix Hotel, salah satu bangunan baru yang sudah jadi di pulau-pulau yang pertama kali direklamasi. "Jadi tidak perlu khawatir tentang kota hantu dan kelebihan pasokan, jika permintaan tidak ada, kami tidak akan membangun."

Kemenangan Mahathir adalah ancaman besar kedua yang telah dihadapi proyek itu dalam beberapa tahun terakhir. Langkah Beijing untuk menghentikan arus modal yang dikenakan setelah yuan jatuh pada akhir 2016 merugikan pembeli apartemen dari China daratan.


Stigma China

Ng mengatakan, sesuatu yang disebutnya 'Stigma China' adalah rintangan terbesar yang dihadapi proyek tersebut.

"Apa yang tidak diinginkan pemerintah Malaysia adalah perusahaan China yang datang ke Malaysia, mengambil kontrak pemerintah, mempengaruhi peluang proyek pengembang lokal, menghasilkan uang, dan melakukannya kembali," kata Ng.

Hal ini telah mendorong perubahan dalam strategi perekrutan karena Forest City berusaha merekrut lebih banyak orang Malaysia seperti Ng ke posisi manajemen senior.


"Pendahulu saya adalah orang China. Di masa lalu, manajemen kami hanya memiliki satu orang Malaysia, yang merupakan kepala hukum. Posisi (saya) ini biasanya dipegang oleh orang China, tetapi sekarang saya di sini," kata Ng, seorang etnis China yang berasal dari Malaysia.

Ng mengatakan ketidakpastian politik telah memukul sentimen investor.

"Bukannya orang tidak mau berinvestasi, tetapi orang-orang sekarang lebih berhati-hati. Stabilitas politik penting, stabilitas kebijakan juga penting."

Setelah komentar Mahathir, Ng membela sifat lokal proyek tersebut.

"Ada banyak orang Malaysia dalam proyek ini," kata Ng kepada Reuters. "1.100 dari 1.545 dari total tenaga kerja adalah orang Malaysia."

Pada akhir perjalanan tiga puluh menit dari persimpangan Singapura melalui perkebunan kelapa sawit dan hutan, kota Gelang Patah yang dulunya sepi karena hutan bakau dan desa-desa nelayannya sekarang memiliki cakrawala pencakar langit.

Pengembangan futuristik ini hanya setengah dari pulau pertama dari empat pulau buatan yang direncanakan untuk pembangunan, hanya 2,7 kilometer persegi dari reklamasi yang direncanakan 20 kilometer persegi.

Forest City nyaris tidak berpenghuni, dengan hanya segelintir staf yang tinggal di apartemen layanan dan tamu di hotelnya.

Tapi awal bulan ini, sebuah sekolah internasional membuka pintunya untuk 60 siswa pertama, yang kebanyakan dari China dan juga dari Korea Selatan. Di mana sekolah itu seluas 22 acre, dengan ditanami 'kebun vertikal' dan kolam renang ukuran Olimpiade, juga tiga studio yoga.

Desainnya meniru kampus sekolah Shattuck St Mary yang dirancang untuk mengakomodasi 1.000 siswa.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular