
Internasional
Trump Bailout Petani AS Rp 87,7 T, Strategi Memenangi Pemilu?
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
28 August 2018 17:21

Jakarta, CNBC Indonesia - Isu ekonomi bisa sangat berperan ketika para petani Amerika Serikat (AS) menggunakan hak suaranya dalam pemilu paruh waktu di bulan November.
Termasuk di negara-negara bagian pemroduksi kedelai seperti Illinois, Iowa, Minnesota, Nebraska, Dakota Utara, Dakota Selatan, Indiana, Missouri dan Ohio. Untuk diketahui, Trump menang di kebanyakan negara bagian tersebut dalam pemilu kepresidenan tahun 2016.
Kedelai untuk dikirim bulan November pada Dewan Perdagangan Chicago ditutup seharga US$8,4475 (Rp 123.426) per gantang pada hari Jumat (24/8/2018). Harga tersebut turun 17% dari perdagangan sebelum China pertama kali mengumumkan bea impor terhadap kedelai di awal April.
Artinya, petani memperoleh harga yang lebih murah untuk komoditas. Selain itu pada level terkini, beberapa dari mereka bergantung dan menahan investasi, misalnya untuk memperbaiki perkebunan mereka.
"Di titik ini Anda mendekati atau berada di bawah ongkos produksi," kata Sarah Delbecq, petani generasi keenam yang menanam kedelai, dilansir dari CNBC International. "Terkadang Anda tidak menghasilkan uang dan kehilangan tumpuan yang sudah Anda bangun."
Delbecq menambahkan dia tidak merasa rencana bantuan darurat pemerintah membuat petani bangkit seutuhnya.
"Saya tidak merasa dolar, sejumlah orang dan sejumlah komoditas yang terdampak akan cukup," katanya. "Itu juga hal yang terjadi satu kali, dan jika ini berlanjut, itu akan terus berdampak sampai tidak ada paket bantuan untuk bantu meringankan. Jadi, paket bantuan sebenarnya bukan solusi ideal, dan itu bukanlah solusi."
Sebagai catatan, pemerintah AS siapkan bantuan sekitar $6 miliar yang menjadi bagian dari rencana darurat untuk pertanian di tengah perang dagang yang tengah berkecamuk.
Kementerian Pertanian AS (United States Department of Agriculture/USDA) mengatakan dalam pengumuman bahwa pihaknya berwenang menyediakan bantuan hingga $12 miliar untuk industri pertanian.
Meskipun begitu, pada hari Senin (27/8/2018) kementerian mengatakan bantuan awal akan terdiri dari pembayaran sekitar US$4,7 miliar ke produsen pertanian dari tujuh komoditas.
Selain itu, pemerintah federal juga akan melakukan pembelian hingga US$1,2 miliar untuk "komoditas tertentu yang ditargetkan secara tidak adil oleh pembalasan yang tidak tepat". Bagian ketiga dari bantuan itu akan terdiri dari pengeluaran hingga US$200 juta untuk membantu mengembangkan pasar asing produk pertanian.
Para petani kedelai akan menerima bantuan terbesar dengan pembayaran mendekati US$4,7 miliar dalam Program Fasilitas Pasar (Market Facilitation Program). Program itu juga akan menyediakan pembayaran kepada para produsen jagung, produk susu (dairy), daging babi, sorghum gandum dan gandum mulai tanggal 4 September.
China membeli sekitar setengah dari ekspor kedelai AS. Setidaknya satu dari tiga baris tanaman kedelai di perkebunan AS dikirim ke negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu, menurut Asosiasi Kedelai Amerika. China efektif menerapkan tarif impor sebesar 25% terhadap kedelai AS pada tanggal 6 Juli untuk merespons tindakan pemerintah Trump terhadap Negeri Tirai Bambu atas dugaan pencurian kekayaan intelektual.
"China adalah sebuah kekhawatiran," kata Phil Ramsey, yang menanam kedelai, jagung dan gandum di Indiana. "Mereka mengambil sepertiga kedelai kami, jadi itu adalah pasar yang besar. Kami berusaha untuk mengambil pangsa pasar itu dan kami benci kehilangan pangsa pasar itu ke Amerika Selatan."
Memanasnya perang dagang menyebabkan China mengalihkan minat pembelian kedelai yang lebih banyak ke Amerika Selatan dalam beberapa bulan belakangan. Beijing bahkan membatalkan sejumlah pesanan yang sudah dilakukan.
Meskipun begitu, hal tersebut dapat berubah dalam beberapa bulan ke depan karena pasokan dari Brazil mulai berkurang dan petani-petani AS memanen kedelai dari bulan September dan November. Namun, Ramsey masih mendukung Trump meski perkebunannya harus mengencangkan ikat pinggang akibat perang dagang ini.
"Rakyat Amerika memilih Presiden Trump untuk memimpin kami," kata Ramsey. "Dia memiliki [pengalaman] bisnis dan negosiasi sepanjang hidupnya, dan setiap orang memiliki gaya negosiasinya sendiri-sendiri. Jadi, saya harus percaya bahwa apa yang dia lakukan adalah yang terbaik untuk negara ini."
Kedelai untuk dikirim bulan November pada Dewan Perdagangan Chicago ditutup seharga US$8,4475 (Rp 123.426) per gantang pada hari Jumat (24/8/2018). Harga tersebut turun 17% dari perdagangan sebelum China pertama kali mengumumkan bea impor terhadap kedelai di awal April.
"Di titik ini Anda mendekati atau berada di bawah ongkos produksi," kata Sarah Delbecq, petani generasi keenam yang menanam kedelai, dilansir dari CNBC International. "Terkadang Anda tidak menghasilkan uang dan kehilangan tumpuan yang sudah Anda bangun."
Delbecq menambahkan dia tidak merasa rencana bantuan darurat pemerintah membuat petani bangkit seutuhnya.
"Saya tidak merasa dolar, sejumlah orang dan sejumlah komoditas yang terdampak akan cukup," katanya. "Itu juga hal yang terjadi satu kali, dan jika ini berlanjut, itu akan terus berdampak sampai tidak ada paket bantuan untuk bantu meringankan. Jadi, paket bantuan sebenarnya bukan solusi ideal, dan itu bukanlah solusi."
Sebagai catatan, pemerintah AS siapkan bantuan sekitar $6 miliar yang menjadi bagian dari rencana darurat untuk pertanian di tengah perang dagang yang tengah berkecamuk.
Kementerian Pertanian AS (United States Department of Agriculture/USDA) mengatakan dalam pengumuman bahwa pihaknya berwenang menyediakan bantuan hingga $12 miliar untuk industri pertanian.
Meskipun begitu, pada hari Senin (27/8/2018) kementerian mengatakan bantuan awal akan terdiri dari pembayaran sekitar US$4,7 miliar ke produsen pertanian dari tujuh komoditas.
Selain itu, pemerintah federal juga akan melakukan pembelian hingga US$1,2 miliar untuk "komoditas tertentu yang ditargetkan secara tidak adil oleh pembalasan yang tidak tepat". Bagian ketiga dari bantuan itu akan terdiri dari pengeluaran hingga US$200 juta untuk membantu mengembangkan pasar asing produk pertanian.
Para petani kedelai akan menerima bantuan terbesar dengan pembayaran mendekati US$4,7 miliar dalam Program Fasilitas Pasar (Market Facilitation Program). Program itu juga akan menyediakan pembayaran kepada para produsen jagung, produk susu (dairy), daging babi, sorghum gandum dan gandum mulai tanggal 4 September.
China membeli sekitar setengah dari ekspor kedelai AS. Setidaknya satu dari tiga baris tanaman kedelai di perkebunan AS dikirim ke negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu, menurut Asosiasi Kedelai Amerika. China efektif menerapkan tarif impor sebesar 25% terhadap kedelai AS pada tanggal 6 Juli untuk merespons tindakan pemerintah Trump terhadap Negeri Tirai Bambu atas dugaan pencurian kekayaan intelektual.
"China adalah sebuah kekhawatiran," kata Phil Ramsey, yang menanam kedelai, jagung dan gandum di Indiana. "Mereka mengambil sepertiga kedelai kami, jadi itu adalah pasar yang besar. Kami berusaha untuk mengambil pangsa pasar itu dan kami benci kehilangan pangsa pasar itu ke Amerika Selatan."
Memanasnya perang dagang menyebabkan China mengalihkan minat pembelian kedelai yang lebih banyak ke Amerika Selatan dalam beberapa bulan belakangan. Beijing bahkan membatalkan sejumlah pesanan yang sudah dilakukan.
Meskipun begitu, hal tersebut dapat berubah dalam beberapa bulan ke depan karena pasokan dari Brazil mulai berkurang dan petani-petani AS memanen kedelai dari bulan September dan November. Namun, Ramsey masih mendukung Trump meski perkebunannya harus mengencangkan ikat pinggang akibat perang dagang ini.
"Rakyat Amerika memilih Presiden Trump untuk memimpin kami," kata Ramsey. "Dia memiliki [pengalaman] bisnis dan negosiasi sepanjang hidupnya, dan setiap orang memiliki gaya negosiasinya sendiri-sendiri. Jadi, saya harus percaya bahwa apa yang dia lakukan adalah yang terbaik untuk negara ini."
Next Page
Polemik daging babi
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular