
Rupiah Bergejolak, Sektor Properti Tak Tumbuh Maksimal
Gita Rossiana, CNBC Indonesia
16 August 2018 10:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah mengeluarkan obat kuat untuk memajukan industri properti. BI dengan relaksasi loan to value (LTV) yang bisa 100% atau uang muka (down payment) 0% dan OJK dengan dihapuskannya larangan pemberian kredit tanah.
Serangkaian relaksasi dari dua regulator ini diharapkan bisa mendorong tumbuhnya kembali sektor properti. Namun, masalah baru sektor properti saat ini adalah pelemahan nilai tukar rupiah.
Sekretaris Jenderal Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan, industri properti belum bisa bangkit secara keseluruhan apabila nilai tukar rupiah masih belum stabil.
"Kami tidak penting nilai tukar rupiah bisa di angka berapa, namun yang terpenting, nilai tukar rupiah stabilnya di angka berapa," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (15/8/2018).
Pasalnya, apabila kurs tidak stabil, maka minat masyarakat untuk membeli properti bisa berkurang. "Masyarakat akan cenderung berinvestasi di instrumen valas daripada ke sektor riil," ucap dia.
Ditambah pula, fluktuasi nilai tukar rupiah ini bisa memengaruhi harga properti karena pengembang harus memperhitungkan kembali sumber dana yang diterimanya."Saat ini, harga properti memang belum naik, namun kami terus menghitung nilai modal kami," kata dia.
Paulus menambahkan setelah BI merelaksasi LTV beberapa waktu lalu, pasar properti memang mulai bangkit. Meski, Totok belum bisa menghitung seberapa besar peningkatannya.
"Kami harus mengevaluasi data statistiknya dengan BI mengenai dampak LTV," ujar dia.
Begitu juga aturan kredit tanah, Totok juga menaruh keoptimisan dengan adanya aturan tersebut. Pasalnya, kredit tanah sebelumnya hanya diberlakukan untuk rumah bersubsidi. "Sedikit banyak bisa membantu," papar dia.
(roy/roy) Next Article Pelonggaran LTV, REI : Tidak Cukup Bangkitkan Sektor Properti
Serangkaian relaksasi dari dua regulator ini diharapkan bisa mendorong tumbuhnya kembali sektor properti. Namun, masalah baru sektor properti saat ini adalah pelemahan nilai tukar rupiah.
"Kami tidak penting nilai tukar rupiah bisa di angka berapa, namun yang terpenting, nilai tukar rupiah stabilnya di angka berapa," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (15/8/2018).
Pasalnya, apabila kurs tidak stabil, maka minat masyarakat untuk membeli properti bisa berkurang. "Masyarakat akan cenderung berinvestasi di instrumen valas daripada ke sektor riil," ucap dia.
Ditambah pula, fluktuasi nilai tukar rupiah ini bisa memengaruhi harga properti karena pengembang harus memperhitungkan kembali sumber dana yang diterimanya."Saat ini, harga properti memang belum naik, namun kami terus menghitung nilai modal kami," kata dia.
Paulus menambahkan setelah BI merelaksasi LTV beberapa waktu lalu, pasar properti memang mulai bangkit. Meski, Totok belum bisa menghitung seberapa besar peningkatannya.
"Kami harus mengevaluasi data statistiknya dengan BI mengenai dampak LTV," ujar dia.
Begitu juga aturan kredit tanah, Totok juga menaruh keoptimisan dengan adanya aturan tersebut. Pasalnya, kredit tanah sebelumnya hanya diberlakukan untuk rumah bersubsidi. "Sedikit banyak bisa membantu," papar dia.
(roy/roy) Next Article Pelonggaran LTV, REI : Tidak Cukup Bangkitkan Sektor Properti
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular