Ekonom: Alasan Pemerintah Cabut DMO Batu Bara Mengada-Ada

Samuel Pablo, CNBC Indonesia
28 July 2018 14:13
Pencabutan DMO tak siginfikan menambah devisa ekspor.
Foto: ist
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana mencabut kebijakan wajib memasok kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) batu bara yang sebelumnya diatur sebanyak 25% produksi dengan harga US$ 70 per metric ton kepada pembangkit-pembangkit listrik PLN. Saat ini, lebih dari separuh pembangkit listrik PLN menggunakan bahan bakar batu bara.

Pemerintah beralasan, pembatalan DMO dapat mendongkrak nilai ekspor batu bara guna menambah devisa untuk mengamankan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) Indonesia saat ini. 

"Batu bara akan dirataskan hari Selasa, intinya kami mau cabut DMO itu seluruhnya," kata Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan di Istana, Jumat (27/7/2018). Dalam ratas tersebut juga turut hadir Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, serta Wakil Menteri ESDM Archandra Tahar.

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengkritik rencana ini. Menurutnya, alasan pemerintah mengada-ngada. Pasalnya, masih ada 75% dari total produksi batu bara nasional yang bisa diekspor sesuai dengan harga pasar.

"Dengan DMO produksi 25% dialihkan ke ekspor, penambahan devisanya sangat tidak signifikan, bahkan diperkirakan tidak ada tambahan devisa sama sekali untuk mengurangi defisit neraca pembayaran," ujar Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas tersebut dalam keterangan resminya, Sabtu (28/7/2018).

Fahmy menggunakan data Kementerian ESDM dan harga pasar batu bara pada Juli 2018 sebagai dasar kalkulasinya. Berdasarkan data tersebut, total produksi batu bara pada 2018 diperkirakan sebesar 425 juta metric ton, dengan harga pasar batu bara pada Juli 2018 sebesar US$ 104,65 per metric ton.

Apabila penjualan 25% kepada PLN atau sebesar 106 juta metric ton dijual dengan harga pasar, maka tambahan pendapatan pengusaha batu bara naik menjadi sebesar US$ 11,12 miliar (106 juta metric ton X US$ 104,65).

Akan tetapi, kalau menggunakan harga DMO US$ 70 per metric ton, pendapatan penguasaha turun menjadi US$ 7,44 miliar (106 juta X US$ 70).

"Selisih perbedaan harga tersebut hanya sebesar US$ 3,68 miliar (US$ 11,12-US$ 7,44). Menurut Bank Indonesia, defisit neraca pembayaran selama 2018 diperkirakan sebesar US$ 25 miliar, maka selisih harga itu tidak signifikan [untuk mengurangi defisit]," jelasnya.


(roy/roy) Next Article DMO Batu Bara Dicabut, Pengusaha Tetap Hormati Kontrak PLN

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular