DMO Batu Bara Dicabut, Pengusaha Tetap Hormati Kontrak PLN

Samuel Pablo, CNBC Indonesia
28 July 2018 12:55
Pengusaha menganggap DMO batu bara merugikan pengusaha dan penerimaan negara.
Foto: Istimewa
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana mencabut aturan harga Domestic Market Obligation (DMO) atau kewajiban memasok batu bara  dengan harga US$ 70/ton dan 25% produksi ke PLN. Hal ini dilakukan untuk menggenjot ekspor batu bara dan menambah devisa negara.

Sebagai informasi, harga pasar batu bara dunia memang sedang tinggi-tingginya. Harga acuan batu bara Newcastle per pagi kemarin (27/7) tercatat sebesar US$ 119,9/ton. Dengan demikian, harga jual ke PLN pun akan dilepas sesuai harga pasar. 

Sebagai gantinya, pemerintah akan menerapkan iuran ekspor sebesar US$ 2-3 per ton untuk nantinya dikelola suatu Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Keuangan sebagai subsidi bagi PLN, mirip dengan tugas Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit saat ini.

Kebijakan ini merupakan langkah pragmatis pemerintahan Jokowi untuk menahan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) sekaligus menahan pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan pihaknya menyambut baik rencana pemerintah. Pasalnya, penetapan harga US$70 telah merugikan pengusaha sekaligus penerimaan negara.

"Penerapan DMO terbukti berkendala karena dengan harga tersebut, pemerintah menetapkan kuota 25% untuk PLN dan spesifikasinya juga tidak sesuai," ujar Hendra kepada CNBC Indonesia, Sabtu (28/7/2018).

Kendati demikian, Hendra menyadari rencana ini membutuhkan waktu beberapa bulan untuk dapat terealisasi. Oleh karena itu, dia menegaskan pihaknya akan menghormati kontrak yang selama ini telah ada dengan PLN sambil menunggu skema subsidi baru berjalan.

"Komitmen pasokan ke PLN akan diatur oleh pemerintah. Saya kira kontrak yang telah kami buat dengan PLN akan tetap dilaksanakan. Tidak mungkin dengan US$2 itu maka masalah selesai. Presiden kan harus membentuk BLU dengan Perpres, lalu mengkaji skema pungutannya bagaimana," jelas Hendra.

"Butuh waktu, saya pikir dalam hitungan bulan harusnya bisa dilaksanakan, perlu pertimbangan tidak hanya dari Kementerian ESDM tapi juga Kementerian Keuangan dan Kemenko Perekonomian. Di sisi lain, perusahaan bisa memanfaatkan ekspor ini dan menjaga pasokan ke PLN tetap ada," imbuhnya.


(roy/roy) Next Article DMO Dicabut, Galian Batu Bara Bakal Makin Masif

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular