Tak Tambah Devisa, Pencabutan DMO Hanya Untungkan Pengusaha
28 July 2018 09:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana pemerintah mencabut kebijakan wajib memasok kebutuhan dalam negeri alias domestic market obligation (DMO) batubara tidak menambah devisa negara. Hal ini diungkapkan Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi.
"Pembatalan DMO harga batu bara tidak menghasilkan tambahan devisa sama sekali, kecuali hanya menambah pendapatan pengusaha batu bara," ujar Fahmy dalam keterangan resmi, Sabtu (28/7/2018).
Fahmy menjelaskan alasan pencabutan ini mengada-ada. Pasalnya, DMO Produksi batu bara hanya 25% dari total penjualan, sedangkan 75% masih tetap bisa diekspor dengan harga pasar. Selama ini DMO produksi 25% dimanfaatkan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN).
"DMO Produksi 25%, penambahan devisa dari ekspor sangat tidak signifikan, bahkan diperkirakan tidak ada tambahan devisa sama sekali untuk mengurangi defisit neraca pembayaran," tambahnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, total produksi batu bara pada 2018 diperkirakan sebesar 425 juta metric ton, harga pasar batu bara pada Juli 2018 sebesar US$ 104,65 per metric ton.
Jika penjualan 25% kepada PLN atau sebesar 106 juta metric ton dijual dengan harga pasar, maka tambahan pendapatan pengusaha batu bara naik menjadi sebesar US$ 11,12 miliar (106 juta metric ton X US$ 104,65). Bila harga DMO US$ 70 per metric ton, pendapatan penguasaha turun menjadi US$ 7,44 miliar (106 juta X US$ 70). Selisih perbedaan harga tersebut sebesar US$ 3,68 miliar (US$ 11,12-US$ 7,44).
Menurut Bank Indonesia, defisit neraca pembayaran selama 2018 diperkirakan sebesar US$ 25 miliar, maka selisih harga itu tidak signifikan.
(roy/roy)
"Pembatalan DMO harga batu bara tidak menghasilkan tambahan devisa sama sekali, kecuali hanya menambah pendapatan pengusaha batu bara," ujar Fahmy dalam keterangan resmi, Sabtu (28/7/2018).
"DMO Produksi 25%, penambahan devisa dari ekspor sangat tidak signifikan, bahkan diperkirakan tidak ada tambahan devisa sama sekali untuk mengurangi defisit neraca pembayaran," tambahnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, total produksi batu bara pada 2018 diperkirakan sebesar 425 juta metric ton, harga pasar batu bara pada Juli 2018 sebesar US$ 104,65 per metric ton.
Jika penjualan 25% kepada PLN atau sebesar 106 juta metric ton dijual dengan harga pasar, maka tambahan pendapatan pengusaha batu bara naik menjadi sebesar US$ 11,12 miliar (106 juta metric ton X US$ 104,65). Bila harga DMO US$ 70 per metric ton, pendapatan penguasaha turun menjadi US$ 7,44 miliar (106 juta X US$ 70). Selisih perbedaan harga tersebut sebesar US$ 3,68 miliar (US$ 11,12-US$ 7,44).
Menurut Bank Indonesia, defisit neraca pembayaran selama 2018 diperkirakan sebesar US$ 25 miliar, maka selisih harga itu tidak signifikan.
Artikel Selanjutnya
Produksi Mendekati Target, Ekspor Batu Bara RI Baru Capai 71%
(roy/roy)