APEC: Perang Dagang Ancam Perekonomian Asia Pasifik
Prima Wirayani, CNBC Indonesia
12 July 2018 12:46

Jakarta, CNBC Indonesia - Meningkatnya ketegangan perdagangan global dan tumbuhnya kebijakan dagang protektif menjadi risiko yang dapat membahayakan pertumbuhan ekonomi Asia Pasifik, menurut Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC).
"Proteksionisme akan membawa biaya yang lebih tinggi untuk dunia usaha, harga yang lebih mahal untuk konsumen, upah yang lebih rendah, dan hilangnya pekerjaan di seluruh wilayah APEC, terutama bila mempertimbangkan tingginya keterkaitan produksi dan rantai pasok," kata Direktur Unit Pendukung Kebijakan APEC Denis Hew sebagaimana dikutip dalam pernyataan resmi APEC yang diterima CNBC Indonesia hari Kamis (12/7/2018).
"Meningkatnya tarif saat ini sedang ada di tahap awal dan terjadi setelah penurunan bea masuk selama beberapa dekade oleh APEC," ujarnya. Ia menambahkan perlu beberapa waktu hingga dampak kenaikan tarif itu terasa di perekonomian wilayah ini meskipun perluasan tarif yang tiba-tiba akan dapat mengubah itu semua.
Data APEC menunjukkan rata-rata bea masuk di wilayah Asia Pasifik telah turun dari 16,9% di 1989 ketika organisasi ini didirikan hingga menjadi 5,5% di 2016. Perubahan itu telah mendorong pertumbuhan ekonomi yang didorong perdagangan internasional menjadi 4,1% tahun ini dan 4% tahun depan.
Namun, pertumbuhan ekonomi yang kuat dan merata di seluruh wilayah akan membuat kawasan ini lebih mudah untuk meghindari efek buruk tindakan perdagangan protektif. Hal itu juga menawarkan ruang yang lebih luas untuk langkah-langkah perbaikan sebelum terlambat, menurut APEC.
"Kita belum berada di titik yang tak bisa diperbaiki. Masih ada ruang untuk secara potensial menghindari efek kejutan yang merusak akibat naiknya tarif dan halangan perdagangan lainnya," kata Hew.
"Namun, ini akan memerlukan usaha yang terus-menerus untuk mencapai solusi kebijakan guna memastikan aliran perdagangan yang kuat dan insklusif," tambahnya.
(roy) Next Article Dewan Bisnis APEC Bertemu di Jakarta Bahas Inklusi Keuangan
"Proteksionisme akan membawa biaya yang lebih tinggi untuk dunia usaha, harga yang lebih mahal untuk konsumen, upah yang lebih rendah, dan hilangnya pekerjaan di seluruh wilayah APEC, terutama bila mempertimbangkan tingginya keterkaitan produksi dan rantai pasok," kata Direktur Unit Pendukung Kebijakan APEC Denis Hew sebagaimana dikutip dalam pernyataan resmi APEC yang diterima CNBC Indonesia hari Kamis (12/7/2018).
"Meningkatnya tarif saat ini sedang ada di tahap awal dan terjadi setelah penurunan bea masuk selama beberapa dekade oleh APEC," ujarnya. Ia menambahkan perlu beberapa waktu hingga dampak kenaikan tarif itu terasa di perekonomian wilayah ini meskipun perluasan tarif yang tiba-tiba akan dapat mengubah itu semua.
Amerika Serikat (AS) dan China, dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia, telah saling balas menerapkan bea masuk yang lebih tinggi terhadap produk-produk impor. Tidak sampai di sana, AS juga mengenakan bea masuk terhadap impor dari sekutunya, seperti Meksiko, Kanada, dan Uni Eropa. Hal ini dikhawatirkan banyak pihak akan mermebet menjadi perang dagang global dan menghambat pertumbuhan ekonomi dunia.
Namun, pertumbuhan ekonomi yang kuat dan merata di seluruh wilayah akan membuat kawasan ini lebih mudah untuk meghindari efek buruk tindakan perdagangan protektif. Hal itu juga menawarkan ruang yang lebih luas untuk langkah-langkah perbaikan sebelum terlambat, menurut APEC.
"Kita belum berada di titik yang tak bisa diperbaiki. Masih ada ruang untuk secara potensial menghindari efek kejutan yang merusak akibat naiknya tarif dan halangan perdagangan lainnya," kata Hew.
"Namun, ini akan memerlukan usaha yang terus-menerus untuk mencapai solusi kebijakan guna memastikan aliran perdagangan yang kuat dan insklusif," tambahnya.
(roy) Next Article Dewan Bisnis APEC Bertemu di Jakarta Bahas Inklusi Keuangan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular