Internasional
Kasus Data Bocor, Inggris Akan Denda Facebook Rp 9,4 M
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
11 July 2018 14:05

London, CNBC Indonesia - Regulator data Inggris telah berkata akan mendenda Facebook setengah juta poundsterling (US$660.000 atau setara dengan Rp 9,4 miliar) karena gagal melindungi data pengguna. Keputusan itu dibuat setelah melakukan penyelidikan tentang apakah informasi pribadi sudah disalahgunakan oleh kampanye kedua belah pihak dalam referendum Inggris keluar dari Uni Eropa di tahun 2016.
Investigasi dari Kantor Komisioner Informasi (Information Commissioner's Office/ICO) fokus pada raksasa media sosial itu sejak awal tahun ini, ketika muncul bukti bahwa sebuah aplikasi telah digunakan untuk memanen data puluhan juta pengguna Facebook di seluruh dunia.
Dalam laporan perkembangan hari Rabu (11/7/2018), para pengawas berkata berencana menghukum Facebook dengan denda maksimal untuke kebocoran Pakta Perlindungan Data (Data Protection Act).
"Investigasi ICO menyimpulkan bahwa Facebook melanggar hukum dengan gagal menjaga informasi masyarakat," katanya, dilansir dari AFP.
Lembaga itu menambahkan perusahaan telah "gagal menjadi transparan tentang bagaimana data masyarakat dipanen orang lain."
Facebook mengakui bahwa data 87 juta pengguna kemungkinan dibajak oleh perusahaan konsultan Inggris Cambridge Analytica, yang bekerja untuk kampanye Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam pemilu 2016.
Cambridge Analytica, yang menampik tuduhan tersebut, mengajukan kebangkrutan sukarela ke AS dan Inggris.
"Kita ada di persimpangan. Kepercayaan dan keyakinan dalam integritas proses demokrasi berisiko mengganggu karena rata-rata pemilih tidak tahu apa yang terjadi di balik layar," kata seorang Komisioner Informasi Elizabeth Denham dalam sebuah pernyataan resmi, dilansir dari AFP.
"Teknologi baru yang menggunakan analitik data untuk mikro-target masyarakat memberi memampukan kelompok-kelompok kampanye terhubung ke pemilih perorangan. Namun, ini tidak boleh mengorbankan transparansi, keadilan dan taat hukum."
Pada bulan Mei, CEO Facebook Mark Zuckerberg meminta maaf ke Parlemen Eropa atas "kerugian" yang diakibatkan dari kebocoran data pengguna yang besar dan kegagalan menindak kabar bohong.
Pada bulan Mei, Uni Eropa (UE) meluncurkan undang-undang perlindungan data baru yang ketat dan mengizinkan regulator mendenda perusahaan hingga 20 juta euro (Rp 337,3 miliar) atau 4% dari penghasilan global.
Namun, IOC berkata atas dasar waktu insiden yang terlibat dalam investigasi, hukumannya akan terbatas pada apa yang terdapat di undang-undang sebelumnya.
Pekerjaaan ICO berikutnya diprediksi akan selesai di akhir Oktober.
"Seperti yang sudah kami katakan sebelumnya, kami harus melakukan lebih banyak untuk menginvestigasi klaim tentang Cambridge Analytica dan mengambil tindakan di tahun 2015," kata Erin Egan, Chief Privacy Officer di Facebook.
"Kami sudah bekerjasama dengan ICO dalam investigasinya terhadap Cambridge Analytica, seperti yang kami lakukan ke otoritas di AS dan negara-negara lain. Kami mengevaluasi laporan dan akan segera merespon ke ICO."
Denda dari Inggris muncul ketika Facebook menghadapi potensi tagihan kompensasi yang besar di Australia, di mana pendana proses pengadilan IMF Bentham mengatakan sudah mengajukan keluhan ke regulator terkait kebocoran Cambridge Analytica yang diperkirakan berdampak ke 300.000 pengguna di Australia.
Manajer Investasi IMF Nathan Landis mengakatan ke harian The Australian bahwa sebagian besar penghargaan untuk kebocoran privasi berkisar antara AUS$1.000 (Rp 10,6 juta) dan AUS$10.000.
Hal ini menunjukkan potensi tagihan kompensasi senilai antara AUS$300 juta dan AUS$3 miliar.
(roy) Next Article Kebocoran Data Facebook, UE: 2,7 Juta Data Warga Eropa Dicuri
Investigasi dari Kantor Komisioner Informasi (Information Commissioner's Office/ICO) fokus pada raksasa media sosial itu sejak awal tahun ini, ketika muncul bukti bahwa sebuah aplikasi telah digunakan untuk memanen data puluhan juta pengguna Facebook di seluruh dunia.
Dalam laporan perkembangan hari Rabu (11/7/2018), para pengawas berkata berencana menghukum Facebook dengan denda maksimal untuke kebocoran Pakta Perlindungan Data (Data Protection Act).
Facebook mengakui bahwa data 87 juta pengguna kemungkinan dibajak oleh perusahaan konsultan Inggris Cambridge Analytica, yang bekerja untuk kampanye Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam pemilu 2016.
Cambridge Analytica, yang menampik tuduhan tersebut, mengajukan kebangkrutan sukarela ke AS dan Inggris.
"Kita ada di persimpangan. Kepercayaan dan keyakinan dalam integritas proses demokrasi berisiko mengganggu karena rata-rata pemilih tidak tahu apa yang terjadi di balik layar," kata seorang Komisioner Informasi Elizabeth Denham dalam sebuah pernyataan resmi, dilansir dari AFP.
"Teknologi baru yang menggunakan analitik data untuk mikro-target masyarakat memberi memampukan kelompok-kelompok kampanye terhubung ke pemilih perorangan. Namun, ini tidak boleh mengorbankan transparansi, keadilan dan taat hukum."
Pada bulan Mei, CEO Facebook Mark Zuckerberg meminta maaf ke Parlemen Eropa atas "kerugian" yang diakibatkan dari kebocoran data pengguna yang besar dan kegagalan menindak kabar bohong.
Pada bulan Mei, Uni Eropa (UE) meluncurkan undang-undang perlindungan data baru yang ketat dan mengizinkan regulator mendenda perusahaan hingga 20 juta euro (Rp 337,3 miliar) atau 4% dari penghasilan global.
Namun, IOC berkata atas dasar waktu insiden yang terlibat dalam investigasi, hukumannya akan terbatas pada apa yang terdapat di undang-undang sebelumnya.
Pekerjaaan ICO berikutnya diprediksi akan selesai di akhir Oktober.
"Seperti yang sudah kami katakan sebelumnya, kami harus melakukan lebih banyak untuk menginvestigasi klaim tentang Cambridge Analytica dan mengambil tindakan di tahun 2015," kata Erin Egan, Chief Privacy Officer di Facebook.
"Kami sudah bekerjasama dengan ICO dalam investigasinya terhadap Cambridge Analytica, seperti yang kami lakukan ke otoritas di AS dan negara-negara lain. Kami mengevaluasi laporan dan akan segera merespon ke ICO."
Denda dari Inggris muncul ketika Facebook menghadapi potensi tagihan kompensasi yang besar di Australia, di mana pendana proses pengadilan IMF Bentham mengatakan sudah mengajukan keluhan ke regulator terkait kebocoran Cambridge Analytica yang diperkirakan berdampak ke 300.000 pengguna di Australia.
Manajer Investasi IMF Nathan Landis mengakatan ke harian The Australian bahwa sebagian besar penghargaan untuk kebocoran privasi berkisar antara AUS$1.000 (Rp 10,6 juta) dan AUS$10.000.
Hal ini menunjukkan potensi tagihan kompensasi senilai antara AUS$300 juta dan AUS$3 miliar.
(roy) Next Article Kebocoran Data Facebook, UE: 2,7 Juta Data Warga Eropa Dicuri
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular