Harga Gas dan Penerapan Tarif AS Ancam Industri Keramik

Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
06 July 2018 16:50
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyebut industri keramik menjadi salah satu sektor yang semakin terbebankan bila penerapan tarif oleh AS terjadi.
Foto: Biro Humas Kementerian Perindustrian
Jakarta, CNBC Indonesia- Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyebut industri keramik menjadi salah satu sektor industri yang semakin terbebankan bila penerapan tarif oleh Amerika Serikat terjadi.

Maka dari itu, Airlangga mengingatkan pentingnya harga gas yang sesuai dengan harapan industri. "Industri keramik itu sulit bersaing, terutama industri menengah ke bawah. Apalagi kan kita belum bisa menurunkan harga gas sesuai yang diharapkan oleh industri," tutur dia di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jumat (7/6/2018).

Kementerian Perindustrian dan ESDM memang belum sepaham atas penerapan harga gas murah untuk empat sektor industri, yaitu keramik, kaca, sarung tangan karet, dan oleochemical. "Kalau industri tidak mendapatkan gas sesuai yang diharapkan, ditambah lagi dengan kebanjiran impor. Maka industri kena dua kali double hit, dua kali pukulan," imbuh Airlangga.



Dalam pertemuan dengan Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution, dia menyebut ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk industri untuk menahan impor dan mendorong ekspor. Salah satunya substitusi impor bahan baku.

Sementara itu dia menyebut subtitusi impor serta penghematan devisa yang dapat segera dilakukan harus digenjot, antara lain dengan peningkatan utilisasi pabrik baja, keramik, semen, dan mendorong industri otomotif untuk ekspor. Industri otomotif misal, untuk mendorong ekspor butuh penerapan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) nol persen untuk mobil jenis sedan. 

"Karena seperti yang disampaikan Kemenperin, pasar ekspor untuk otomotif adalah sedan. Sedangkan kita mempunyai competitiveness ada di kita. Jadi swicthing-nya ada di kita," ujar Airlangga.

Airlangga melanjutkan, dalam membahas perdagangan bebas harus ada tindakan bagaimana cara mengalihkan ketergantung impor, misal atas gandum dan sapi asal Australia. "Nah itu kompensasi barang kita apa?" kata Airlangga.

Sektor industri yang paling mudah untuk dilakukan subtitusi adalah garmen dan otomitif, sehingga kata Airlangga bisa dilakukan segera. Dia menyebut atas dua sektor itu Indonesia telah memiliki kapasitas atas produk tersebut dan tak perlu menunggu investasi untuk masuk kembali.

Airlangga pun mencontohkan, atas produk petrokimia paraxylene yang menjadi bahan baku purified terephthalic acid (PTA) untuk industri tekstil, bila bisa didorong produksi dalam negeri dalam waktu cepat potensi penghematan bisa mencapai US$ 2 miliar. "Segera dalam dunia industri itu enam bulan," tambah Airlangga.
(gus) Next Article ESDM: Harga Gas untuk 4 Industri Bisa Turun US$ 0,8

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular