MK Tolak Legalkan Ojek Online, Bagaimana Nasib Jutaan Driver?

Raydion Subiantoro, CNBC Indonesia
03 July 2018 09:30
Ojek Online bukan angkutan umum resmi di Indonesia.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar buruk lagi-lagi datang bagi ojek online. Pekan lalu, Mahkamah Konstitusi secara implisit menolak ojek online sebagai bagian dari angkutan umum.

Ojek online dinyatakan tidak seperti taksi atau minibus, yang dikategorikan sebagai Kendaraan Bermotor Umum.

Pasar 138 Ayat (3) Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan: Angkutan umum orang dan/ atau barang hanya dilakukan dengan Kendaraan Bermotor Umum.

Pasal itu pula yang digugat oleh Komite Aksi Transportasi Online (KATO). Namun, MK menyatakan kerugian konstitusional dalam permohonan belum dapat ditemukan, apalagi sebagian besar pemohon merupakan driver dan sebagian adalah penumpang ojek online.



Keputusan ini membuat ojek online tidak ada bedanya dengan taksi gelap yang dulu berkeliaran di Bandara Soekarno-Hatta, atau omprengan plat hitam yang juga sering mengangkut pekerja kantoran pada pagi hari atau saat jam kerja usai.

Artinya, kita yang sering berkeluh kesah dan menilai taksi gelap di bandara-bandara sangat mengganggu, kini juga dihadapkan dengan realita bahwa sekarang ada angkutan ilegal berseliweran di jalan dan ironisnya sangat kita butuhkan: ojek online.

Kalau begitu, apakah taksi gelap juga punya hak untuk beroperasi di bandara-bandara?

Kehadiran ojek online tidak lepas dari adanya perkembangan teknologi, karena motor dari industri ini adalah aplikasi. Di Indonesia, dua aplikator terbesar ojek online adalah Go-Jek dan Grab.

Masing-masing memiliki mitra driver yang sangat banyak. Berdasarkan catatan CNBC Indonesia, driver Go-Jek mencapai sektiar 900.000 orang dan Grab diperkirakan sedikitnya 500.000 orang.

Go-Jek juga sudah menggalang dana puluhan triliun dari berbagai entitas asing dan lokal, sebut saja PT Astra International Tbk, Djarum Group, Temasek Holdings, Tencent dan sebagainya.





Prinsipal Grab Indonesia, yakni Grab di Singapura, juga mendapat suntikan besar di mana baru-baru ini datang dari Toyota. Hal itu tentunya juga berdampak positif bagi operasional mereka di Indonesia.

Masuknya puluhan triliun investasi ke aplikator secara nyata menegaskan bahwa industri ini berkembang pesat. Jumlah mitra driver yang mencapai ratusan ribu orang juga membuat pekerjaan di sektor ojek online ini menjadi suatu hajat hidup orang banyak.

Namun, mirisnya itu semua bersumber dari bisnis ilegal...

Pemerintah harus cepat turun tangan menyelesaikan persoalan ini, memperjelas nasib jutaan orang yang terlibat di industri ojek online. Di samping itu, ojek online yang masih ilegal ini juga disebut-sebut sebagai salah satu sektor yang menggerakkan roda perekonomian masyarakat kecil. 


(ray/dru) Next Article Benarkah Masa Keemasan Ojek Online Surut Pada 2019?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular