Putusan MK Soal Nasib Ojek Online dan Kronologi Lengkapnya

Raydion Subiantoro, CNBC Indonesia
29 June 2018 13:32
MK tidak menemukan permasalahan dalam norma yang mengatur definisi angkutan umum yang dipermasalahkan oleh para Pemohon.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Mahkamah Konstitusi menolak mengategorikan ojek online sebagai angkutan umum.

Putusan MK itu bermula dari adanya permohonan uji materi Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) oleh Tim Pembela Rakyat Pengguna Transportasi Online atau Komite Aksi Transportasi Online (KATO).

KATO mewakili 50 pemohon dari berbagai profesi seperti driver ojek online, karyawan swasta, wartawan, pelajar, dan pengguna ojek online.

Adapun norma yang diuji adalah Pasal 138 Ayat (3) UU No. 22/2009 "Angkutan umum orang dan/ atau barang hanya dilakukan dengan Kendaraan Bermotor Umum."

Pemohon yang tergabung dalam KATO mengungkapkan bahwa keberadaan ojek online merupakan sebuah fakta, dan memiliki keunggulan tidak hanya menawarkan layanan transportasi tetapi juga menyediakan layanan pemesanan makanan.

KATO menilai saat ini pasal 138 itu tidak mengakomodasi jaminan hukum, baik sebagai pengguna maupun driver ojek online. Bahkan, KATO menilai pasal itu dapat berbalik menjadi senjata agar muncul penolakan terhadap ojek online.

Pada sidang Senin (21/5/2018), Hakim Konstitusi Arief Hidayat meminta Pemohon menguraikan kerugian konstitusional yang dialami Pemohon terhadap aturan itu.

Menurut Arief, kerugian konstitusional dalam permohonan belum dapat ditemukan, apalagi jika disandingkan dengan legal standing para Pemohon dimana sebagian Pemohon merupakan pengemudi dan sebagian yang lain merupakan pengguna jasa ojek online.

Hakim lainnya, yakni Hakim Suhartoyo meminta Pemohon memperjelas kerugian konstitusional khususnya terkait pelarangan beberapa kota terhadap aktivitas ojek online yang disebutkan dalam surat permohonan.

Hakim Konstitusi Suhartoyo meminta Pemohon memperjelas apakah ada kota-kota yang telah melahirkan peraturan untuk melarang ojek online.

Terhadap definisi angkutan umum yang dinilai Pemohon merugikan, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams meminta Pemohon untuk mencermati ketentuan umum yang mengatur definisi tersebut, yaitu Pasal 138.

Hakim Konstitusi Wahiduddin dan Hakim Konstitusi Arief tidak menemukan permasalahan dalam norma yang mengatur definisi angkutan umum yang dipermasalahkan oleh para Pemohon.

Dengan kata lain, menyusul putusan tersebut, maka ojek online belum bisa dikategorikan sebagai angkutan umum.


(ray/dru) Next Article Lagi, Driver Ojek Online Ancam Demo Besar Pada 19 September

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular