Aksi Tipu Eksportir Asing Bikin Impor Baja Paduan Naik?

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
26 June 2018 19:49
Impor alloy steel dari China naik sejak 2012.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - The Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) menemukan kecurangan yang dilakukan oleh eksportir baja luar negeri untuk menghindari bea masuk.

Ketua IISIA Mas Wigrantoro Roes Setiyadi mengatakan hal ini dilakukan dengan mengganti kode HS dari baja jenis carbon steel (baja karbon) menjadi jenis alloy steel (baja paduan).

"Kalau mereka masuk biasa, carbon steel, mereka akan kena bea masuk 15%. Yang dilakukan oleh para pemain dari luar negeri adalah dengan mengalihkan kode HS number sehingga menjadi bukan carbon steel tetapi alloy steel. Ketentuan yang berlaku di Indonesia, kalau impor alloy steel maka dia dibebaskan bea masuk," jelasnya di Hotel Ritz Carlton, Senin (25/06/2018).

Menurut Roes, yang juga Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk, impor alloy steel dari China terus meningkat sejak 2012, sementara praktik pengalihan HS number sudah terjadi sejak 2010. Dia mengatakan kecurangan yang dilakukan eksportir luar negeri itu dapat membuat rugi negara hingga US$ 1,5 miliar atau Rp 222,6 triliun (kurs Rp 14.000).



Lantas apa sebenarnya beda baja karbon dan baja paduan?

Mengacu American Iron and Steel Institute (AISI), baja dikategorikan menjadi 4 kategori, yakni baja karbon, baja paduan, stainless steel, dan tool steel, berdasarkan komposisi kimiawinya.

Baja karbon sendiri dapat dikategorikan menjadi 3 kategori utama, berdasarkan kandungan karbonnya:

1. Low Carbon Steel, dengan kandungan karbon sebesar 0,04%-0,3%. Kategori ini merupakan baja karbon yang paling banyak digunakan di dunia. Beberapa bentuknya antara lain batang, tabung, dan lembaran. Baja kategori ini biasanya digunakan untuk membuat bodi mobil, pipa, rantai, sekrup, gigi kendaraan, baut, dan struktur jembatan.

Apabila ingin mendapatkan produk baja berdasarkan atribut yang diinginkan, elemen lain dapat ditambahkan. Misalnya, jika ingin mendapatkan baja berkualitas drawing, maka kandungan karbon rendah dipertahankan, sembari menambahkan elemen aluminium. Sedangkan, jika ingin menggunakan baja struktural, maka tingkatan karbon akan lebih tinggi, ditambah adanya peningkatan kandungan mangan.

2. Medium Carbon Steel, dengan kandungan karbon sebesar 0,31%-0,6%, ditambah kandungan mangan 0,06% - 1,65%. Baja kategori ini lebih kuat dari low carbon steel, tapi lebih sulit untuk dibentuk, dipotong, atau digabungkan. Baja jenis ini seringnya ditempa atau dikeraskan, dengan menggunakan energi panas. Kegunannya antara lain adalah sebagai bahan baku untuk as roda mobil, poros engkol, rel kereta api, boiler, dan obeng.

3. High carbon steel, dengan kandungan karbon sebesar 0,61% - 1,5%. Karekteristiknya adalah sangat sulit untuk dipotong, dibengkokkan, atau digabung. Kegunannya antara lain sebagai bahan baku untuk palu, pisau, gergaji, dan alat-alat pertukangan lain.

Sementara itu, istilah baja paduan digunakan bagi komoditas baja yang menggabungkan baja karbon dengan satu atau lebih elemen campuran lain, sesuai dengan karakteristik yang diinginkan (mencakup tingkat kekerasan, tahan korosi, dan retensi kekerasan dan kekuatan).

Beberapa elemen yang umum digunakan untuk mencapai karakteristik di atas adalah kromium (menambah kekerasan dan ketahanan aus), mangan (meningkatkan kekerasan permukaan, dan ketahanan terhadap tekanan dan getaran), molybdenum (menaikkan kekuatan dan ketahanan terhadap panas dan getaran), dan nikel (meningkatkan kekuatan dan ketahanan terhadap korosi).

Seiring dengan karakteristik spesifik yang dapat dicapai, baja paduan seringkali digunakan untuk bahan baku produk berspesifikasi tinggi, seperti pada sudut-sudut turbin dari mesin, dan dalam reaktor nuklir.

Kemudian, bagaimana sebenarnya perkembangan ekspor-impor baja paduan dan baja karbon di Indonesia?

Pertama, perlu kita klasifikasikan terlebih dahulu kedua produk baja ini berdasarkan kode HS-nya masing-masing. Menurut informasi dari Hidayat Triseputro, Direktur Eksekutif IISIA, kepada CNBC Indonesia, kode HS baja karbon flat berada dalam kisaran 7208-7212, sementara baja karbon panjang/long adalah 7213-7218. Sedangkan, untuk kode HS baja paduan flat adalah 7225 dan 7226, lalu baja paduan long ada di antara 7227-7229.

Berdasarkan klasifikasi tersebut, dapat dihitung bahwa impor baja karbon memang berada dalam tren penurunan selama periode 2013-2016. Selama 3 tahun tersebut, tingkat penurunan impor baja mencapai 20%, dari 5,18 juta ton di 2013 menjadi 4,13 juta ton di 2016. Impor baja karbon baru naik tipis sebesar 60.000 ton pada kurun waktu 2015-2016.

Penurunan tersebut disumbang oleh berkurangnya impor baja karbon produk long sebesar 1,5 juta ton pada periode 2013-2016.

Sebaliknya, meski sempat melemah tipis pada 2014 dan 2015, impor baja paduan naik cukup signifikan pada periode 2015-2016, yakni sebesar 490.000 ton. Apabila dihitung dalam kurun waktu 2013-2016, impor baja paduan juga masih naik sebesar 14,77%. Kenaikan tersebut disumbang oleh impor produk baja paduan flat yang naik 427 ribu ton dalam 3 tahun terakhir.
(ray) Next Article Impor Baja RI Melonjak Sejak 2009

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular