Internasional
AS-China Perang Dagang, Asia Kena Getahnya
Roy Franedya, CNBC Indonesia
20 June 2018 17:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Taiwan, Korea Selatan, dan negara-negara Asia Tenggara akan mengalami pukulan parah jika tensi panas perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China terus berlanjut.
Negara-negara tersebut merupakan eksportir terbesar barang setengah jadi ke China, yang kemudian merakit potongan-potongan itu menjadi produk jadi untuk dikirim ke tujuan akhir seperti AS, kata Gareth Leather, ekonom senior Asia di Capital Economics, CNBC International melaporkan.
Contoh barang setengah jadi itu termasuk chip semikonduktor dan layar. Komponen-komponen tersebut biasanya diproduksi di lokasi berbeda di Asia sebelum dikirim ke China untuk dirakit menjadi produk seperti telepon seluler dan komputer.
Baik Cina dan AS telah saling mengancam dengan memberlakukan tarif tinggi atas produk masing-masing. Sementara daftar akhir barang yang terkena dampak belum diketahui, analis JPMorgan menulis dalam catatan risetnya bahwa produk elektronik kemungkinan akan dimasukkan.
Jika berbagai tarif yang disarankan oleh Presiden AS Donald Trump mulai berlaku dan mengakibatkan penurunan ekspor China ke AS, akan ada efek turunan untuk negara-negara lain di Asia.
"Berdasarkan sifatnya, produk tersebut sangat bergantung pada rantai pasokan yang terintegrasi secara ketat. Ini akan menyebarkan goncangan pada perdagangan ke kawasan itu," kata analis JPMorgan.
Ancaman tersebut datang pada saat pasar negara berkembang, termasuk di Asia, telah terpukul oleh arus modal keluar (capital outflows) yang membuat mata uang melemah.
Pada penutupan pasar pada Selasa (19/6/2018), dolar Taiwan turun sekitar 1,7% sejak awal tahun ini menjadi TW$30,172/US$ , sedangkan Korea melemah cukup dalam mencapai 4,2% menjadi 1.110,89/US$ pada periode yang sama.
Di kawasan Asia Tenggara, mata uang Singapura turun 1,5% terhadap dolar AS, sementara baht Thailand turun sedikit lebih kecil sebesar 0,6%.
Tetapi sampai barang yang ditargetkan diketahui, sulit untuk mengukur dampak yang sebenarnya pada ekonomi Asia, kata para ahli. Bisa saja dampaknya lebih kecil dari yang diperkirakan karena China ada pemasok barang yang dominan untuk barang yang dijual ke AS, kata leather.
"Konsumen AS akan berjuang untuk menemukan barang pengganti yang cukup untuk mengganti barang-barang yang saat ini mereka beli dari China, setidaknya dalam jangka pendek. Eksportir Asia selalu mendapatkan keuntungan dari setiap pergeseran permintaan AS," ujar Leather.
"Sampai kita tahu persis barang mana yang menjadi target, tidak mungkin menghitung dampaknya di seluruh Asia," tambahnya.
(prm) Next Article Bos JP Morgan: Perang Dagang Ancaman Terbesar Ekonomi Global
Negara-negara tersebut merupakan eksportir terbesar barang setengah jadi ke China, yang kemudian merakit potongan-potongan itu menjadi produk jadi untuk dikirim ke tujuan akhir seperti AS, kata Gareth Leather, ekonom senior Asia di Capital Economics, CNBC International melaporkan.
Contoh barang setengah jadi itu termasuk chip semikonduktor dan layar. Komponen-komponen tersebut biasanya diproduksi di lokasi berbeda di Asia sebelum dikirim ke China untuk dirakit menjadi produk seperti telepon seluler dan komputer.
Jika berbagai tarif yang disarankan oleh Presiden AS Donald Trump mulai berlaku dan mengakibatkan penurunan ekspor China ke AS, akan ada efek turunan untuk negara-negara lain di Asia.
"Berdasarkan sifatnya, produk tersebut sangat bergantung pada rantai pasokan yang terintegrasi secara ketat. Ini akan menyebarkan goncangan pada perdagangan ke kawasan itu," kata analis JPMorgan.
Ancaman tersebut datang pada saat pasar negara berkembang, termasuk di Asia, telah terpukul oleh arus modal keluar (capital outflows) yang membuat mata uang melemah.
Pada penutupan pasar pada Selasa (19/6/2018), dolar Taiwan turun sekitar 1,7% sejak awal tahun ini menjadi TW$30,172/US$ , sedangkan Korea melemah cukup dalam mencapai 4,2% menjadi 1.110,89/US$ pada periode yang sama.
Di kawasan Asia Tenggara, mata uang Singapura turun 1,5% terhadap dolar AS, sementara baht Thailand turun sedikit lebih kecil sebesar 0,6%.
Tetapi sampai barang yang ditargetkan diketahui, sulit untuk mengukur dampak yang sebenarnya pada ekonomi Asia, kata para ahli. Bisa saja dampaknya lebih kecil dari yang diperkirakan karena China ada pemasok barang yang dominan untuk barang yang dijual ke AS, kata leather.
"Konsumen AS akan berjuang untuk menemukan barang pengganti yang cukup untuk mengganti barang-barang yang saat ini mereka beli dari China, setidaknya dalam jangka pendek. Eksportir Asia selalu mendapatkan keuntungan dari setiap pergeseran permintaan AS," ujar Leather.
"Sampai kita tahu persis barang mana yang menjadi target, tidak mungkin menghitung dampaknya di seluruh Asia," tambahnya.
(prm) Next Article Bos JP Morgan: Perang Dagang Ancaman Terbesar Ekonomi Global
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular