
Pengusaha: Potensi Diskriminasi CPO oleh Eropa Masih Ada
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
20 June 2018 14:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) menyambut baik keputusan trilog antara Parlemen Eropa, Komisi Eropa, dan Dewan Eropa yang menunda larangan penggunaan biofuel berbasis minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dari 2021 menjadi 2030.
Sekjen Aprobi Paulus Tjakrawan mengatakan kabar baik itu berkat upaya pemerintah RI yang terus mendesak Uni Eropa (UE) agar tidak mendiskriminasi sawit dengan alasan apapun juga.
Kendati demikian, dia menganggap potensi diskriminasi terhadap sawit masih tetap terjadi hingga 2030.
"Kami akan terus mencermati perkembangannya, karena pada tahun 2030 yang pasti akan di-phase out hanya biodiesel berbasis sawit. Artinya, sangat berpotensi terjadi diskriminasi," kata Paulus kepada CNBC Indonesia, Rabu (20/6/2018).
Paulus menjelaskan, saat ini Komisi Eropa ditugaskan membuat studi tentang industri kelapa sawit terkait dengan deforestasi, perubahan penggunaan lahan secara langsung/tidak langsung (direct/indirect land-use change - D/ILUC) serta hak asasi manusia (HAM) bagi petani sawit.
Studi ini diharapkan rampung pada 2019 dan hasilnya akan digunakan sebagai dasar persyaratan impor biodiesel berbasis CPO serta penggunaan CPO sebagai bahan baku produksi biodiesel di Eropa.
"Untuk itu, kami meminta agar pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Thailand sebagai produsen sawit diikutsertakan dalam studi tersebut, karena kami ingin studi tersebut obyektif dan fair. Pengalaman selama ini banyak studi UE yang tidak obyektif," ungkapnya.
Data Aprobi menunjukkan, sepanjang Januari-April tahun ini, total produksi biofuel dalam negeri sebesar 1.71 juta kiloliter, sementara total volume yang diekspor sebesar 201.577 kiloliter.
(ray) Next Article RI & Malaysia Akan Deklarasi Tolak Larangan CPO oleh Eropa
Sekjen Aprobi Paulus Tjakrawan mengatakan kabar baik itu berkat upaya pemerintah RI yang terus mendesak Uni Eropa (UE) agar tidak mendiskriminasi sawit dengan alasan apapun juga.
Kendati demikian, dia menganggap potensi diskriminasi terhadap sawit masih tetap terjadi hingga 2030.
Paulus menjelaskan, saat ini Komisi Eropa ditugaskan membuat studi tentang industri kelapa sawit terkait dengan deforestasi, perubahan penggunaan lahan secara langsung/tidak langsung (direct/indirect land-use change - D/ILUC) serta hak asasi manusia (HAM) bagi petani sawit.
Studi ini diharapkan rampung pada 2019 dan hasilnya akan digunakan sebagai dasar persyaratan impor biodiesel berbasis CPO serta penggunaan CPO sebagai bahan baku produksi biodiesel di Eropa.
"Untuk itu, kami meminta agar pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Thailand sebagai produsen sawit diikutsertakan dalam studi tersebut, karena kami ingin studi tersebut obyektif dan fair. Pengalaman selama ini banyak studi UE yang tidak obyektif," ungkapnya.
Data Aprobi menunjukkan, sepanjang Januari-April tahun ini, total produksi biofuel dalam negeri sebesar 1.71 juta kiloliter, sementara total volume yang diekspor sebesar 201.577 kiloliter.
(ray) Next Article RI & Malaysia Akan Deklarasi Tolak Larangan CPO oleh Eropa
Most Popular