
Gara-gara Hilirisasi Dirut Inalum Diusir Menteri Rini
Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia
21 May 2018 10:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium Budi Gunadi Sadikin ternyata pernah diusir oleh Menteri BUMN Rini Soemarno ketika berdiskusi tentang hilirisasi hasil tambang mineral.
Budi bercerita kejadian tersebut terjadi ketika awal menjabat sebagai Dirut Inalum yang menjadi holding BUMN tambang dan membawahi PT Aneka Tambang Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk serta PT Freeport Indonesia dengan kepemilikan minoritas.
Pada awal ditunjuk sebagai Dirut Holding BUMN, Budi mendapat tugas salah satunya adalah menjalankan hilirisasi hasil tambang mineral. "Sebagai bankir saya lihat hilirisasi itu mahal dan susah," pengakuan Budi dalam buka puasa bersama dengan Menteri BUMN Rini Soemarno, dan direksi BUMN Tambang, Jumat (18/5/2018).
Wajar saja karena untuk membuat satu program gasifikasi dari batubara menjadi Dimethyl Ether, Urea dan Polypropylene membutuhkan modal sampai US$ 1,6 Miliar. Itu hanya satu program, sementara program hilirisasi sangat banyak, mulai dari pembangunan smelter, pabrik hingga pembangkit listrik.
Pengakuan ini, cerita Budi, membuat Rini Soemarno marah dan meninggalkannya di ruang rapat. "Kalau dia tidak mau hilirisasi, saya tidak mau ketemu dia," ujar Budi mengucapkan kembali perkataan Rini Soemarno kala itu.
Respons Bosnya tersebut yang membuat Budi berpikir keras untuk mewujudkan hilirisasi hasil tambang. "Saya sekarang butuh conviction (keyakinan) bahwa hilirisasi itu butuh dua, yakni bahan baku dan ketersedian energi," jelasnya.
Untuk bahan baku, menurut dia, Indonesia sangat kaya mulai dari batubara, bauksit, nikel, timah, tembaga hingga emas. Faktor lain yang menjadi penentu adalah ketersedian energi murah.
"kami akan bangun hilirisasi, buat naikin GDP buat keberlanjutan dan stabilitas dari harga tapi tolong kami dikasih lokasi energi murah yaitu PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air)," ujarnya.
Hal tersebut yang membuat Inalum beserta anak usaha aktif membangun PLTA, salah satunya yang direncanakan adalah PLTA Sungai Kayan, Kalimantan Utara.
Sementara itu, untuk pendanaan proyek hilirisasi, Budi mengakui salah satu yang menjadi andalan adalah pendapatan dari Freeport Indonesia. Inalum saat ini menggengam 9,36% saham Freeport dan akan memiliki 51% saham setelah perusahaan asal Amerika Serikat selesai melakukan divestasi.
Freeport memiliki Ebitda (earning before interest, tax, depreciation and amortization) sebesar US$ 4 miliar dan pendapatan US$ 7 miliar. "Ini ke depannya powerfull buat kita," ujar Budi.
Sementara Rini Soemarno yang hadir di acara tersebut mengatakan Indonesia termasuk yang paling terlambat dalam pembangunan hilirisasi hasil tambang. "Yang kita tidak punya adalah teknologi karena tertinggal dari negara lain. Tapi jangan khawatir karena teknologi itu bisa kita beli," jelasnya.
(roy) Next Article Holding Tambang Tak Terpengaruh Perpanjangan Izin Freeport
Budi bercerita kejadian tersebut terjadi ketika awal menjabat sebagai Dirut Inalum yang menjadi holding BUMN tambang dan membawahi PT Aneka Tambang Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk serta PT Freeport Indonesia dengan kepemilikan minoritas.
Pengakuan ini, cerita Budi, membuat Rini Soemarno marah dan meninggalkannya di ruang rapat. "Kalau dia tidak mau hilirisasi, saya tidak mau ketemu dia," ujar Budi mengucapkan kembali perkataan Rini Soemarno kala itu.
Respons Bosnya tersebut yang membuat Budi berpikir keras untuk mewujudkan hilirisasi hasil tambang. "Saya sekarang butuh conviction (keyakinan) bahwa hilirisasi itu butuh dua, yakni bahan baku dan ketersedian energi," jelasnya.
Untuk bahan baku, menurut dia, Indonesia sangat kaya mulai dari batubara, bauksit, nikel, timah, tembaga hingga emas. Faktor lain yang menjadi penentu adalah ketersedian energi murah.
"kami akan bangun hilirisasi, buat naikin GDP buat keberlanjutan dan stabilitas dari harga tapi tolong kami dikasih lokasi energi murah yaitu PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air)," ujarnya.
Hal tersebut yang membuat Inalum beserta anak usaha aktif membangun PLTA, salah satunya yang direncanakan adalah PLTA Sungai Kayan, Kalimantan Utara.
Sementara itu, untuk pendanaan proyek hilirisasi, Budi mengakui salah satu yang menjadi andalan adalah pendapatan dari Freeport Indonesia. Inalum saat ini menggengam 9,36% saham Freeport dan akan memiliki 51% saham setelah perusahaan asal Amerika Serikat selesai melakukan divestasi.
Freeport memiliki Ebitda (earning before interest, tax, depreciation and amortization) sebesar US$ 4 miliar dan pendapatan US$ 7 miliar. "Ini ke depannya powerfull buat kita," ujar Budi.
Sementara Rini Soemarno yang hadir di acara tersebut mengatakan Indonesia termasuk yang paling terlambat dalam pembangunan hilirisasi hasil tambang. "Yang kita tidak punya adalah teknologi karena tertinggal dari negara lain. Tapi jangan khawatir karena teknologi itu bisa kita beli," jelasnya.
(roy) Next Article Holding Tambang Tak Terpengaruh Perpanjangan Izin Freeport
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular