
Menteri Rini Ungkap Ancaman di Industri Aluminium RI
Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia
19 May 2018 12:21

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri BUMN Rini Soemarno mengaku tersentak melihat data persaingan industri bauksit serta pengolahan aluminium di pasar ekspor.
Pasalnya, Indonesia sebagai negara yang memiliki cadangan bauksit nomor tujuh di dunia malah sempat menjadi pengekspor bauksit mentah terbesar di dunia dengan negara tujuan utama China.
Sementara China dengan cadangan terbesar bauksit terbesar nomor 2 di dunia malah tidak mengekspor dalam bentuk mentah, melainkan mengolahnya menjadi aluminium yang memiliki nilai lebih mahal.
"Nah ini yang menakutkan. Nanti cadangan (bauksit) Indonesia habis, kita tidak bisa bikin produk akhir dan akhirnya orang lain (negara lain) yang menikmati pasar kita," ujar Rini dalam sambutan di Buka Puasa Bersama Inalum dan anak usaha, Sabtu (19/5/2018).
Bauksit merupakan bahan mentah dalam pembuatan berbagai produk aluminium, seperti alloy, slab, pipa dan lain-lain. Indonesia sempat menjadi nomor satu pengekspor bauksit dunia, sekaligus menjadi pengimpor aluminium jadi dalam jumlah yang besar.
Rini mengungkaplan saat ini 60% produksi aluminium dunia dihasilkan oleh satu perusahaan China bernama Aluminium Corporation of China Ltd (Chinalco). "Dia mengimpor bauksit dari kita, beli bahan mentahnya dari kita," ujar Rini.
Hal ini disebabkan karena Indonesia terlambat untuk mengembangkan industri hilir hasil tambang, termasuk bauksit. Pasalnya, industri hilir hasil tambang memiliki kebutuhan modal yang sangat besar.
Keterlambatan Indonesia ini, yang menurut Rini menjadi dasar utama dalam pembentukan holding tambang. "Dengan holding kita mempunyai kemampuan keuangan yang lebih tinggi supaya kita bisa ke hilirisasi," ujarnya.
Melalui hilirisasi, tuturnya, pendapatan BUMN dan negara akan semakin besar karena poduk bahan jadi seperti aluminium memiliki harga puluhan kali lipat lebih mahal. "Misalnya produk bauksit menjadi aluminium slab yang digunakan untuk membangun kereta ringan atau kereta cepat, itu nilai tambahnya 32 kali lipat," tuturnya.
Pada tahun lalu, pemerintah telah membentuk holding BUMN tambang dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) sebagai induk. Inalum memiliki 3 anak usaha yang dikonsolidasikan yakni PT Bukit Asam Tbk, PT Aneka Tambang Tbk, dan PT Timah Tbk, serta 1 anak usaha dengan kepemilikan minoritas yakni PT Freeport Indonesia.
Pada akhir 2017, Inalum memiliki total aset US$ 6,8 miliar dengan total pendapatan US$ 3,5 miliar serta laba bersih sekitar US$ 500 juta.
(ray/ray) Next Article Jelang Setop Ekspor Bauksit, Ini Update Mega Proyek Inalum
Pasalnya, Indonesia sebagai negara yang memiliki cadangan bauksit nomor tujuh di dunia malah sempat menjadi pengekspor bauksit mentah terbesar di dunia dengan negara tujuan utama China.
Sementara China dengan cadangan terbesar bauksit terbesar nomor 2 di dunia malah tidak mengekspor dalam bentuk mentah, melainkan mengolahnya menjadi aluminium yang memiliki nilai lebih mahal.
Bauksit merupakan bahan mentah dalam pembuatan berbagai produk aluminium, seperti alloy, slab, pipa dan lain-lain. Indonesia sempat menjadi nomor satu pengekspor bauksit dunia, sekaligus menjadi pengimpor aluminium jadi dalam jumlah yang besar.
Rini mengungkaplan saat ini 60% produksi aluminium dunia dihasilkan oleh satu perusahaan China bernama Aluminium Corporation of China Ltd (Chinalco). "Dia mengimpor bauksit dari kita, beli bahan mentahnya dari kita," ujar Rini.
Hal ini disebabkan karena Indonesia terlambat untuk mengembangkan industri hilir hasil tambang, termasuk bauksit. Pasalnya, industri hilir hasil tambang memiliki kebutuhan modal yang sangat besar.
Keterlambatan Indonesia ini, yang menurut Rini menjadi dasar utama dalam pembentukan holding tambang. "Dengan holding kita mempunyai kemampuan keuangan yang lebih tinggi supaya kita bisa ke hilirisasi," ujarnya.
Melalui hilirisasi, tuturnya, pendapatan BUMN dan negara akan semakin besar karena poduk bahan jadi seperti aluminium memiliki harga puluhan kali lipat lebih mahal. "Misalnya produk bauksit menjadi aluminium slab yang digunakan untuk membangun kereta ringan atau kereta cepat, itu nilai tambahnya 32 kali lipat," tuturnya.
Pada tahun lalu, pemerintah telah membentuk holding BUMN tambang dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) sebagai induk. Inalum memiliki 3 anak usaha yang dikonsolidasikan yakni PT Bukit Asam Tbk, PT Aneka Tambang Tbk, dan PT Timah Tbk, serta 1 anak usaha dengan kepemilikan minoritas yakni PT Freeport Indonesia.
Pada akhir 2017, Inalum memiliki total aset US$ 6,8 miliar dengan total pendapatan US$ 3,5 miliar serta laba bersih sekitar US$ 500 juta.
(ray/ray) Next Article Jelang Setop Ekspor Bauksit, Ini Update Mega Proyek Inalum
Most Popular