Internasional

Krisis Venezuela: Inflasi Ribuan Persen Lumpuhkan Segalanya

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
17 May 2018 17:35
Krisis Venezuela: Inflasi Ribuan Persen Lumpuhkan Segalanya
Foto: REUTERS/Bruno Kelly
Venezuela, CNBC Indonesia - Di sebuah jalan di Maracaibo, jantung industri minyak Venezuela yang pernah berkembang, bus-bus tidak lagi beroperasi. Sebagai gantinya, orang-orang memadati kereta wisata mungil yang dijadikan angkutan untuk mengantarkan mereka pulang.
 
Sistem transportasi Maracaibo yang lumpuh adalah gejala kemunduran Venezuela, yang terjebak dalam krisis ekonomi dan politik yang parah, meskipun negara itu merupakan negara dengan cadangan minyak terbesar dunia.
 
Transportasi yang lumpuh, terbengkalainya pembangkit energi dan jaringan air, dan deretan supermarket yang tak ada habisnya, telah meningkatkan kejahatan di Venezuela. Kehancuran Venezuela disebabkan oleh anjloknya harga minyak, pemerintah yang tidak berjalan dengan baik akibat gejolak politik dan ekonomi lumpuh yang telah menghancurkan setiap lapisan masyarakat.
 
Di kota kedua Venezuela, Victor Colina yang berusia 52 tahun, harus mengemudikan kereta tunggal wisata kecil karena terpaksa untuk digunakan sebagai transportasi umum. "Aku akan melihat apakah aku bisa melakukannya," kata mantan montir tersebut.

 Ada sekitar 20 orang yang naik kereta tunggal. Sementara dua kereta lainnya tidak lagi berjalan, karena Colina tidak memiliki ban untuk keduanya.
 
Di ibukota Caracas, asisten toko Alida Huzz memimpikan hal yang sederhana, yaitu dapat memakan makanan bergizi dan berprotein dalam waktu dekat.
 
"Saya sudah memimpikan ayam, nasi, dan kentang untuk waktu yang lama. Saya punya nasi dan kentang, tetapi tidak ada ayam. Anda hanya bekerja dan bekerja tanpa digaji. Sebelumnya, kami bisa makan apa yang kami inginkan, tetapi sekarang tidak lagi." Katanya.
 
Tetangganya, Reina Rojas, menerima paket makanan pemerintah setiap enam minggu sekali dengan harga bersubsidi, tetapi jumlahnya terlalu sedikit untuk menyangga hidupnya.
 
"Hanya ada tiga kilo beras! Tiga paket spaghetti dan minyak! Siapa yang bisa hidup dengan itu?" tanya Rojas.
 
Di sebagian besar negara di dunia, biasanya tekanan yang membuat putus asa semacam ini akan membuat penduduk negara menyingkirkan pemimpinnya yang menjabat, pada pemilihan berikutnya.

Namun, rakyat Venezuela yang terdampak krisis, percaya kalau pemungutan suara hari Minggu nanti tidak akan mengubah apa pun. Rakyat percaya Presiden Nicolas Maduro tampaknya akan menjabat lagi meskipun kepemimpinannya telah menghancurkan perekonomian.
 
 

Jurnalis Federico Pereney, 41 tahun, berhenti dari pekerjaannya pada bulan September, setelah menyadari gajinya hanya setara seloyang pizza yang biasa ia habiskan bersama pacarnya. 

Hal ini mungkin sekali terjadi di Venezuela, dimana inflasi lebih dari 13.000% dan upah minimum yang sekitar US$36 (Rp 504.000) hanya akan cukup untuk membeli kurang dari satu kilogram daging.

 Ia percaya pemilu tidak akan memberikan kelegaan bagi penderitaan rakyat Venezuela.
 
"Mungkin harus ada perubahan internal dalam pemerintahan, karena tidak ada pertentangan," katanya, dilansir dari AFP.
 
Saat ini Pereney bekerja untuk dirinya sendiri, bahkan ia masih kesulitan memenuhi biaya hidupnya meski jika ia memiliki gaji yang lebih besar dari pacarnya.
 
"Kami tidak pergi ke bioskop lagi, itu terlalu mahal," katanya. Mereka juga tidak mampu memperbaiki AC di mobilnya atau membeli pakaian. 
 
Maduro, 56 tahun, telah menaikkan upah minimum tiga kali lipat pada tahun 2018 untuk mencoba mengimbangi inflasi yang tak terkendali.
 
Disela isak tangisnya, Rojas, seorang ibu rumah tangga berusia 50 tahun, mengatakan kepada AFP bahwa putra tertuanya putus kuliah untuk bekerja di sebuah lokasi bangunan di Ekuador.
 
"Dia mengirim uang untuk membantu kami," jelasnya.
 
Pekan lalu, Palang Merah mengatakan pada tahun lalu setidaknya ada satu juta orang telah memasuki negara tetangga, Kolombia, dan banyak dari mereka mencari pekerjaan di negara-negara ketiga seperti Ekuador dan Chili.
 


Sebuah rumah yang dihias dengan karya seni milik keluarga Corina Sosa, terletak di pinggiran timur Caracas yang makmur. Mereka tidak kesulitan untuk membeli makanan, tetapi ia dan suaminya yang seorang pengacara merasa kehidupannya telah berubah, dimana mereka telah mengurangi wisata dan kunjungan ke restoran.
 
Tabungan mereka digunakan untuk membayar pendidikan universitas anak-anak mereka di luar negeri.
 
"Sebelumnya kami bisa bertemu dengan teman-teman di rumah dan pergi makan, sekarang praktis semuanya hanya cukup untuk membeli makanan dan membayar gaji (karyawan). Kami terbiasa menabung untuk bepergian, tetapi sekarang tidak bisa lagi," kata Sosa.
 
Setiap kali putranya, Pedro, pergi keluar sepanjang malam, dia tidak tidur karena khawatir putranya telah menjadi korban kejahatan yang terus melonjak jumlahnya.
 
"Saya terus memikirkan bahwa telepon akan berdering, mengatakan dia telah diculik," katanya.
 
Armada keluarga itu yang berukuran 4x4, yang terparkir di jalan masuk, tidak dapat bergerak karena kurangnya suku cadang, baik tidak tersedia atau terlalu mahal.
 
Sementara Pedro, yang seorang pengacara berusia 28 tahun, memiliki tolak ukur yang berbeda untuk menggambarkan keadaan keluargannya yang telah memburuk.
 
"Membeli sebotol wiski di restoran adalah hal yang tidak mungkin lagi dapat dilakukan." Katanya.



Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular