Internasional

Pengusaha dan Pemerintah Perangi Jutaan Ton Sampah Plastik

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
23 April 2018 16:42
Pada tahun 2015, sekitar 6,3 metrik ton plastik baru telah menjadi sampah plastik dan hanya 9%-nya yang telah didaur ulang.
Foto: CNBC
Jakarta, CNBC Indonesia - Polusi plastik diketahui memiliki dampak jangka panjang, namun ada yang lebih buruk dari sekadar hal itu.

Pertama yaitu, ada banyak sekali jumlah sampah plastik. Sekitar 322 juta ton plastik, yang secara keseluruhan memiliki massa lebih dari 900 Empire State Buildings di Amerika Serikat (AS), diproduksi pada tahun 2015, menurut United Nations Environment Programme, lembaga PBB yang mengurusi isu-isu lingkungan.


Tahun lalu, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah Science Advances memperkirakan dunia telah memproduksi sekitar 8,3 miliar metrik ton plastik yang baru diproduksi (virgin plastic). Pada tahun 2015, sekitar 6,3 metrik ton dari plastik tersebut telah menjadi sampah plastik dan hanya 9%-nya yang telah didaur ulang.

Banyak plastik yang juga dibuang ke lautan menyebabkan kerusakan keanekaragaman hayati laut dan juga dipercaya dapat menjadi serpihan berukuran sangat kecil, atau mikroplastik, yang kemudian dicerna oleh hewan dan secara tidak langsung, oleh manusia - meskipun tidak ada bukti yang meyakinkan tentang betapa berbahayanya hal ini bagi kita, dilansir dari CNBC International.

Banyak masalah yang muncul terkait pada bahan yang terkandung dalam plastik, di mana faktanya plastik yang sangat banyak digunakan saat ini ternyata tidak dapat diuraikan oleh bakteri (biodegradable). Sehingga, plastik akan terakumulasi, baik di daratan maupun lautan.

Tidak adanya tindakan yang dilakukan untuk menangani masalah tersebut pastinya merupakan hal yang bisa memperburuk keadaan. Jumlah plastik yang terakumulasi di laut diperkirakan meningkat tiga kali lipat antara tahun 2015 sampai 2025, menurut laporan yang dibuat oleh Kantor Sains Pemerintah Inggris.

Masalah tersebut merupakan hal buruk bagi lingkungan dan perekonomian: United Nations Environment Programme menemukan bahwa sampah laut menyebabkan kerugian minimal US$8 miliar (Rp 111,8 triliun) per tahun terhadap kerusakan ekosistem laut.

Mengatasi sampah plastik

Pemerintah adalah salah satu lembaga yang mencari langkah-langkah untuk mengurangi pencemaran lingkungan, di mana pada bulan Januari tahun ini pemerintah Uni Eropa menerapkan strategi untuk menangani sampah plastik.

Beberapa langkah dalam strategi tersebut termasuk mengurangi penggunaan kantong plastik, serta investasi di bidang teknologi dan bahan-bahan pembuatan plastik agar lebih ramah lingkungan. Uni Eropa menjanjikan tambahan 100 juta euro (Rp 1,8 triliun) untuk mendorong pengembangan lebih banyak bahan plastik yang dapat didaur ulang dan membuat daur ulang lebih efisien.

Dan bukan hanya pemerintah Eropa, pemerintah Indonesia tahun lalu juga menjanjikan hingga US$1 miliar dalam setahun untuk mengurangi jumlah sampah di laut.

Korporasi juga memperhatikan masalah ini karena semakin banyaknya konsumen yang meminta produk ramah lingkungan. Raksasa teknologi Dell tahun lalu meluncurkan program percontohan untuk mendaur ulang plastik lautan untuk membuat baki kemasan untuk laptop.

Lainnya, ada perusahaan barang konsumen Unilever dan pabrik makanan dan minuman raksasa Nestle yang telah berjanji untuk membuat 100% kemasan plastiknya dapat didaur ulang.

Beberapa perusahaan rintisan (startup) yang lebih kecil juga telah berusaha untuk menangani masalah ini.

Perusahaan pengantaran makanan yang berbasis di Berlin, Foodpanda tahun ini mulai memberi pengguna di Asia Pasifik pilihan untuk tidak lagi memakai peralatan makan sekali pakai, di tengah meningkatnya kekhawatiran di mana layanan pengiriman makanan yang menjamur dipercaya menghasilkan lebih banyak limbah akibat penggunaan kemasan sekali pakai.

Di Singapura, di mana langkah itu diluncurkan di antara 20 vendor Foodpanda pada bulan Januari, 10% pemesannya telah memilih untuk tidak memaki peralatan makan sekali pakai untuk membungkus makanan mereka. Startup tersebut berharap dapat menghemat sejuta set peralatan makan pada akhir tahun, kata Laura Kantor, kepala pemasaran dan sustainability di Foodpanda.

Bioplastik

Permintaan akan bahan-bahan alternatif dari para pebisnis yang ingin memenuhi permintaan konsumen untuk going green, pada akhirnya mendorong munculnya industri bioplastik. Berbagai riset pasar memperkirakan nilai sektor ini mencapai antara US$35 miliar hingga US$65,6 miliar pada tahun 2022.

Hal itu adalah kabar baik bagi produsen bioplastik yang berbasis di Singapura, Olive Green, yang memproduksi berbagai peralatan makan sekali pakai dan produk pengemasan biodegradable dari bioplastik berbasis jagung yang dikembangkannya. Pasar sektor ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan pasar plastik tradisional, dan penerimaan pasar terhadap alternatif produk dapat membuat industri menjadi sulit, kata Chief Executive Olive Green Aloysius Cheong.

Sebagai perbandingan, total kapasitas bioplastik saat ini mencapai 4,2 juta ton, dibandingkan dengan 302 juta ton total permintaan untuk lima polimer teratas tahun lalu, menurut perusahaan riset pasar PCI Wood Mackenzie.


Namun, Cheong mengatakan ia memiliki pandangan positif pada prospek sektor ini. Dia menunjuk tindakan yang dijalankan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir sebagai sumber optimisme, mengutip larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai di beberapa wilayah di India, yang disebut sebagai tanda membangun momentum.

Untuk saat ini, ada beberapa tantangan yang masih dihadapi bioplastik, termasuk skala ekonomi untuk produksi dan rintangan terkait biaya, kata analis dari PCI Wood Mackenzie kepada CNBC.

Jika masalah itu bisa diselesaikan, "dalam jangka panjang, kita bisa melihat dampak materialnya," kata PCI Wood Mackenzie. "Jika ada sesuatu yang menjadikan biaya lebih efektif, itu kemungkinan akan dilaksanakan," kata para analis, menambahkan bahwa perubahan undang-undang atau perpajakan dapat membantu sektor bioplastik - namun umumnya mereka bergerak lambat.

"Selama tantangan yang dihadapi biomassa saat ini dapat diatasi, biomassa dapat menjadi pasokan yang lebih banyak digunakan. Biokimia dan bioplastik kemudian dapat menekan sebagian permintaan minyak, seperti daur ulang yang dapat menekan permintaan terhadap plastik murni secara keseluruhan," menurut PCI Wood Mackenzie.
(prm) Next Article Kewalahan Hadapi Sampah, Seattle Larang Sedotan Plastik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular