
Sri Mulyani Ungkap Kondisi APBN & Utang Pemerintah per Maret
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
17 April 2018 06:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi keuangan pemerintah selama tiga bulan pertama 2018 dipaparkan secara rinci oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hari Selasa (17/4/2018). Pada periode tersebut, realisasi APBN 2018 sudah mencatatkan defisit hingga 0,58% dari produk domestik bruto (PDB).
Dalam tiga bulan pertama 2018, sejumlah asumsi makro sudah meleset dari realisasi di lapangan.
"Untuk pertumbuhan ekonomi masih terus diupayakan hingga 5,4% dan inflasi masih akan terjaga di 3,5%. Sampai Maret 2018 realiasasi inflasi sudah 3,4%," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita Maret 2018 di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hari Selasa.
"Untuk nilai tukar rupiah asumsinya Rp 13.500 namun realisasinya rata-rata Rp 13.758/US$. Sementara untuk ICP asumsinya US$48 dolar per barel namun sampai Maret 2018 realisasinya US$63 dolar per barel," imbuh Sri Mulyani.
Ia juga menyampaikan lifting minyak dan gas yang ikut meleset. Untuk asumsi lifting minyak adalah 800.000 barel per hari namun realisasinya 715.000 barel per hari. Sedangkan gas diasumsikan 1,2 juta barel setara minyak per hari namun realisasinya 1,13 juta barel per hari.
Pemerintah telah menambah utang baru sebesar Rp 148,2 triliun selama 3 bulan pertama 2018. Meskipun terus berutang, namun jumlahnya lebih rendah dibandingkan pada periode yang sama di tahun 2017.
Realisasi pembiayaan utang hingga Maret 2018 sebesar Rp 148,2 triliun atau lebih rendah 21% dari periode yang sama tahun 2017 yang mencapai Rp 187,9 triliun.
Adapun jumlah tersebut sudah mencapai 46% dari target utang baru dalam APBN 2018 yang sebesar Rp 399,2 triliun.
"Kita akan tetap menjaga APBN dengan sehat dan mengelola utang dengan hati-hati," kata Sri Mulyani.
Pemerintah menargetkan defisit APBN 2018 sebesar 2,19% tahun 2018. Sampai Maret 2018, defisit APBN 2018 berada di 0,58%.
"Tahun ini pertumbuhan ekonomi dalam range 5,22%-5,41%," kata Sri Mulyani.
Realisasi penyerapan anggaran belanja pemerintah pusat pada kuartal I-2018 atau Januari-Maret 2018 mencapai Rp 234 triliun. Ini berarti 16,1% dari pagu yang ada di APBN 2018 yang mencapai Rp 1.454,5 triliun.
Rinciannya dalam daftar tersebut terlihat, dalam tiga bulan di 2018 pemerintah membayar cicilan bunga utang Rp 68,5 triliun atau 28,7% dari pagu APBN 2018. Lebih jauh, penerimaan negara dari bidang perpajakan pada triwulan I-2018 sebesar Rp 262,4 triliun atau naik 16,2% dibandingkan penerimaan tahun 2017 periode yang sama tanpa tax amnesty.
"Dilihat dari sisi penerimaan perpajakan triwulan I 2018 kita telah menerima sebesar Rp 262,4 triliun atau terjadi pertumbuhan 16,2% (dibanding tahun lalu) dengan tanpa memperhitungkan Tax Amnesty (TA). Untuk Pajak Non-Migas kenaikannya tanpa TA adalah sangat sehat 23,1%. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya pertumbuhannya hanya 9,5%. Jadi, dalam hal ini sudah terjadi penguatan," jelasnya.
Sri Mulyani menjelaskan, hampir seluruh jenis pajak utama tumbuh. Pertumbuhan sangat baik juga terjadi pada penerimaan Bea dan Cukai. Triwulan I ini penerimaan Bea dan Cukai tumbuh hingga 15,84% dibandingkan tahun sebelumnya negatif 7,07%.
Begitu juga dengan capaian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang mencapai Rp 71,1 Triliun atau mampu tumbuh hingga 22,1%.
"Poin kita adalah penerimaan perpajakan menunjukkan suatu perkembangan yang cukup menggembirakan dan ini menunjukkan juga bahwa denyut ekonomi kita sudah mulai menunjukkan kenaikan PPh Pasal 21 tumbuh 15,73%. Ini tumbuh tertinggi sejak tahun 2013. (Itu) tanda ada kenaikan gaji maupun orang kerja secara tetap," imbuhnya.
Pemerintah juga melaporkan keseimbangan primer dalam APBN 2018 per akhir Maret defisit sebesar Rp 17,3 triliun. Defisit keseimbangan primer turun dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 38,7 triliun.
Keseimbangan primer adalah selisih antara penerimaan negara dikurangi belanja yang tidak termasuk pembayaran utang. Jika nilainya masih defisit, maka artinya pemerintah harus berutang lagi untuk membayar utang-utang yang jatuh tempo.
(prm) Next Article APBN 2019 Jadi Instrumen Countercyclical, Apa Tuh?
Dalam tiga bulan pertama 2018, sejumlah asumsi makro sudah meleset dari realisasi di lapangan.
"Untuk pertumbuhan ekonomi masih terus diupayakan hingga 5,4% dan inflasi masih akan terjaga di 3,5%. Sampai Maret 2018 realiasasi inflasi sudah 3,4%," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita Maret 2018 di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hari Selasa.
Ia juga menyampaikan lifting minyak dan gas yang ikut meleset. Untuk asumsi lifting minyak adalah 800.000 barel per hari namun realisasinya 715.000 barel per hari. Sedangkan gas diasumsikan 1,2 juta barel setara minyak per hari namun realisasinya 1,13 juta barel per hari.
Pemerintah telah menambah utang baru sebesar Rp 148,2 triliun selama 3 bulan pertama 2018. Meskipun terus berutang, namun jumlahnya lebih rendah dibandingkan pada periode yang sama di tahun 2017.
Realisasi pembiayaan utang hingga Maret 2018 sebesar Rp 148,2 triliun atau lebih rendah 21% dari periode yang sama tahun 2017 yang mencapai Rp 187,9 triliun.
Adapun jumlah tersebut sudah mencapai 46% dari target utang baru dalam APBN 2018 yang sebesar Rp 399,2 triliun.
"Kita akan tetap menjaga APBN dengan sehat dan mengelola utang dengan hati-hati," kata Sri Mulyani.
Pemerintah menargetkan defisit APBN 2018 sebesar 2,19% tahun 2018. Sampai Maret 2018, defisit APBN 2018 berada di 0,58%.
"Tahun ini pertumbuhan ekonomi dalam range 5,22%-5,41%," kata Sri Mulyani.
Realisasi penyerapan anggaran belanja pemerintah pusat pada kuartal I-2018 atau Januari-Maret 2018 mencapai Rp 234 triliun. Ini berarti 16,1% dari pagu yang ada di APBN 2018 yang mencapai Rp 1.454,5 triliun.
Rinciannya dalam daftar tersebut terlihat, dalam tiga bulan di 2018 pemerintah membayar cicilan bunga utang Rp 68,5 triliun atau 28,7% dari pagu APBN 2018. Lebih jauh, penerimaan negara dari bidang perpajakan pada triwulan I-2018 sebesar Rp 262,4 triliun atau naik 16,2% dibandingkan penerimaan tahun 2017 periode yang sama tanpa tax amnesty.
"Dilihat dari sisi penerimaan perpajakan triwulan I 2018 kita telah menerima sebesar Rp 262,4 triliun atau terjadi pertumbuhan 16,2% (dibanding tahun lalu) dengan tanpa memperhitungkan Tax Amnesty (TA). Untuk Pajak Non-Migas kenaikannya tanpa TA adalah sangat sehat 23,1%. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya pertumbuhannya hanya 9,5%. Jadi, dalam hal ini sudah terjadi penguatan," jelasnya.
Sri Mulyani menjelaskan, hampir seluruh jenis pajak utama tumbuh. Pertumbuhan sangat baik juga terjadi pada penerimaan Bea dan Cukai. Triwulan I ini penerimaan Bea dan Cukai tumbuh hingga 15,84% dibandingkan tahun sebelumnya negatif 7,07%.
Begitu juga dengan capaian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang mencapai Rp 71,1 Triliun atau mampu tumbuh hingga 22,1%.
"Poin kita adalah penerimaan perpajakan menunjukkan suatu perkembangan yang cukup menggembirakan dan ini menunjukkan juga bahwa denyut ekonomi kita sudah mulai menunjukkan kenaikan PPh Pasal 21 tumbuh 15,73%. Ini tumbuh tertinggi sejak tahun 2013. (Itu) tanda ada kenaikan gaji maupun orang kerja secara tetap," imbuhnya.
Pemerintah juga melaporkan keseimbangan primer dalam APBN 2018 per akhir Maret defisit sebesar Rp 17,3 triliun. Defisit keseimbangan primer turun dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 38,7 triliun.
Keseimbangan primer adalah selisih antara penerimaan negara dikurangi belanja yang tidak termasuk pembayaran utang. Jika nilainya masih defisit, maka artinya pemerintah harus berutang lagi untuk membayar utang-utang yang jatuh tempo.
(prm) Next Article APBN 2019 Jadi Instrumen Countercyclical, Apa Tuh?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular