Pertamina Belum Siap Penuhi Aturan Euro 4 Pada September
Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
16 April 2018 19:22

Jakarta, CNBC Indonesia - Penerapan BBM berstandar Euro 4 sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2017 akan dilonggarkan dari jadwal penerapan seharusnya pada September mendatang.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan akan ada kelonggaran atas penerapan aturan tersebut sekitar enam bulan dari seharusnya.
"Enam bulan dari September 2018. Kami menerapkan kalau bisa di daerah yang padat dulu. Kalau di daerah remote, yang penduduknya tidak banyak, itu masih bisa," kata dia di Gedung DPR RI, Senin (16/4/2018).
Siti menyebut pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Perindustrian dan PT Pertamina (Persero) terkait penerapannya.
Namun, Pertamina sendiri juga meminta waktu kelonggaran karena masih sulit dalam melakukan penyesuaian terkait distribusi alat yang berbeda antara satu jenis BBM dengan lainnya.
"Kalau produksi, ada yang sudah seperti di Cilacap sudah, tinggal mendistribusikannya bagaimana," ujar Siti.
Daerah yang dianggap Siti padat adalah Jabodetabek dan Bali. Maka dari itu, dia ingin penerapan Euro 4 bisa dilakukan di wilayah-wilayah tersebut pada masa transisi nanti.
Dia mencontohkan, wilayah Jabodetabek memiliki kualitas udara yang buruk bila berdasarkan standar WHO.
Terlepas dari itu, Siti belum dapat memberi tanggapan atas instruksi Presiden Joko Widodo mewajibkan kembali premium di Jawa, Madura, dan Bali (Jamali). Dia mengaku tak mempermasalahkan oktan atau jenis BBM yang digunakan, yang penting adalah memiliki kandungan sulfur rendah.
"Di Pertamina saja masih ada perdebatan antara sulfur dan oktan. Saya tidak ambil pusing, yang penting sulfurnya rendah," tutur Siti.
(ray/ray) Next Article Premium Wajib di Jawa-Bali, Bagaimana Nasib Euro 4?
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan akan ada kelonggaran atas penerapan aturan tersebut sekitar enam bulan dari seharusnya.
"Enam bulan dari September 2018. Kami menerapkan kalau bisa di daerah yang padat dulu. Kalau di daerah remote, yang penduduknya tidak banyak, itu masih bisa," kata dia di Gedung DPR RI, Senin (16/4/2018).
Namun, Pertamina sendiri juga meminta waktu kelonggaran karena masih sulit dalam melakukan penyesuaian terkait distribusi alat yang berbeda antara satu jenis BBM dengan lainnya.
"Kalau produksi, ada yang sudah seperti di Cilacap sudah, tinggal mendistribusikannya bagaimana," ujar Siti.
Daerah yang dianggap Siti padat adalah Jabodetabek dan Bali. Maka dari itu, dia ingin penerapan Euro 4 bisa dilakukan di wilayah-wilayah tersebut pada masa transisi nanti.
Dia mencontohkan, wilayah Jabodetabek memiliki kualitas udara yang buruk bila berdasarkan standar WHO.
Terlepas dari itu, Siti belum dapat memberi tanggapan atas instruksi Presiden Joko Widodo mewajibkan kembali premium di Jawa, Madura, dan Bali (Jamali). Dia mengaku tak mempermasalahkan oktan atau jenis BBM yang digunakan, yang penting adalah memiliki kandungan sulfur rendah.
"Di Pertamina saja masih ada perdebatan antara sulfur dan oktan. Saya tidak ambil pusing, yang penting sulfurnya rendah," tutur Siti.
(ray/ray) Next Article Premium Wajib di Jawa-Bali, Bagaimana Nasib Euro 4?
Most Popular