Internasional

Facebook Minta Maaf Pasca Masyarakat Myanmar Ancam Zuckerberg

Rehiya Sebayang, CNBC Indonesia
06 April 2018 19:22
Facebook akhirnya meminta maaf pada hari Jumat (6/4/2018) kepada kelompok masyarakat sipil Myanmar
Foto: REUTERS/Dado Ruvic
Jakarta, CNBC Indonesia - Facebook meminta maaf pada hari Jumat (6/4/2018) kepada kelompok masyarakat sipil Myanmar yang mempermasalahkan sikap sang CEO Mark Zuckerberg terkait dengan usaha raksasa media sosial tersebut dalam menghentikan ujaran kebencian di Myanmar.

Pada hari Kamis (5/4/2018), enam organisasi asal negara tersebut mempublikasikan surat terbuka yang isinya mengkritisi hasil wawancara Zuckerberg pekan lalu. Dalam wawancara tersebut, Zuckerberg memaparkan bahwa baik masyarakat Budha maupun Muslim di Myanmar sama-sama menyebarkan provokasi melalui platform Facebook Messenger.

"Hal itu merupakan bukti bahwa orang-orang mencoba menggunakan platform kami untuk dapat menghasut bahaya yang nyata. Terkait hal tersebut, sistem kami mendeteksi bahwa itu sedang terjadi (provokasi melalui Facebook). Kami menghentikan pesan-pesan tersebut supaya tak menyebar lebih lanjut," terang Zuckerberg seperti dilansir AFP, Jumat (6/4/2018).

Dalam surat terbuka tersebut, organisasi teknologi dan hak asasi manusia asal Myanmar mengaku terkejut mendengar pernyataan Zuckerberg yang justru membanggakan efektifnya sistem yang dimiliki Facebook di Myanmar.

"Butuh waktu lebih dari empat hari sejak pesan mulai beredar hingga akhirnya dapat disampaikan kepada Anda (Zuckerberg)," kata surat itu.

"Alih-alih dihentikan, pesan-pesan tersebut justru menyebar dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya, menjangkau seluruh negeri dan menyebabkan ketakutan yang meluas dan setidaknya tiga insiden kekerasan karenanya."

Ketika dimintai keterangan, juru bicara Facebook mengakui bahwa perusahaannya terlalu lambat dalam menanggapi laporan-laporan terkait ujaran kebencian.

"Kami seharusnya lebih cepat dan saat ini kami bekerja keras untuk membenahi sistem guna mendeteksi dan mencegah konten-konten ujaran kebencian dan kebohongan," jelas juru bicara tersebut kepada AFP memalui email.


"Kami meminta maaf bahwa Mark (Zuckerberg) tak menyatakan secara lebih jelas bahwa kelompok masyarakat sipil Myanmar merupakan pihak pertama yang melaporkan konten-konten (provokasi) tersebut."


Facebook juga diketahui telah menambah jumlah reviewer berbahasa Myanmar dan saat ini sedang meluncurkan sebuah sistem yang memberikan akses kepada pengguna Facebook Meseenger untuk melaporkan konten-konten di dalamnya.


Dalam surat terbukanya para organisasi tersebut mengatakan bahwa respon dari raksasa media sosial tersebut terhadap ujaran kebencian dan rumor di Myanmar dinilai "tidak memadai" selama bertahun-tahun lamanya. Mereka menambahkan bahwa tawaran mereka untuk bersama-sama mencari solusi yang lebih baik tidak diindahkan oleh perusahaan.

Organisasi-organisasi tersebut memaksa Facebook untuk menambahkan sistem pelaporan pada aplikasi Facebook Messenger, meningkatkan transparansi, meningkatkan interaksi dengan para pemangku kepentingan lokal, serta memaksimalkan data & tim teknisnya guna mengidentifikasi pengguna yang sudah berkali-kali melakukan pelanggaran.



"Facebook tak memiliki kantor di Myanmar," jelas Jes Kaliebe Petersen, CEO dari Phandeeyar yang ikut menandatangani surat terbuka tersebut.


"Kami tidak melihat adanya komitmen yang memadai dari Facebook untuk menyelesaikan permasalahan di Myanmar," tambahnya.


Di Myanmar, Facebook menjadi saluran komunikasi utama baik bagi masyarakat maupun pemerintah. Namun saat ini Facebook banyak di kritik karena diduga membantu menyebarkan kebencian etnis di Myanmar.

Penyelidikan terhadap media sosial itu semakin meningkat setelah kampanye militer berdarah terhadap Rohingya yang meletus Agustus lalu menyebabkan sekitar 700.000 masyarakat minoritas Muslim Myanmar mengungsi ke Bangladesh.

Pada bulan Maret, pelapor khusus PBB untuk Myanmar, Yanghee Lee mengatakan Facebook telah berubah menjadi "binatang buas" dan telah menghasut "banyak kekerasan dan banyak kebencian terhadap Rohingya atau etnis minoritas lainnya".


(dru) Next Article Facebook Tahu Data Bocor Sejak 2015 Namun Diam Saja

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular