
KKP: Aturan Impor Garam Dirumuskan Saat Menteri Susi di AS
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
26 March 2018 19:17

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti mengklaim Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 2018 diundangkan tanpa persetujuan KKP.
PP tersebut pada intinya berisi pengalihan wewenang pemberian rekomendasi impor garam bahan baku industri dari Menteri Kelautan dan Perikanan kepada Menteri Perindustrian Airlangga.
Brahmantya mengakui KKP diundang untuk hadir dalam rapat koordinasi terbatas guna menyusun PP tersebut, pada tanggal 14 Maret dan 16 Maret 2018 di kantor Kemenko Perekonomian.
Kemudian, dirinya hadir mewakili Menteri KKP Susi Pudjiastuti yang tengah berada di Amerika Serikat.
"Saya di rakor garam tanggal 14 Maret bertanya 3 hal: apa dasar penyusunan PP tersebut? PP kan harus ada mandatnya, dan lain-lain. Lalu apakah pengaturan sesuai pasal 38 UU 7/2016 tidak cukup? Lalu terkait dengan komoditas perikanan, Peraturan Menterinya memang sedang disiapkan tapi itu kan bukan wewenang saya," ungkap Brahmantya usai rapat dengan Komisi IV di Gedung DPR, Senin (26/3/2018).
"Selesai rapat saya bilang, draft ini saya bawa dulu. Saya tidak paraf, saya hanya tanda tangan daftar hadir," jelas Brahmantya.
Dua hari kemudian, 16 Maret 2018, dirinya kembali diundang rakortas terkait pemenuhan garam kebutuhan industri.
Brahmantya mengira ada kebutuhan tambahan, namun ternyata dalam rapat tersebut dia diinformasikan bahwa PP telah diundangkan.
"Ketika disampaikan seperti itu bahwa PPnya sudah diundangkan, saya cuma bilang [saya akan] laporkan ke Bu Menteri. Karena waktu itu Bu Menteri masih di Amerika saat dua kali rapat itu," jelas Brahmantya.
(ray/ray) Next Article Tak Becus Tekan Impor Garam, RI Jangan Harap Jadi Negara Maju
PP tersebut pada intinya berisi pengalihan wewenang pemberian rekomendasi impor garam bahan baku industri dari Menteri Kelautan dan Perikanan kepada Menteri Perindustrian Airlangga.
Brahmantya mengakui KKP diundang untuk hadir dalam rapat koordinasi terbatas guna menyusun PP tersebut, pada tanggal 14 Maret dan 16 Maret 2018 di kantor Kemenko Perekonomian.
"Saya di rakor garam tanggal 14 Maret bertanya 3 hal: apa dasar penyusunan PP tersebut? PP kan harus ada mandatnya, dan lain-lain. Lalu apakah pengaturan sesuai pasal 38 UU 7/2016 tidak cukup? Lalu terkait dengan komoditas perikanan, Peraturan Menterinya memang sedang disiapkan tapi itu kan bukan wewenang saya," ungkap Brahmantya usai rapat dengan Komisi IV di Gedung DPR, Senin (26/3/2018).
"Selesai rapat saya bilang, draft ini saya bawa dulu. Saya tidak paraf, saya hanya tanda tangan daftar hadir," jelas Brahmantya.
Dua hari kemudian, 16 Maret 2018, dirinya kembali diundang rakortas terkait pemenuhan garam kebutuhan industri.
Brahmantya mengira ada kebutuhan tambahan, namun ternyata dalam rapat tersebut dia diinformasikan bahwa PP telah diundangkan.
"Ketika disampaikan seperti itu bahwa PPnya sudah diundangkan, saya cuma bilang [saya akan] laporkan ke Bu Menteri. Karena waktu itu Bu Menteri masih di Amerika saat dua kali rapat itu," jelas Brahmantya.
(ray/ray) Next Article Tak Becus Tekan Impor Garam, RI Jangan Harap Jadi Negara Maju
Most Popular