
Internasional
Cambridge Analytica, Dari Iklan Hingga Curi Data Facebook
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
20 March 2018 14:50

San Francisco, CNBC Indonesia - Cambridge Analytica, perusahaan analisis data asal Inggris, saat ini sedang jadi sorotan seluruh dunia dan target investigasi pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Inggris setelah dua harian pada hari Minggu (18/3/2018) memberitakan bahwa perusahaan secara ilegal mendapat data pribadi pengguna Facebook sejak tahun 2014.
Lebih dikenal karena membantu kampanye pemilihan presiden (pilpres) AS bagi kubu Donald Trump di tahun 2016, Cambridge Analytica saat ini menghadapi upaya pemerintah yang akan menggeledah kantornya di London, pertanyaan dari otoritas AS, dan permintaan Facebook yang diajukan ke audit forensik.
Berikut adalah beberapa informasi tentang perusahaan yang dilansir dari Reuters.
Bagaimana perusahaan didirikan?
Cambridge Analytica adalah cabang dari SCL (Strategic Communication Laboratories) Group, kontraktor pemerintah dan militer yang mengatakan bergerak di semua bidang mulai dari riset keamanan makanan sampai kontra-narkotika dan kampanye politik. SCL didirikan lebih dari 25 tahun lalu, menurut keterangan di situsnya.
Cambridge Analytica didirikan sekitar tahun 2013 dengan fokus awal pada pemilu AS, dengan sokongan dana sebesar US$15 juta (Rp 206,3 miliar) dari donatur Partai Republik, miliuner Robert Mercer, dan seseorang yang kemudian menjadi Penasehat Gedung Putih Trump, Steve Bannon, menurut laporan New York Times.
Perusahaan, yang menurut laporan New York Times dulunya memiliki sebagian besar pekerja asal Inggris, membantu kampanye Senator Republik Ted Cruz sebelum membantu Trump.
Apa yang mereka kerjakan?
Cambridge Analytica memasarkan dirinya sendiri sebagai penyedia riset konsumen, periklanan tertarget, dan layanan lain berkaitan dengan data untuk klien politik dan korporasi.
Pihaknya tidak membuat daftar klien korporasi, tetapi di situsnya mereka menyebut kliennya termasuk surat kabar yang ingin tahu lebih banyak tentang pelanggan, merek pakaian perempuan yang mencari penelitian tentang konsumennya, dan perusahaan asuransi otomotif AS yang berminat pada pemasaran.
Kanal berita Channel 4 News dari Inggris melaporkan pada hari Senin (19/3/2018), berdasarkan video yang direkam secara rahasia, Cambridge Analytica diam-diam mengelola kampanye Presiden Kenya Uhuru Kenyatta dalam pemilu tahun 2013 dan 2017. Cambridge Analytica menyangkal laporan tersebut.
Situs perusahaan mencantumkan daftar lima lokasi kantornya di New York, Washington, London, Brazil, dan Malaysia.
Kapan situs ini pertama kali mencuri perhatian?
Setelah Trump memenangkan posisi presiden di tahun 2016, sebagian dengan bantuan perusahaan, CEO Cambridge Analytica Alexander Nix mendatangi lebih banyak klien untuk menawarkan layanannya, menurut pemberitaan Times tahun lalu.
Pihak perusahaan sesumbar dapat mengembangkan profil psikologis konsumen dan pemilih yang merupakan "resep rahasia" yang digunakan untuk mempengaruhi pemilih dengan lebih efektif daripada periklanan tradisional.
Meskipun begitu, konsultan dan pembantu kampanye lainnya mengungkapkan keraguannya terhadap klaim perusahaan itu.
Brad Parscale, yang mengelola operasi digital Trump di tahun 2016, mengatakan kampanye itu tidak menggunakan data Cambridge Analytica. Kampanye itu justru bergantung pada data pemilih dari operasi Komite Nasional Partai Republik.
Apa tuduhannya?
Pada tahun 2014, Cambridge Analytica mulai mendapatkan data 50 juta pengguna Facebook lewat cara-cara yang mengelabui pengguna dan Facebook, kata pemberitaan New York Times asal AS dan Observer asal Inggris pada hari Sabtu.
Data-data tersebut dipanen dengan aplikasi yang dikembangkan oleh akademisi Inggris, Aleksandr Kogan. Sekitar 270.000 orang mengunduh aplikasi dan masuk dengan data akun mereka, menurut Facebook. Aplikasi itu mengumpulkan data pengguna, termasuk teman-temannya. Kogan kemudian menyerahkan data itu ke Cambridge Analytica, menurut Cambridge Analytica dan Facebook.
Cambridge Analytica mengatakan pada hari Sabtu (17/3/2018), awalnya pihaknya tidak mengetahui Kogan melanggar ketentuan Facebook dan menghapus data itu setelah terbongkar di tahun 2015. Kogan tidak menanggapi permintaan komentarnya.
Walaupun begitu, data itu tidak dihapus, kata laporan kedua koran pada hari Sabtu. Cambridge Analytica mengatakan dugaan tersebut tidak benar. Sementara itu, Facebook mengatakan sedang melakukan investigasi untuk memverifikasi kebenaran klaim itu.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Facebook mengatakan pihaknya menuntut jawaban Cambridge Analytica, setelah mendapatkan kepastian dari perusahaan di tahun 2015 bahwa mereka sudah menghapus semua datanya. Facebook telah mempekerjakan auditor forensik dari perusahaan Stroz Friedberg untuk membantu penyelidikan.
Sambil menginvestigasi, Facebook mengatakan telah men-suspend Cambridge Analytica, perusahaan induknya SCL, Kogan, dan Christopher Wylie, mantan karyawan Cambridge Analytica, dari kanalnya karena melanggar peraturan platform.
Namun, penyelidikan Facebook sepertinya harus menanti sampai otoritas pemerintahan menuntaskan investigasinya. Kantor Komisioner Informasi Inggris sedang meminta surat perintah hakim untuk menggeledah kantor Cambridge Analytica dan meminta auditor Facebook untuk tidak ikut campur sementara ini, menurut Facebook.
Jaksa Agung dari negara bagian AS, Massachusetts dan Connecticut, telah meluncurkan investigasi tentang bagaimana data Facebook ditangani. Sementara kantor Jaksa Agung di California, lokasi kantor Facebook, mengatakan pihaknya tidak memiliki kekhawatiran apapun.
(prm) Next Article Politisi Partai Republik Sesalkan Kebocoran Data Facebook
Lebih dikenal karena membantu kampanye pemilihan presiden (pilpres) AS bagi kubu Donald Trump di tahun 2016, Cambridge Analytica saat ini menghadapi upaya pemerintah yang akan menggeledah kantornya di London, pertanyaan dari otoritas AS, dan permintaan Facebook yang diajukan ke audit forensik.
Berikut adalah beberapa informasi tentang perusahaan yang dilansir dari Reuters.
Cambridge Analytica adalah cabang dari SCL (Strategic Communication Laboratories) Group, kontraktor pemerintah dan militer yang mengatakan bergerak di semua bidang mulai dari riset keamanan makanan sampai kontra-narkotika dan kampanye politik. SCL didirikan lebih dari 25 tahun lalu, menurut keterangan di situsnya.
Cambridge Analytica didirikan sekitar tahun 2013 dengan fokus awal pada pemilu AS, dengan sokongan dana sebesar US$15 juta (Rp 206,3 miliar) dari donatur Partai Republik, miliuner Robert Mercer, dan seseorang yang kemudian menjadi Penasehat Gedung Putih Trump, Steve Bannon, menurut laporan New York Times.
Perusahaan, yang menurut laporan New York Times dulunya memiliki sebagian besar pekerja asal Inggris, membantu kampanye Senator Republik Ted Cruz sebelum membantu Trump.
Apa yang mereka kerjakan?
Cambridge Analytica memasarkan dirinya sendiri sebagai penyedia riset konsumen, periklanan tertarget, dan layanan lain berkaitan dengan data untuk klien politik dan korporasi.
Pihaknya tidak membuat daftar klien korporasi, tetapi di situsnya mereka menyebut kliennya termasuk surat kabar yang ingin tahu lebih banyak tentang pelanggan, merek pakaian perempuan yang mencari penelitian tentang konsumennya, dan perusahaan asuransi otomotif AS yang berminat pada pemasaran.
Kanal berita Channel 4 News dari Inggris melaporkan pada hari Senin (19/3/2018), berdasarkan video yang direkam secara rahasia, Cambridge Analytica diam-diam mengelola kampanye Presiden Kenya Uhuru Kenyatta dalam pemilu tahun 2013 dan 2017. Cambridge Analytica menyangkal laporan tersebut.
Situs perusahaan mencantumkan daftar lima lokasi kantornya di New York, Washington, London, Brazil, dan Malaysia.
Kapan situs ini pertama kali mencuri perhatian?
Setelah Trump memenangkan posisi presiden di tahun 2016, sebagian dengan bantuan perusahaan, CEO Cambridge Analytica Alexander Nix mendatangi lebih banyak klien untuk menawarkan layanannya, menurut pemberitaan Times tahun lalu.
Pihak perusahaan sesumbar dapat mengembangkan profil psikologis konsumen dan pemilih yang merupakan "resep rahasia" yang digunakan untuk mempengaruhi pemilih dengan lebih efektif daripada periklanan tradisional.
Meskipun begitu, konsultan dan pembantu kampanye lainnya mengungkapkan keraguannya terhadap klaim perusahaan itu.
Brad Parscale, yang mengelola operasi digital Trump di tahun 2016, mengatakan kampanye itu tidak menggunakan data Cambridge Analytica. Kampanye itu justru bergantung pada data pemilih dari operasi Komite Nasional Partai Republik.
Apa tuduhannya?
Pada tahun 2014, Cambridge Analytica mulai mendapatkan data 50 juta pengguna Facebook lewat cara-cara yang mengelabui pengguna dan Facebook, kata pemberitaan New York Times asal AS dan Observer asal Inggris pada hari Sabtu.
Data-data tersebut dipanen dengan aplikasi yang dikembangkan oleh akademisi Inggris, Aleksandr Kogan. Sekitar 270.000 orang mengunduh aplikasi dan masuk dengan data akun mereka, menurut Facebook. Aplikasi itu mengumpulkan data pengguna, termasuk teman-temannya. Kogan kemudian menyerahkan data itu ke Cambridge Analytica, menurut Cambridge Analytica dan Facebook.
Cambridge Analytica mengatakan pada hari Sabtu (17/3/2018), awalnya pihaknya tidak mengetahui Kogan melanggar ketentuan Facebook dan menghapus data itu setelah terbongkar di tahun 2015. Kogan tidak menanggapi permintaan komentarnya.
Walaupun begitu, data itu tidak dihapus, kata laporan kedua koran pada hari Sabtu. Cambridge Analytica mengatakan dugaan tersebut tidak benar. Sementara itu, Facebook mengatakan sedang melakukan investigasi untuk memverifikasi kebenaran klaim itu.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Facebook mengatakan pihaknya menuntut jawaban Cambridge Analytica, setelah mendapatkan kepastian dari perusahaan di tahun 2015 bahwa mereka sudah menghapus semua datanya. Facebook telah mempekerjakan auditor forensik dari perusahaan Stroz Friedberg untuk membantu penyelidikan.
Sambil menginvestigasi, Facebook mengatakan telah men-suspend Cambridge Analytica, perusahaan induknya SCL, Kogan, dan Christopher Wylie, mantan karyawan Cambridge Analytica, dari kanalnya karena melanggar peraturan platform.
Namun, penyelidikan Facebook sepertinya harus menanti sampai otoritas pemerintahan menuntaskan investigasinya. Kantor Komisioner Informasi Inggris sedang meminta surat perintah hakim untuk menggeledah kantor Cambridge Analytica dan meminta auditor Facebook untuk tidak ikut campur sementara ini, menurut Facebook.
Jaksa Agung dari negara bagian AS, Massachusetts dan Connecticut, telah meluncurkan investigasi tentang bagaimana data Facebook ditangani. Sementara kantor Jaksa Agung di California, lokasi kantor Facebook, mengatakan pihaknya tidak memiliki kekhawatiran apapun.
(prm) Next Article Politisi Partai Republik Sesalkan Kebocoran Data Facebook
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular