
Internasional
Media Pemerintah Bela Jabatan Seumur Hidup Presiden China
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
12 March 2018 14:19

Beijing, CNBC Indonesia - Media pemerintah China pada hari Senin (12/3/2018) menyerang para kritikus yang mengkritik masa jabatan seumur hidup Presiden Xi Jinping dan menyebut kunci pemerintahan Negeri Tirai Bambu itu adalah dengan mengikuti arah Partai Komunis.
Sebelumnya, sebagian besar anggota parlemen China pada hari Minggu menyetujui perubahan konstitusi yang menghapuskan ketentuan pembatasan masa jabatan presiden dan semakin memperkuat pengaruh politik partai penguasa itu.
Menjelang pemungutan suara, kritikus melalui media sosial China menyerang kebijakan itu dan menyamakannya dengan rezim Korea Utara atau bahkan Mao Zedong. Partai itu baru menyampaikan usulan penghapusan masa jabatan tersebut bulan lalu, dilansir dari Reuters.
Global Times, tabloid yang banyak dibaca di China, dalam editorialnya mengatakan teori politik Barat tidak berguna di China.
"Kami semakin yakin bahwa kunci pemerintahan China terletak pada kekuatan memegang teguh kepemimpinan Partai dan mengikuti kepemimpinan Komite Sentral Partai dengan Kamerad Xi Jinping sebagai pemimpinnya," demikian bunyi editorial itu.
"Beberapa tahun ini kita telah melihat beberapa negara mengalami kebangkitan dan kejatuhan dan terutama kenyataan pahit bahwa sistem politik barat tidak bisa diterapkan untuk mengembangkan negara dan malah menimbulkan bencana."
Media resmi pemerintah China Daily menegaskan kembali berita yang diterbitkan People's Daily, yang merupakan media milik Partai, bahwa amandemen tersebut tidak bertujuan 'memberikan posisi jabatan abadi bagi pemimpin manapun'.
"Namun beberapa tokoh barat beranggapan sebaliknya, meski sepertinya hal itu spekulasi belaka bahwa mereka punya pengetahuan lebih baik mengenai hal ini," seperti yang tertulis dalam surat kabar berbahasa Inggris tersebut.
Orang-orang, yang tidak disebutkan namanya, memiliki bias ideologis yang mengakar kuat terhadap China dan pernah salah memprediksi isu-isu terkait China, tambahnya.
"Penghakiman mereka yang salah hanyalah serentetan fitnah terhadap partai dan negara ini."
Sementara akun media sosial dari media besar milik negara menonaktifkan kolom komentar mereka atau hanya meloloskan komentar yang memuji partai tersebut, beberapa pendapat berbeda berhasil lolos dari sensor.
"Bagaimana bisa sosialisme yang dipuja-puja bisa berubah menjadi sebuah monarki?" tulis seorang pengguna di Weibo, media sosial China seperti Twitter.
"Mengapa mereka belum mengumumkan hasil pemungutan suara?" tulis pengguna lainnya.
Hanya ada dua suara 'tidak' yang diperoleh, dengan tiga peserta absen, dari hampir 3.000 delegasi dalam parlemen.
Kelompok Hak Asasi Manusia asal AS di China mengatakan ada risiko besar jika membiarkan pemusatan kekuatan seperti itu terjadi.
"Mengakhiri ketentuan batas jabatan dua periode berarti mengabaikan pelajaran pahit dari era Mao dan membuat penduduk China kembali menderita, dilecehkan, dan mengalami bencana nasional yang diakibatkan kekuasaan tanpa batas yang berpusat di tangan satu orang," ujar Sharon Hom, direktur eksekutif kelompok tersebut, dalam sebuah pernyataan.
(prm) Next Article Pemikiran Xi Jinping Diabadikan dalam Konstitusi China
Sebelumnya, sebagian besar anggota parlemen China pada hari Minggu menyetujui perubahan konstitusi yang menghapuskan ketentuan pembatasan masa jabatan presiden dan semakin memperkuat pengaruh politik partai penguasa itu.
Menjelang pemungutan suara, kritikus melalui media sosial China menyerang kebijakan itu dan menyamakannya dengan rezim Korea Utara atau bahkan Mao Zedong. Partai itu baru menyampaikan usulan penghapusan masa jabatan tersebut bulan lalu, dilansir dari Reuters.
"Kami semakin yakin bahwa kunci pemerintahan China terletak pada kekuatan memegang teguh kepemimpinan Partai dan mengikuti kepemimpinan Komite Sentral Partai dengan Kamerad Xi Jinping sebagai pemimpinnya," demikian bunyi editorial itu.
"Beberapa tahun ini kita telah melihat beberapa negara mengalami kebangkitan dan kejatuhan dan terutama kenyataan pahit bahwa sistem politik barat tidak bisa diterapkan untuk mengembangkan negara dan malah menimbulkan bencana."
Media resmi pemerintah China Daily menegaskan kembali berita yang diterbitkan People's Daily, yang merupakan media milik Partai, bahwa amandemen tersebut tidak bertujuan 'memberikan posisi jabatan abadi bagi pemimpin manapun'.
"Namun beberapa tokoh barat beranggapan sebaliknya, meski sepertinya hal itu spekulasi belaka bahwa mereka punya pengetahuan lebih baik mengenai hal ini," seperti yang tertulis dalam surat kabar berbahasa Inggris tersebut.
Orang-orang, yang tidak disebutkan namanya, memiliki bias ideologis yang mengakar kuat terhadap China dan pernah salah memprediksi isu-isu terkait China, tambahnya.
"Penghakiman mereka yang salah hanyalah serentetan fitnah terhadap partai dan negara ini."
Sementara akun media sosial dari media besar milik negara menonaktifkan kolom komentar mereka atau hanya meloloskan komentar yang memuji partai tersebut, beberapa pendapat berbeda berhasil lolos dari sensor.
"Bagaimana bisa sosialisme yang dipuja-puja bisa berubah menjadi sebuah monarki?" tulis seorang pengguna di Weibo, media sosial China seperti Twitter.
"Mengapa mereka belum mengumumkan hasil pemungutan suara?" tulis pengguna lainnya.
Hanya ada dua suara 'tidak' yang diperoleh, dengan tiga peserta absen, dari hampir 3.000 delegasi dalam parlemen.
Kelompok Hak Asasi Manusia asal AS di China mengatakan ada risiko besar jika membiarkan pemusatan kekuatan seperti itu terjadi.
"Mengakhiri ketentuan batas jabatan dua periode berarti mengabaikan pelajaran pahit dari era Mao dan membuat penduduk China kembali menderita, dilecehkan, dan mengalami bencana nasional yang diakibatkan kekuasaan tanpa batas yang berpusat di tangan satu orang," ujar Sharon Hom, direktur eksekutif kelompok tersebut, dalam sebuah pernyataan.
(prm) Next Article Pemikiran Xi Jinping Diabadikan dalam Konstitusi China
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular