
Menanti Insentif Mobil Listrik di Tanah Air

Penjualan dari mobil listrik yang positif di berbagai penjuru dunia diyakini dipengaruhi kuat oleh adanya insentif fiskal yang disediakan pemerintah di masing-masing negara.
Insentif yang ditujukan untuk konsumen mobil menjadi sangat penting untuk mereduksi jarak biaya pembelian antara mobil listrik dan mobil konvensional.
Berikut negara-negara yang memberikan insentif untuk pengembangan mobil:
1. China
China menyediakan insentif finansial maupun insentif non-finansial untuk pengadopsian mobil listrik pada tahun 2016. China membebaskan pajak pembelian dan cukai, yang bernilai CNY 35.000-CNY 60.000 (sekitar US$ 5.000 – US$ 8.500). Kota-kota besar di China juga memberikan peringanan aturan yang membatasi akses jalan bagi plat nomor mobil tertentu, khusus untuk mobil listrik.
2. Norwegia
Norwegia membebaskan konsumen mobil listrik untuk membayar pajak pembelian, dengan nilai mencapai NOK 100.000 (US$ 11.600). Jumlah tersebut tercatat menjadi nilai insentif terbesar yang mampu diberikan pemerintah, dibandingkan dengan insentif di negara lain. Sementara itu, khusus untuk jenis BEV, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 25% saat pembelian juga dibebaskan. Tidak cukup dengan insentif finansial, Norwegia juga memberikan keringanan tarif tol dan kapal feri khusus untuk mobil listrik.
3. Jepang
Skema subsidi baru diterapakan pada tahun 2016, yang memberikan subsidi secara progresif semakin tinggi, seiring dengan semakin tingginya kapasitas listrik pada mobil listrik, dengan jumlah maksimum subsidi sebesar JPY 850.000 (US$ 7.700). Untuk merek Nissan Leaf dengan kapasitas baterai 30 kWh, subsidi untuk pembelian mobil berada di level JPY 330.000 (US$ 3.000). Dampak dari kebijakan tersebut, penjualan BEV (secara umum memiliki baterai yang lebih besar dibandingkan PHEV) meningkat hampir 50% pada tahun 2016. Sementara itu, penjualan PHEV menurun 34% pada periode yang sama.
4. Belanda
Belanda memiliki skema pajak berbasiskan emisi karbon dioksida (CO2), dengan tingkatan pajak akan meningkat secara gradual hingga tahun 2020. Kendaraan dengan emisi CO2 sebesar nol, seperti BEV, akan dibebaskan dari pajak pendaftaran mobil baru/registrasi. Kebijakan tersebut berpengaruh cukup signifikan pada mobil listrik jenis PHEV, yang akan terkena pajak sebesar EUR 6 per gram CO2/km pada 2016, dan meningkat menjadi EUR 20 per gram CO2/km pada 2017. Hal ini berdampak pada anjloknya penjualan PHEV, dari rekor tertinggi 10% dari total penjualan mobil pada 2015, menjadi hanya sebesar 5% di 2016
5. Thailand
Pemerintah Negeri Gajah Putih juga memberikan insentif fiskal kepada kendaraan listrik. Tarif pajak untuk kendaraan listrik hanya dikenakan 10%, sementara kendaraan berbahan bakar fosil wajib membayar 22-50%.
Selain itu, Thailand juga memberikan pembebasan PPh badan selama 8 tahun bagi investor yang ingin mengembangkan mobil listrik jenis BEV, dan selama 3 tahun bagi investor yang ingin mengembangkan PHEV. Perusahaan dapat memperpanjang pembebasan PPh tersebut hingga 10 tahun dan 6 tahun secara berturut-turut, apabila mereka mampu memproduksi komponen kunci bagi pengembangan mobil listrik di dalam negeri, misalnya baterai.
Tidak cukup dengan itu, mesin yang dibutuhkan untuk memproduksi mobil listrik dibebaskan dari pungutan tarif impor. Pada 2016, jumlah kendaraan elektrik di Thailand adalah sekitar 60.000 unit. Kementerian Energi Thailand menargetkan jumlah ini bisa meningkat menjadi 1,2 juta unit pada 2036.
6. Sri Lanka
Siapa yang menyangka bahwa negara ini sangat maju dalam mendukung pengembangan mobil listrik. Senada dengan Thailand, Sri Lanka pun memberikan insentif pajak untuk mobil listrik dengan hanya membayar 25% sementara kendaraan jenis lain bisa mencapai 200%.
Hal yang menarik di Sri Lanka adalah dari angka penjualan mobil domestik yang sekitar 37 ribu, hampir separuhnya adalah mobil hybrid ramah lingkungan. Negara otomotif raksasa seperti Jepang pun mulai melirik Srilanka sebagai pasar potensial.
7. Denmark
Denmark menginisiasi pemberlakuan pajak bagi mobil listrik pada 2016, setelah bertahun-tahun sebelumya membebaskan kewajiban pajak registrasi secara penuh. Mulai 2016, mobil listrik dikenakan pajak 20% dari total pajak normal yang mesti dibayarkan bagi penjualan mobil konvensional. Tingkat pajak ini akan terus bertambah hingga 2022, dimana mobil listrik akan dikenakan pajak secara penuh. Alhasil, penjualan mobil listrik listrik di Denmark anjlok hingga 71% untuk mobil listrik jenis BEV.
Melihat ulasan di atas, dapat diindikasikan bahwa insentif yang disediakan pemerintah ternyata berkorelasi kuat dengan pergerakan pasar mobil listrik. Namun demikian, penulis juga menyadari bahwa masih ada faktor lain yang perlu diperhatikan pemerintah untuk mengembangkan mobil listrik di Indonesia, misalnya penyediaan infrastruktur pendukung seperti stasiun isi ulang listrik. **