Cantrang, Kawan atau Ancaman?

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
19 January 2018 13:55
Aliansi Nelayan Indonesia: Industri Ikan Terdisrupsi
Foto: Ist
Nelayan pengguna cantrang jelas menyampaikan keluhan terkait regulasi larangan penggunaan cantrang. Berbagai argumentasi dilontarkan, dari mulai ancaman produksi tangkapan ikan yang berkurang, masalah pembiayaan untuk penggantian alat tangkap, kehilangan pekerjaan, bahkan klaim bahwa cantrang adalah alat tangkap ikan yang ramah lingkungan.

Rentetan demo terus dilakukan hingga Presiden Jokowi dipaksa turun tangan.
Perwakilan dari nelayan yang mengatasnamakan Aliansi Nelayan Indonesia beberapa kali menyerukan dampak larangan cantrang terhadap kondisi nelayan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Aliansi Nelayan Indonesia menyampaikan bahwa  tidak hanya nelayan yang dirugikan, akan tetapi industri pengolahan ikan dan aktivitas di pelabuhan akan terdisrupsi. Maka dari itu, dampak ekonomi dan sosial yang terjadi dapat menjadi masif.

Cantrang, Teman atau Lawan?
Apabila melihat data Badan Pusat Statistik, pada 5 besar provinsi dimana nelayan cantrang beroperasi, mayoritas hasil tangkapan ikan dari tahun 2001-2015 menunjukkan tren pertumbuhan yang cukup signifikan.

Memang pada Provinsi Jawa Tengah, produksi perikanan tangkap sempat jatuh ke level 154.442 ton pada tahun 2007 akan tetapi setelah itu kembali menunjukkan tren pertumbuhan yang positif dan mencapai level 271.332 ton pada 2015
.

Cantrang, Teman atau Lawan?
Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan masing-masing mengalami pertumbuhan produksi dalam kurun waktu 2001-2015. Tren penurunan produksi perikanan tangkap hanya ditunjukkan oleh Provinsi Banten. Potensi penurunan hasil tangkap akibat larangan penggunaan cantrang tentu saja sangat mengancam nelayan cantrang dan industri perikanan terkait, padahal selama 14 tahun ini mereka menikmati pertumbuhan hasil tangkapan yang signifikan.

Hal inilah yang menjadi landasan utama perlawanan mereka terhadap aturan yang dikeluarkan Menteri Susi.
Namun, Tim Riset CNBC mencatat bahwa adanya pembiaran cantrang tanpa pengendalian pun berpotensi akan mengancam stok perikanan dalam jangka panjang. Apabila melihat catatan historis, Tragedi Bagan Siapiapi memberikan suatu pelajaran penting.

Kota Bagan Siapiapi merupakan kota nelayan, yang pada era 1980-an tercatat sebagai salah satu daerah penghasil ikan terbesar dan pelabuhan nelayan teramai di Indonesia. 
Namun, kejayaan tersebut tak bertahan hingga masa kini, terutama setelah mulai meredupnya hasil perikanan sejak tahun 1970-an. Potensi perikanan Selat Melaka memang masih tetap besar namun sebenarnya sudah over fishing.

Biang keladi penyebab over fishing ini adalah alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, yaitu trawl alias 'pukat harimau'. Maka dari itu, jangan sampai tragedi Bagan Siapiapi terulang kembali di Laut Jawa.  Meskipun cantrang bukanlah trawl, akan tetapi tanpa pengendalian yang kuat, modifikasi cantrang masa kini menyimpan potensi perusakan yang serupa dengan trawl       (ray/ray)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular