Prahara Unit Link, 3 Juta Nasabah Tutup Polis, Ada 593 Aduan!

Yuni Astuti, CNBC Indonesia
21 April 2021 14:58
Ilustrasi Gedung OJK
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah tertanggung Produk Asuransi yang Dikaitkan Investasi (Paydi) atau unit link sepanjang tahun 2020 menurun drastis dari rata-rata tahun biasanya sekitar 7 juta pemegang polis. Pada tahun 2020 angkanya turun 40% menjadi hanya 4,2 juta, atau berkurang 2,8 juta polis.

Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2A OJK, Ahmad Nasrullah menjelaskan jumlah tertanggung PAYDI menurun karena kondisi Covid-19 pada 2020 sehingga banyak yang tak melanjutkan polisnya.

"Tahun 2020 banyak yang tidak melanjutkan produk ini, atau sudah jatuh tempo. Tambahan nasabah baru tak banyak," pungkas dalam dialog webinar "Produk Asuransi Unit Link dan Pengawasannya oleh OJK" di Jakarta, Rabu (21/4/2021).

PAYDI adalah salah satu produk asuransi non tradisional. Unit link menurutnya bukan murni asuransi karena ada unsur investasi di dalamnya.

"Saya lihat sebagian besar aset investasinya [unit link] di pasar modal. Portofolio industri asuransi sama dengan dana pensiun. Karena dua ini [masuk] IKNB orientasi jangka panjang," tegasnya.

Ahmad mengatakan, meski terdampak pandemi, nilai aset asuransi secara keseluruhan masih mengalami kenaikan meski tak sebesar tahun sebelumnya.

"Posisi Februari aset asuransi jiwa Rp 550 triliun, asuransi umum tumbuh per Februari Rp 207 Triliun, ada sedikit penambahan dari tahun sebelumnya. asuransi wajib dan BPJS kesehatan masing-masing Rp 146 triliun dan 135 triliun," ujarnya.

Selanjutnya, catatan OJK untuk pendapatan premi asuransi pada periode yang sama adalah untuk asuransi Jiwa sebesar Rp 34 triliun, asuransi umum Rp 18,5 triliun, asuransi wajib Rp 1,87 triliun dan BPJS Kesehatan Rp 22,3 triliun.

Untuk produk PAYDI dalam hal ini unit link, total premi PAYDI mencapai 50% yaitu Rp 100 triliun dibandingkan dengan premi secara nasional yang jumlahnya Rp 200 triliun.

"Hampir separuhnya untuk yang PAYDI," kata dia.

"Jumlah tertanggung PAYDI, karena kondisi Covid, 2020 menurun drastis dari rata-rata biasanya ada 7 juta pemegang polis, 2020 jadi 4,2 juta. Tahun 2020 banyak yang tidak melanjutkan produk ini, atau sudah jatuh tempo. Tambahan nasabah baru tak banyak," katanya.

Terkait dengan banyaknya nasabah yang buka suara melalui media sosial, OJK mengaku sudah memanggil perusahaan terkait. OJK juga melakukan klarifikasi atas apa yang terjadi pada nasabah perusahaan asuransi jiwa terkait.

"Ternyata pengaduan di medsos saat diklarifikasi tidak semua benar. Yang pemegang polis hanya 10% sisanya hanya ikut meramaikan," tegasnya.

Dia menegaskan, mengapa banyak nasabah yang merasa tertipu karena efek dari media. Sebab, jika dibandingkan dengan pemegang polis unit link yang sebanyak 4,2 juta, pengaduan yang masuk ke OJK jumlahnya kecil tidak sampai 100 pengaduan.

"Ini mungkin karena efek media, apalagi setelah dicek perusahaan asuransi beberapa cuma ikut-ikutan. Kalau beberapa kasus memang ada kesalahan agen., ketika terbukti kesalahan agen, harus ganti. Ke depan bisa diperbaiki. Kami mohon berimbang melihat hal ini," ujarnya.

Dia meminta kepada calon nasabah asuransi untuk paham seluk beluk asuransi. Dia menegaskan, tak hanya melihat dari sisi risiko kenaikan alias keuntungan yang didapatkan, namun harus mengetahui secara keseluruhan, termasuk jika agent hanya menjelaskan terkait hal yang baik saja.

"Jadi ini memang strategi pemasaran, dari sisi dia menguntungkan jual produk asuransi. Nasabah harus bawel di awal. Jangan yang untung-untungnya saja," pungkasnya.

NEXT: OJK Terima Aduan Ratusan

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai dengan periode triwulan pertama 2021, OJK mencatat ada sebanyak 273 aduan yang masuk yang terkait PAYDI.

Sementara itu, pada tahun 2020, OJK mencatat ada sebanyak 593 aduan yang masuk, lebih tinggi 65% dari tahun 2019 sebanyak 360 aduan.

Ada empat aduan yang paling banyak diajukan nasabah.

Pertama, produk layanan asuransi yang tidak sesuai dengan penawaran atau miss selling. Kedua, penurunan hasil investasi dari produk PAYDI.

Pengaduan ketiga yang juga sering dilaporkan kepada OJK ialah permintaan pengembalian premi yang sudah dibayarkan secara penuh.

Keempat, masalah yang juga sering banyak dilaporkan nasabah adalah kesulitan melakukan klaim, padahal polisnya sudah jatuh tempo.

Menurut Menurut Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK, Agus Zam, hal tersebut harus dihindari agar kelak, pemegang polis tidak dirugikan. Untuk itulah, OJK menekankan, agar pemegang polis, memahami betul apa produk investasi yang dibeli, termasuk untuk produk PAYDI atau unit link.

"Pelaku usaha harus memastikan agen tidak meminta konsumen menandatangani formulir pengajuan asuransi dalam keadaan kosong. Proses penawarannya harus terdokumentasikan dengan baik," kata Agus, dalam konferensi pers AAJI, belum lama ini.

Pasalnya, jika hal tersebut dibiarkan, rentan terjadi perilaku fraud. Pasalnya, berdasarkan temuan dari OJK, ada beberapa perusahaan asuransi yang memasarkan produknya dengan metode multi level marketing (MLM).

"Proses pemasaran yang menggunakan metode MLM, jadi agen merekrut agen dan seterusnya," katanya.

Terlebih lagi, ada beberapa agen penjual produk yang tak memiliki sertifikasi dan tidak memahami dengan baik produk unit link yang dijual kepada calon pemegang polis. Oleh karena itu, dia meminta agar pelaku industri asuransi harus memastikan, agen penjual memiliki literasi yang baik agar konsumen mengenal produk yang hendak dibeli dan tidak terjadi dispute di kemudian hari.

"Pelaku usaha harus memastikan agen tidak meminta konsumen menandatangani formulir pengajuan asuransi dalam keadaan kosong. Proses penawarannya harus terdokumentasikan dengan baik," ujarnya.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular