Geger Aduan Unit Link, Bakal Ada Daftar Hitam Agen Asuransi!

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
19 April 2021 07:00
Puluhan Pemegang Polis Asuransi Kresna Geruduk Kantor OJK (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi kasus asuransi/Puluhan Pemegang Polis Asuransi Kresna Geruduk Kantor OJK (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana membuat daftar hitam (blacklist) agen asuransi 'nakal' yang melakukan pelanggaran sebagai langkah perbaikan ke depan seiring dengan maraknya keluhan nasabah mengenai produk unit link, produk asuransi yang berbalut investasi.

"Maka, untuk pelaku usaha jasa keuangan asuransi, proses penawaran dan penjualan harus terdokumentasi dengan baik, ada rekamannya. Selain itu, perlu ada daftar blacklist agen nakal/fraud,karena kebanyakan pengaduan ke kami," kata Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK Agus Fajri Zam dalam diskusi virtual yang digelar Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), dikutip Senin (19/4/2021).

"Biasanya si agen sudah hilang atau tidak bekerja lagi," jelasnya.

Daftar hitam agen nakal ini sebetulnya bukan barang baru. Pada Mei 2019 misalnya, di Asosiasi Asuransi umum Indonesia (AAUI), juga sudah menggencarkan apa yang disebut AAUI checking atau daftar hitam asuransi yakni demi memeriksa orang-orang yang berpotensi untuk curang dalam industri asuransi ini. Pengecekan tersebut bisa dilakukan di bengkel, rumah sakit, klinik hingga agen yang memiliki potensi curang.

"Kalau di BI kan dulu ada sistem informasi debitur (SID) kita juga ada catatan, jika ada data tercantum namanya (orang bermasalah) maka akan ada peringatan kalau dia punya catatan negatif. Hal ini untuk meminimalisir risiko tersebut," imbuh Direktur Eksekutif AAUI, Dody Dalimunthe saat itu, 23 Mei 2019.

Saat ini, OJK mencatat industri asuransi memang masih menduduki urutan kedua untuk jumlah pengaduan konsumen tertinggi. Rata-rata pengaduan konsumen didominasi ketidaksesuaian penjualan (mis-selling) yang ditawarkan kepada agen asuransi.

Pengaduan terutama terkait dengan produk asuransi yang dikaitkan investasi (PAYDI) atau unit-link oleh agen atau tenaga pemasar produk asuransi.

"Memang permasalahan yang paling diadukan pertama adalah adanya ketidaksesuaian informasi yang disampaikan oleh agen. Tidak sesuai dengan yang dijual," kata Agus.

Berdasarkan data OJK, sampai dengan periode triwulan pertama 2021, OJK mencatat ada sebanyak 273 aduan yang masuk yang terkait PAYDI. Sementara itu, pada tahun 2020, OJK mencatat ada sebanyak 593 aduan yang masuk, lebih tinggi dari tahun 2019 sebanyak 360 aduan.

Ada empat aduan yang paling banyak diajukan nasabah.

Pertama, produk layanan asuransi yang tidak sesuai dengan penawaran atau miss selling. Berikutnya, penurunan hasil investasi dari produk PAYDI.

Pengaduan ketiga yang juga sering dilaporkan kepada OJK ialah permintaan pengembalian premi yang sudah dibayarkan secara penuh. Keempat, masalah yang juga sering banyak dilaporkan nasabah adalah kesulitan melakukan klaim, padahal polisnya sudah jatuh tempo.

Menurut Agus Zam, hal tersebut harus dihindari agar kelak, pemegang polis tidak dirugikan. Untuk itulah, OJK menekankan, agar pemegang polis, memahami betul apa produk investasi yang dibeli, termasuk untuk produk PAYDI atau unit link.

"Pelaku usaha harus memastikan agen tidak meminta konsumen menandatangani formulir pengajuan asuransi dalam keadaan kosong. Proses penawarannya harus terdokumentasikan dengan baik," kata Agus.

Pasalnya, jika hal tersebut dibiarkan, rentan terjadi perilaku fraud. Pasalnya, berdasarkan temuan dari OJK, ada beberapa perusahaan asuransi yang memasarkan produknya dengan metode multi level marketing (MLM).

"Proses pemasaran yang menggunakan metode MLM, jadi agen merekrut agen dan seterusnya," katanya.

Terlebih lagi, ada beberapa agen penjual produk yang tak memiliki sertifikasi dan tidak memahami dengan baik produk unit link yang dijual kepada calon pemegang polis.

Oleh karena itu, dia meminta agar pelaku industri asuransi harus memastikan, agen penjual memiliki literasi yang baik agar konsumen mengenal produk yang hendak dibeli dan tidak terjadi dispute di kemudian hari.

"Pelaku usaha harus memastikan agen tidak meminta konsumen menandatangani formulir pengajuan asuransi dalam keadaan kosong. Proses penawarannya harus terdokumentasikan dengan baik," ujarnya.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sepanjang 2020, Nilai Investasi Asuransi Jiwa Ambles 24%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular