Dana Asing Kembali Masuk RI, Harga Obligasi Terbang

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
01 October 2018 13:27
Dana Asing Kembali Masuk RI, Harga Obligasi Terbang
Foto: CNBC Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah menguat signifikan pada awal perdagangan pekan ini akibat memudarnya perhatian dari penaikan bunga The Fed dan masih masuknya aliran dana masuk dari global ke pasar surat utang domestik.
 
Merujuk data Reuters, menguatnya pasar surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
 
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
 
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun. Seri yang paling menguat pagi ini adalah seri 5 tahun dan 20 tahun dengan penurunan yield 15 basis poin (bps) dan 13 bps menjadi 8% dan 8,47%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Seri acuan lain juga menguat yaitu 10 tahun dan 15 tahun dengan penurunan yield masing-masing 8 bps menjadi 8,12%-8,26%.
 
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 849,43 triliun SBN rupiah (36,83% dari total beredar Rp 2.306 triliun) berdasarkan data terakhir 27 September.

Angka itu mencerminkan masih adanya selisih positif Rp 6,36 triliun dibanding posisi akhir bulan lalu, yang berarti ada dana segar asing masuk ke pasar obligasi pemerintah AS.

Dana Asing Kembali Masuk RI, Harga Obligasi TerdongkrakFoto: Harga obligasi (CNBC Indonesia)

Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 505 bps, menyempit dari posisi akhir pekan lalu 515 bps. Yield US Treasury 10 tahun mencapai 3,07% karena adanya indikasi larinya dana investasi ke mata uang dolar AS.
 
Spread yang masih lebar, seharusnya dapat membuat investor global menilai perlu menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek. Rebalancing tersebut membuat investasi di pasar SBN rupiah menjadi sedikit lebih menarik karena lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya.
 
Penguatan di pasar surat utang hari ini tidak terjadi di pasar ekuitas dan pasar nilai tukar mata uang.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih terkoreksi tipis 0,01% menjadi 5.975 hingga siang ini, dan nilai tukar rupiah masih stagnan di Rp 14.900 per dolar AS dan cenderung melemah.
 
Dollar Index, yang menjadi cerminan posisi mata uang Paman Sam di depan mata uang utama negara lain masih menguat 0,03% menjadi 95,15. Posisinya hanya menguat tipis, tetapi semakin konsiten sejak pekan lalu.
 
 
TIM RISET CNBC INDONESIA

Sejak awal tahun, harga SBN masih terkoreksi dengan kenaikan yield sebesar 1,9% atau 190 bps, cukup jauh dan sulit berbalik dalam waktu dekat dan dengan sentimen yang masih tersisa hingga akhir tahun.
 
Sejak awal tahun, pasar diwarnai optimisme tentang pertumbuhan ekonomi AS yang kembali ke jalur yang positif. Eforia itu turut ditopang oleh harga komoditas yang naik dan penguatan nilai tukar hingga awal Februari.
 
Medio Februari, ketika pasar investasi sudah menyentuh posisi puncaknya, pasar dikejutkan oleh realitas bahwa perbaikan kondisi ekonomi AS akan disusul oleh kenaikan suku bunga acuan bank sentral sehingga langsung membuat pasar galau.
 
Potensi penaikan suku bunga tersebut pun turut dibebani oleh mulainya perang dagang yang digembar-gemborkan Paman Trump.
 
Perang dagang yang semakin intens pada April dan Mei semakin membuat pasar investasi global berkontraksi, termasuk pasar saham dan SBN domestik. Selain itu, kondisi global juga diwarnai ancaman kolapsnya beberapa negara yaitu Turki, Argentina, Venezuela, dan Afrika Selatan. 
 
Puncak kontraksi terjadi pada September, ketika pelaku pasar menyikapi realisasi kenaikan suku bunga AS. 
 
Melihat tren yang ada, maka dapat diyakini bahwa puncak kontraksi sudah terlewati. 
 
Ujian dalam waktu menengah panjang adalah kenaikan suku bunga acuan AS lagi pada Desember, meskipun hal tersebut sudah diumumkan oleh bank sentralnya, bersamaan dengan potensi penaikan suku bunga tiga kali lagi tahun depan hingga sekali lagi pada 2020.
 
Dari sisi selisih (spread) yield SBN dengan yield obligasi AS, saat ini rentang kedua instrumen dengan tenor 10 tahun masih cukup lebar, yaitu 505 bps, sangat tinggi dibanding posisi akhir tahun 389 bps.
 
Posisi ini masih lebar, yaitu di atas level psikologis 500 bps, tetapi spread yang masih melebar ini mejadi kartu penanda hati-hati bagi sebagian pelaku pasar global karena semakin melebarnya spread dapat mengindikasikan investor asing masih menghindari SBN. Dengan kondisi yang normal, maka spread yang masih lebar juga dapat menjadi indikasi yield SBN yang sudah terlalu tinggi dibanding sebelumnnya.
 
Dari sisi kepemilikan, porsi investor asing di pasar SBN beredar masih turun dibanding posisi akhir 2017, yaitu 36,83% per 27 September dari posisi Desember 2017 39,82%. Persentase yang masih rendah tersebut menunjukkan investor asing belum kembali seperti halnya akhir tahun lalu.
 
Namun, sejak pertengahan September, secara perlahan dan bertahap investor asing sudah mulai masuk. Persentasenya 36,83% sudah mulai naik dari posisi 14 September 36,57%.
 
Ke depannya, pasar masih akan kembali fokus memperhatikan penaikan suku bunga acuan bank sentral AS pada Desember nanti dan tentunya perkembangan perang dagang.

 
TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular