
Dana Asing Kembali Masuk RI, Harga Obligasi Terbang
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
01 October 2018 13:27

Sejak awal tahun, harga SBN masih terkoreksi dengan kenaikan yield sebesar 1,9% atau 190 bps, cukup jauh dan sulit berbalik dalam waktu dekat dan dengan sentimen yang masih tersisa hingga akhir tahun.
Sejak awal tahun, pasar diwarnai optimisme tentang pertumbuhan ekonomi AS yang kembali ke jalur yang positif. Eforia itu turut ditopang oleh harga komoditas yang naik dan penguatan nilai tukar hingga awal Februari.
Medio Februari, ketika pasar investasi sudah menyentuh posisi puncaknya, pasar dikejutkan oleh realitas bahwa perbaikan kondisi ekonomi AS akan disusul oleh kenaikan suku bunga acuan bank sentral sehingga langsung membuat pasar galau.
Potensi penaikan suku bunga tersebut pun turut dibebani oleh mulainya perang dagang yang digembar-gemborkan Paman Trump.
Perang dagang yang semakin intens pada April dan Mei semakin membuat pasar investasi global berkontraksi, termasuk pasar saham dan SBN domestik. Selain itu, kondisi global juga diwarnai ancaman kolapsnya beberapa negara yaitu Turki, Argentina, Venezuela, dan Afrika Selatan.
Puncak kontraksi terjadi pada September, ketika pelaku pasar menyikapi realisasi kenaikan suku bunga AS.
Melihat tren yang ada, maka dapat diyakini bahwa puncak kontraksi sudah terlewati.
Ujian dalam waktu menengah panjang adalah kenaikan suku bunga acuan AS lagi pada Desember, meskipun hal tersebut sudah diumumkan oleh bank sentralnya, bersamaan dengan potensi penaikan suku bunga tiga kali lagi tahun depan hingga sekali lagi pada 2020.
Dari sisi selisih (spread) yield SBN dengan yield obligasi AS, saat ini rentang kedua instrumen dengan tenor 10 tahun masih cukup lebar, yaitu 505 bps, sangat tinggi dibanding posisi akhir tahun 389 bps.
Posisi ini masih lebar, yaitu di atas level psikologis 500 bps, tetapi spread yang masih melebar ini mejadi kartu penanda hati-hati bagi sebagian pelaku pasar global karena semakin melebarnya spread dapat mengindikasikan investor asing masih menghindari SBN. Dengan kondisi yang normal, maka spread yang masih lebar juga dapat menjadi indikasi yield SBN yang sudah terlalu tinggi dibanding sebelumnnya.
Dari sisi kepemilikan, porsi investor asing di pasar SBN beredar masih turun dibanding posisi akhir 2017, yaitu 36,83% per 27 September dari posisi Desember 2017 39,82%. Persentase yang masih rendah tersebut menunjukkan investor asing belum kembali seperti halnya akhir tahun lalu.
Namun, sejak pertengahan September, secara perlahan dan bertahap investor asing sudah mulai masuk. Persentasenya 36,83% sudah mulai naik dari posisi 14 September 36,57%.
Ke depannya, pasar masih akan kembali fokus memperhatikan penaikan suku bunga acuan bank sentral AS pada Desember nanti dan tentunya perkembangan perang dagang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(roy)
Sejak awal tahun, pasar diwarnai optimisme tentang pertumbuhan ekonomi AS yang kembali ke jalur yang positif. Eforia itu turut ditopang oleh harga komoditas yang naik dan penguatan nilai tukar hingga awal Februari.
Medio Februari, ketika pasar investasi sudah menyentuh posisi puncaknya, pasar dikejutkan oleh realitas bahwa perbaikan kondisi ekonomi AS akan disusul oleh kenaikan suku bunga acuan bank sentral sehingga langsung membuat pasar galau.
Potensi penaikan suku bunga tersebut pun turut dibebani oleh mulainya perang dagang yang digembar-gemborkan Paman Trump.
Perang dagang yang semakin intens pada April dan Mei semakin membuat pasar investasi global berkontraksi, termasuk pasar saham dan SBN domestik. Selain itu, kondisi global juga diwarnai ancaman kolapsnya beberapa negara yaitu Turki, Argentina, Venezuela, dan Afrika Selatan.
Puncak kontraksi terjadi pada September, ketika pelaku pasar menyikapi realisasi kenaikan suku bunga AS.
Melihat tren yang ada, maka dapat diyakini bahwa puncak kontraksi sudah terlewati.
Ujian dalam waktu menengah panjang adalah kenaikan suku bunga acuan AS lagi pada Desember, meskipun hal tersebut sudah diumumkan oleh bank sentralnya, bersamaan dengan potensi penaikan suku bunga tiga kali lagi tahun depan hingga sekali lagi pada 2020.
Dari sisi selisih (spread) yield SBN dengan yield obligasi AS, saat ini rentang kedua instrumen dengan tenor 10 tahun masih cukup lebar, yaitu 505 bps, sangat tinggi dibanding posisi akhir tahun 389 bps.
Posisi ini masih lebar, yaitu di atas level psikologis 500 bps, tetapi spread yang masih melebar ini mejadi kartu penanda hati-hati bagi sebagian pelaku pasar global karena semakin melebarnya spread dapat mengindikasikan investor asing masih menghindari SBN. Dengan kondisi yang normal, maka spread yang masih lebar juga dapat menjadi indikasi yield SBN yang sudah terlalu tinggi dibanding sebelumnnya.
Namun, sejak pertengahan September, secara perlahan dan bertahap investor asing sudah mulai masuk. Persentasenya 36,83% sudah mulai naik dari posisi 14 September 36,57%.
Ke depannya, pasar masih akan kembali fokus memperhatikan penaikan suku bunga acuan bank sentral AS pada Desember nanti dan tentunya perkembangan perang dagang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages
Most Popular