Newsletter

Musim Laporan Keuangan Tiba, Jadi Berkah atau Musibah?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
02 August 2023 06:12
Masih Dihantui Virus Corona, IHSG Merah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Masih Dihantui Virus Corona, IHSG Merah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
  • Pasar keuangan Tanah Air secara mayoritas melemah di perdagangan awal Agustus 2023.
  • Wall Street ditutup melemah karena kekecewaan pasar akan data aktivitas manufaktur dan data tenaga kerja.
  • Pelaku pasar di Tanah Air sudah mengantisipasi musim rilis kinerja emiten.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia secara mayoritas kurang menggembirakan pada perdagangan Selasa (1/8/2023), meski inflasi Indonesia kembali mengalami penurunan dan resmi berlakunya aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE).

Pasar keuangan domestik diharapkan bisa kembali ke zona hijau pada hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen penggerak pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 dan 4 artikel ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin ditutup melemah 0,65% ke posisi 6.886,496. IHSG kembali menyentuh level psikologis 6.800 pada akhir perdagangan kemarin, setelah sempat bertahan di zona psikologis 6.900.

Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin mencapai sekitar Rp 11 triliun, dengan melibatkan 23 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,5 juta kali. Sebanyak 161 saham menguat, 396 saham melemah, dan 184 saham lainnya stagnan.

Investor asing kembali mencatatkan aksi jual bersih (net sell) mencapai Rp 386,73 miliar di seluruh pasar pada perdagangan kemarin.

Di kawasan Asia-Pasifik, terpantau cenderung bervariasi. Namun sayangnya, IHSG menjadi yang paling besar koreksinya. Sedangkan indeks KOSPI Korea Selatan menjadi yang paling besar penguatannya kemarin.

Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Selasa kemarin.

Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan kemarin juga ditutup melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan kemarin di posisi Rp 15,110/US$, melemah 0,23% di pasar spot.
Padahal seharusnya, sentimen dari berlakunya aturan DHE kemarin menjadi penopang rupiah. Namun, karena dolar AS sedang perkasa, maka koreksi rupiah pun tak terelakan.

Berikut pergerakan rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Selasa kemarin.

Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin harganya terpantau kembali menguat, menandakan bahwa imbal hasil (yield) mengalami penurunan dan tandanya sedang diburu oleh investor.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara terpantau turun tipis 0,1 basis poin (bp) menjadi 6,267%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Kemarin, data inflasi Indonesia periode Juli 2023 resmi dirilis. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi RI Juli kembali turun menjadi 3,08% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari bulan sebelumnya yang sebesar 3,52%.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengatakan tren penurunan inflasi ini menunjukkan stabilitas harga komoditas pangan.

"Angka tahunan ini menggambarkan inflasi menunjukkan harga-harga komoditas pangan relatif stabil dan terkendali," tegas Pudji, dalam Rilis BPS, Selasa (1/8/2023).

Adapun, angka inflasi yang turun hingga 3,08% membuktikan bahwa ramalan Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo benar adanya. Perry memperkirakan inflasi Juli 2023 bisa turun hingga di bawah 3,5%, lebih rendah dibandingkan bulan lalu.

"Alhamdulillah bulan lalu (Juni) ada 3,5 persen (inflasi). Insyaallah bulan ini bisa di bawah 3,5 persen. Insyaallah tahun ini 3,3 persen," tegasnya, dikutip Selasa (1/8/2023).

Angka ini juga sesuai dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 institusi yang memperkirakan inflasi tahunan bulan lalu turun menjadi 3,08%.

Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), inflasi RI pada bulan lalu mencapai 0,21%, lebih tinggi dari periode bulan sebelumnya yang sebesar 0,14%.

Pada Selasa kemarin juga resmi berlaku aturan DHE. DHE diharapkan dapat membawa pulang dolar AS dari ekspor yang telah diparkir di luar negeri.

Beberapa perubahan aturan baru terkait DHE Sumber Daya Alam (SDA) ke dalam perbankan di dalam negeri. Di antara perubahan tersebut, eksportir diwajibkan menyimpan 30% dari DHE dalam sistem keuangan Indonesia untuk jangka waktu tertentu.

Regulasi DHE SDA meliputi sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Batas DHE yang dikenakan kewajiban adalah US$250.000 per dokumen atau sekitar Rp3,76 miliar. Dampaknya, industri mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mengekspor tidak akan dikenakan kewajiban ini.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan potensi besar DHE SDA sangat besar. Potensi DHE yang masuk sebesar US$ 60,9 miliar atau sekitar Rp 918,98 triliun.

"Potensi yang bisa didapatkan adalah US$ 60-100 miliar," tutur Airlangga, pada saat konferensi pers, pekan lalu.

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street secara mayoritas ditutup melemah pada perdagangan Selasa kemarin, karena investor masih mencerna rilis laporan keuangan sejumlah emiten di AS dan data tenaga kerja serta data aktivitas manufaktur.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,2% ke posisi 35.630,68. Namun untuk indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite berakhir melemah. S&P 500 melemah 0,27% ke 4.576,73, sedangkan Nasdaq terkoreksi 0,43% menjadi 14.283,91.

Investor di AS masih memantau perkembangan dari rilis laporan keuangan emiten di AS pada kuartal II-2023. Beberapa emiten farmasi di AS telah merilis laporan keuangannya pada kuartal II-2023 hari ini.

Emiten kontraktor dan alat berat yakni Caterpillar terpantau labanya kembali mengalami kenaikan di kuartal II-2023, meski ada penurunan berurutan dalam penjualan. Sahamnya pun ditutup melonjak 8,85%.

Sedangkan kinerja keuangan emiten ride-hailing Uber meleset dari ekspektasi dan membuat sahamnya ambles 5,68%.

Sementara untuk emiten farmasi Pfizer, pendapatan bersih kuartalan turun jauh dari ekspektasi Wall Street, terpukul oleh penurunan penjualan produk Covid-19. Saham Pfizer pun merosot 1,25%.

Sejauh ini, 51% emiten di S&P 500 telah melaporkan hasil aktual dari laporan keuangan pada kuartal II-2023. Dari perusahaan tersebut, 80% telah melaporkan EPS aktual di atas perkiraan, yaitu di atas rata-rata 5 tahun terakhir sebesar 77% dan di atas rata-rata 10 tahun sebesar 73%.

Terlepas dari kinerja sejauh ini, analis bersiap untuk penurunan pendapatan 7,1% dari tahun lalu, menurut FactSet, dan penurunan laba kuartal ketiga berturut-turut.

"Ini berjalan sangat baik di bulan Juni, Juli dam semua orang tahu bahwa Agustus secara historis adalah bulan musiman yang cukup lemah," kata Scott Ladner, kepala investasi Horizon Investments, dikutip dari Reuters.

Sementara itu, investor cenderung merespons kecewa dengan rilis beberapa data aktivitas manufaktur yang masih berkontraksi dan data tenaga kerja yang tidak sesuai ekspektasi.

Data aktivitas manufaktur (PMI manufaktur) AS periode Juli 2023 versi S&P Global dan ISM akan dirilis pada hari ini. Keduanya terpantau mengalami kenaikan.

Untuk versi S&P Global, PMI manufaktur pada bulan lalu naik menjadi 49, dari sebelumnya di angka 46,3 pada Juni lalu. Sedangkan versi ISM, PMI manufaktur AS hanya naik sedikit menjadi 46,4, dari sebelumnya pada Juni lalu di angka 46.

Meski kedua versi PMI manufaktur AS mengalami kenaikan, tetapi masih berada di zona kontraksi yang menandakan bahwa sektor manufaktur Negeri Paman Sam masih melambat.

PMI menggunakan angka 50 sebagai batasnya. Jika berada di bawah 50, menandakan sektor manufaktur sedang mengalami kontraksi. Sebaliknya, jika berada di atas 50, maka sektor manufaktur sedang berekspansi.

Sementara untuk data tenaga kerja AS yang telah dirilis kemarin yakni data pembukaan lapangan kerja JOLTS.
Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan jumlah lapangan kerja baru pada periode Juni 2023 turun menjadi 9,58 juta lapangan, dari sebelumnya pada Mei lalu sebanyak 9,62 juta lapangan kerja.

Data JOLTS akan dipantau oleh pelaku pasar dan pembuat kebijakan yakni bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), karena dapat memberikan wawasan berharga mengenai dinamika penawaran-permintaan di pasar tenaga kerja.

Data tenaga kerja ini juga tentunya akan menjadi pertimbangan The Fed untuk menentukan langkah kebijakan suku bunga acuannya berikutnya.

Namun, masih ada beberapa data tenaga kerja di AS yang akan dirilis pada pekan ini, yakni data perubahan tenaga kerja ADP, data klaim pengangguran mingguan periode pekan lalu, dan data penggajian non-pertanian (non-farming payroll/NFP).

Pelaku pasar bakal memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street yang mulai melandai karena investor menilai rilis kinerja keuangan emiten di AS pada kuartal II-2023

Sejauh ini, 51% emiten di S&P 500 telah melaporkan hasil aktual dari laporan keuangan pada kuartal II-2023. Dari perusahaan tersebut, 80% telah melaporkan EPS aktual di atas perkiraan, yaitu di atas rata-rata 5 tahun terakhir sebesar 77% dan di atas rata-rata 10 tahun sebesar 73%.

Terlepas dari kinerja sejauh ini, analis bersiap untuk penurunan pendapatan 7,1% dari tahun lalu, menurut FactSet, dan penurunan laba kuartal ketiga berturut-turut.

Investor semakin berharap tentang prospek skenario soft landing dalam beberapa pekan terakhir karena data ekonomi menunjukkan kekuatan berkelanjutan di pasar tenaga kerja dan pendapatan kuartal II-2023 yang lebih baik dari harapan pasar.

Namun, investor di AS cenderung kecewa dengan rilis beberapa data aktivitas manufaktur yang masih berkontraksi dan data tenaga kerja yang tidak sesuai ekspektasi.

Untuk versi S&P Global, PMI manufaktur pada bulan lalu naik menjadi 49, dari sebelumnya di angka 46,3 pada Juni lalu. Sedangkan versi ISM, PMI manufaktur AS hanya naik sedikit menjadi 46,4, dari sebelumnya pada Juni lalu di angka 46.

Meski kedua versi PMI manufaktur AS mengalami kenaikan, tetapi masih berada di zona kontraksi yang menandakan bahwa sektor manufaktur Negeri Paman Sam masih melambat.

PMI menggunakan angka 50 sebagai batasnya. Jika berada di bawah 50, menandakan sektor manufaktur sedang mengalami kontraksi. Sebaliknya, jika berada di atas 50, maka sektor manufaktur sedang berekspansi.

Biro Statistik Tenaga Kerja AS, kemarin,  melaporkan jumlah lapangan kerja baru pada periode Juni 2023 turun menjadi 9,58 juta lapangan, dari sebelumnya pada Mei lalu sebanyak 9,62 juta lapangan kerja.

Data JOLTS akan dipantau oleh pelaku pasar dan pembuat kebijakan yakni bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), karena dapat memberikan wawasan berharga mengenai dinamika penawaran-permintaan di pasar tenaga kerja.

Data tenaga kerja ini juga tentunya akan menjadi pertimbangan The Fed untuk menentukan langkah kebijakan suku bunga acuannya berikutnya.

Pada hari ini, rilis data tenaga kerja di AS kembali berlanjut, dengan data perubahan tenaga kerja versi ADP periode Juli 2023.
Pada pekan ini, selain musim rilis kinerja keuangan emiten, fokus pelaku pasar global juga tertuju pada rilis data tenaga kerja.

Setelah ADP, masih ada sekitar dua data lagi yang penting untuk dicermati oleh pasar yakni data klaim pengangguran mingguan dan data penggajian non-pertanian (non-farming payroll/NFP).

Sementara itu dari kawasan Asia-Pasifik, pada hari ini, beberapa data ekonomi dan agenda penting akan dirilis, seperti data inflasi Korea Selatan dan meeting minutes bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ).

Beralih ke dalam negeri, rilis data inflasi dan PMI manufaktur masih akan menjadi perhatian pasar. Selain itu, musim rilis kinerja keuangan emiten RI juga perlu dicermati.

Sebelumnya kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Indonesia melesat hingga 0,21% (month-to-month/mtm) per Juli 2023. Adapun, inflasi tahun kalender mencapai 1,45%, dengan demikian inflasi tahunan (year-on-year/yoy) mencapai 3,08%.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengungkapkan inflasi Juli 2023 secara bulanan lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya, Juni 2023, sebesar 0,14%. Namun, lebih rendah dibanding 0,64% Juli 2023.

Proyeksi inflasi ini sejalan dengan perkiraan CNBC Indonesia. Konsensus pasar yang dihimpun Tim Riset CNBC Indonesia, dari 11 institusi memperkirakan inflasi Juli 2023 akan menembus 0,21% dibandingkan bulan sebelumnya (mtm). Inflasi bulanan pada Juni tercatat 0,14%.

Hasil polling juga memperkirakan inflasi akan menembus 3,08% (yoy) pada bulan lalu. Inflasi inti (yoy) diperkirakan mencapai 2,50%. Secara tahunan, inflasi menembus 3,52% sementara inflasi inti tercatat 2,58% pada Juni.

Adapun, angka inflasi yang turun hingga 3,08% membuktikan bahwa ramalan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo benar adanya. Perry memperkirakan inflasi Juli 2023 bisa turun hingga di bawah 3,5%, lebih rendah dibandingkan bulan lalu.

Kendati melandai, masyarakat tetap harus waspada. Pasalnya, ancaman kenaikan harga pangan ada di depan mata.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani pun mengungkapkan adanya risiko fenomena El Nino ditambah dengan penangguhan Kesepakatan Biji-bijian Laut Hitam atau Black Sea Grain Initiatives yang telah diumumkan Rusia minggu lalu, sebagai imbas dari tensi perang di Ukraina.

"Ini berarti pada paruh kedua tahun ini kita akan sangat dipengaruhi ketidakpastian dari komoditas, hampir mirip seperti 2022, ditambah dengan nanti el nino, ini menjadi sesuatu yang harus kita waspadai pada paruh kedua 2023 ini," kata Sri Mulyani.

Masalah ini akan berpengaruh terhadap Indonesia karena bahan pangan Indonesia masih dipengaruhi oleh produk panganan yang termasuk dalam Black Sea Grain Initiatives, seperti gandung hingga biji bunga matahari.

Dengan demikian, dia memastikan berbagai komoditas yang terkait dengan perjanjian itu akan mengalami lonjakan harga seperti pada 2022, di antaranya yang paling terhubung dengan Indonesia adalah minyak mentah kelapa sawit atau CPO yang berimplikasi langsung ke harga minyak goreng.

Sementara itu, aktivitas manufaktur Indonesia melonjak pada Juli 2023 didukung oleh kuatnya permintaan dari dalam dan luar negeri. Namun, kepercayaan dunia usaha justru melandai.

S&P Global merilis data aktivitas manufaktur Indonesia yang dicerminkan dengan Purchasing Managers' Index (PMI), Selasa kemarin. Untuk periode Juli 2023, PMI manufaktur Indonesia ada di angka 53,3. Indeks menjadi yang tertinggi sejak September 2022 atau 10 bulan terakhir.
PMI manufaktur Indonesia sudah berada dalam fase ekspansif selama 23 bulan terakhir.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi. Melambungnya PMI Manufaktur dipicu oleh naiknya permintaan baru, baik dari dalam ataupun luar negeri.

Di lain sisi, musim rilis kinerja keuangan RI periode tengah tahun telah bergulir. Hingga tulisan ini dibuat, setidaknya sudah ada 126 emiten yang menerbitkan laporan keuangan periode kuartal II-2023.

Sejumlah emiten berkapitalisasi pasar besar (big cap) mampu menorehkan kinerja cemerlang. Sebagai contoh, ada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) yang kompak meraih pertumbuhan laba bersih.

Laba bersih BBCA tercatat Rp24,19 triliun atau tumbuh sebesar 34% (year-on-year/yoy) sementara itu laba BBNI melonjak 17% menjadi Rp 10,3 triliun.pada semester I-2023.

Kenaikan pendapatan juga masih ditorehkan emiten konsumer milik Grup Salim, yakni PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), di mana emiten produsen Indomie ini meraup laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 5,72 triliun pada semester I-2023. Jumlah tersebut terbang 196,60% dari setahun sebelumnya sebesar Rp 1,93 triliun

Sementara induk ICBP yakni PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) mencatatkan laba bersih sebesar Rp 5,56 triliun pada semester I-2023. Jumlah tersebut melambung 91,93% dari sebelumnya Rp 2,9 triliun.

Sebaliknya, laba raksasa telekomunikasi PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) justru turun 4,16% (yoy) menjadi Rp 13,31 triliun.

Pada saat bersamaan, emiten lain mencetak kinerja yang bervariasi dalam enam bulan pertama 2023. Sementara dari sisi pergerakan sahamnya, pelaku pasar tampak sudah terlebih dulu mengantisipasi musim rilis kinerja emiten.

Pelaku pasar kini menunggu laporan keuangan perusahaan besar terutama di sektor tambang, transportasi, properti, hingga konstruksi. Kinerja laporan keuangan perusahaan setidaknya bisa mencerminkan seperti apa laju pemulihan ekonomi Indonesia serta dampaknya kepada perusahaan.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Rilis data indeks industri-konstruksi-manufaktur Australia periode Juli 2023 (06:00 WIB),
  2. Rilis data inflasi Korea Selatan periode Juli 2023 (06:00 WIB),
  3. Meeting minutes bank sentral Jepang (06:50 WIB),
  4. Rilis data perubahan tenaga kerja ADP Amerika Serikat periode Juli 2023 (19:15 WIB).

 

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  1. IPO PT Nusantara Sejahtera Raya Tbk,
  2. RUPS Luar Biasa PT Solusi Sinergi Digital Tbk (10:00 WIB),

 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q1-2023 YoY)

5,03%

Inflasi (Juli 2023 YoY)

3,08%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (Juli 2023)

5,75%

Surplus Anggaran (APBN Juni 2023)

0,7% PDB

Surplus Transaksi Berjalan (Q1-2023 YoY)

0,9% PDB

Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q1-2023 YoY)

US$ 6,5 miliar

Cadangan Devisa (Juni 2023)

US$ 137,5 miliar

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular