Macro Insight

Emak-Emak RI Kena Imbas Petaka Dunia, Harga Pangan Kian Mahal

mae, CNBC Indonesia
01 August 2023 15:20
Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan ke Pasar Bululawang, Kabupaten Malang, Senin (24/7/2023) dengan di dampingi Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. (Dok. Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden)
Foto: Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan ke Pasar Bululawang, Kabupaten Malang, Senin (24/7/2023) dengan di dampingi Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. (Dok. Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden)
  • Kelompok harga bergejolak terus mencatatkan inflasi (mtm) sepanjang Januari-Juli 2023
  • Kenaikan harga pangan seperti beras hingga telur ayam membuat harga bergejolak terus mencatat inflasi
  • Perubahan iklim yang ekstrem serta dampak perang Rusia-Ukraina melambungkan harga pangan

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga pangan Indonesia tahun ini terimbas besar oleh perubahan iklim yang sangat ekstrem, pembatasan ekspor, hingga dampak perang Rusia-Ukraina.
Dampak besar tersebut tercermin dari kencangnya laju inflasi harga bergejolak (volatile item), yang didominasi bahan pangan.
Kondisi ini tentu saja membebani masyarakat dan rumah tangga Indonesia, di mana sebagian besar pengeluaran hidup adalah untuk mengkonsumsi bahan pangan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kelompok harga bergejolak selalu mengalami inflasi secara bulanan (month to month/mtm) sepanjang Januari-Juli 2023.

Inflasi kelompok bergejolak sepanjang tahun ini mengalami inflasi (mtm) sebesar 1,40% (Januari), 0,28% (Februari), 0,29% (Maret), 0,29% (April), 0,49% (Mei), 0,44% (Juni), dan 0,17% (Juli).
Fenomena tersebut tidak pernah tercatat dalam historis BPS, paling tidak sejak 2009.

Secara historis, inflasi harga bergejolak akan mengalami deflasi jika dalam 2-3 bulan sudah mengalami inflasi. Pasalnya, harga pangan biasanya tidak akan berada dalam harga yang tinggi terus menerus.

Kelompok tersebut juga biasanya mengalami deflasi setelah terbang tinggi setelah periode Ramadan dan Lebaran.

Kondisi tersebut tidak terjadi pada tahun ini di mana harga pangan mengalami inflasi pasca Lebaran Idul Fitri yakni pada Mei dan Idul Adha yakni pada Juli.

Cuaca Hingga Perang Picu Inflasi Pangan

Inflasi kelompok volatile dipicu oleh kenaikan harga sejumlah bahan pangan, mulai dari beras hingga telur ayam. Harga beras terus melambung bahkan mencetak rekor tertingginya pada April tahun ini.
Pada pertengahan April, harga beras terpantau cetak rekor ke Rp13.860 per kg beras premium dan beras medium ke Rp12.050 per kg.

Rata-rata harga beras bahkan kembali menembus Rp 13.550/kg pada akhir Juni.
Harga cabai merah juga terus bertahan di harga tinggi bahkan menyentuh Rp 50.000/kg pada akhir Juni.

Harga telur ayam pada pertengahan Mei hingga menembus level tertinggi. Pada 19 Mei 2023, harga telur menyentuh Rp30.440 per kg.Harga tersebut melewati level tertinggi tahun 2022 yang tercatat mencapai Rp29.650 per kg secara rata-rata nasional.
Harga bawang putih juga melonjak pada Maret dan Juli. Harganya bahkan menyentuh Rp 48.000/kg di Jakarta pada pertengahan Juli.

Harga kedelai juga terus melonjak dan menembus Rp Rp 14.950 per kg biji kering pada Februari lalu.

Kenaikan harga pangan disebabkan oleh banyak faktor mulai dari gagal panen akibat perubahan iklim yang ekstrem, dampak perang Rusia-Ukraina, serta kebijakan pembatasan ekspor.

Harga beras naik karena persoalan pasokan. Banjir besar akibat tingginya curah hujan pada Februari 2023 membuat 31 ribu ha lahan sawah mengalami gagal panen.
Produksi beras nasional pada Februari 2023 hanya 2,86 juta ton. Sementara Januari 2023 hanya 1,33 juta ton. 
Artinya, ada penyusutan sekitar 800.000 ton dari estimasi pemerintah yang sekitar 3,68 juta ton.

Ladang menderita kekeringan di Tuusula, Finlandia selatan, pada 15 Juni 2023. (Jussi Nukari/Lehtikuva via AP)Foto: Ladang menderita kekeringan di Tuusula, Finlandia selatan, pada 15 Juni 2023. (Jussi Nukari/Lehtikuva via AP)
Ladang menderita kekeringan di Tuusula, Finlandia selatan, pada 15 Juni 2023. (Jussi Nukari/Lehtikuva via AP)

Harga beras masih terancam naik akibat EL Nino dan larangan ekspor beras India.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah mengeluarkan peringatan ancaman kemarau ekstrem untuk 2023.
Kemarau panjang diperkirakan terjadi pada tahun ini sehingga produksi beras bisa terganggu dan harganya makin naik.

Penyebab lain dari kenaikan harga beras adalah penetapan baru harga pembelian pemerintah (HPP) serta harga eceran tertinggi (HET).

Untuk harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani ditetapkan sebesar Rp5.000 dan GKP di tingkat penggilingan Rp5.100. Sementara itu, untuk gabah kering giling (GKG) di penggilingan ditetapkan di harga Rp6.200 dan GKG di gudang Perum Bulog Rp6.300.

Perubahan iklim dan perang juga membuat harga telur melonjak pada Mei.
Perang membuat harga pakan ternak ayam melonjak sehingga harga telur pun terbang.

Harga kedelai juga melonjak karena kekeringan ekstrem di Argentina. Panen kedelai di Argentina diperkirakan hanya mencapai 34,5 juta ton pada 2022/2023 atau terendah dalam 14 tahun.
Naiknya harga kedelai bisa mengancam harga tempe dan tahu yang banyak dikonsumsi masyarakat.

Komoditas pangan lain yang terancam melambung tinggi adalah gandum. Pasalnya, Presiden Rusia Vladimir Putin ogah memperpanjang Black Sea Grain Initiative.

Sebagai catatan, Black Sea Grain Initiative merupakan kesepakatan yang diinisiasi Turki dan PBB. Ini memungkinkan Ukraina mengekspor biji-bijian melintasi Laut Hitam pasca serangan Rusia ke negara itu pada 24 Februari 2022.

Perjanjian ini pertama kali diberlakukan pada 27 Juli 2022 dan diperbarui secara bertahap.
Sebelumnya akibat serangan awal Rusia, pengiriman jagung, gandum, jelai serta minyak bunga matahari Ukraina, diblokade pasukan Rusia dan membuat harga pangan dunia mencetak rekor tertinggi sepanjang massa di Maret 2022.

Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro menjelaskan harga pangan global memang melambung, terutama pada Juni-Juli tahun ini.

Menurutnya, secara penawaran memang ada penurunan produksi panen global akibat El Nino yang berdampak pada banyak komoditas dari mulai beras, kacang-kacangan, hingga kopi.

"Harga bahan pangan global di Juni-Juli ini trennya naik, karena ada sentimen geoplitik Rusia dan Ukraina. Jadi kenaikan harga gandum dunia, juga diikuti oleh komoditas makanan lain seperti beras, kacang kedelai, dan kelapa sawit," tutur Satria, kepada CNBC Indonesia.

Harga Pangan Relatif Terkendali?

Kendati kelompok harga pangan terus mencatatkan inflasi, Satria menjelaskan laju inflasi masih terkendali.
"Kenaikan inflasi harga bergejolak di Indonesia sebenarnya relatif terkendali jika dibandingkan dengan tren global, dimana kenaikan di negara-negara Asia Selatan dan Amerika Latin masih double-digi," imbuhnya.

Berdasarkan data BPS, inflasi tahun kalender kelompok bergejolak mencapai 3,40% pada Juli 2023. Inflasi lebih kecil dibandingkan pada Januari-Juli 2022 yang tercatat 9,24%.
Namun, perlu dicatat jika tahun lalu merupakan anomali karena menjadi awal perang Rusia-Ukraina.
Pada Januari-Juli 2021, inflasi kelompok volatile hanya tercatat 1,14% sementara pada Januari-Juli 2020 tercatat 1,78%.

Secara tahunan, kelompok kelompok volatile mengalami deflasi sebesar 0,03%. Berbanding terbalik dengan Juli 2023 yang tercatat inflasi 11,47%.

Deflasi pada kelompok harga bergejolak (yoy) pada Juli tahun ini disebabkan oleh tingginya base atau basis perhitungan pada tahun lalu.

Ekonom Bank Danamon Irman Faiz menjelaskan inflasi pada kelompok harga bergejolak tahun ini lebih didominasi oleh permintaan bukan pada sisi supply.
Hal tersebut berbeda dengan tahun lalu di mana persoalan supply membuat kelompok harga bergejolak melambung.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(mae/mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation