
Dunia Tak Baik-Baik Saja! AS, Eropa & Jepang Beri Kabar Buruk

Pelaku pasar perlu mencermati banyaknya agenda dan data ekonomi yang akan keluar pada pagi hari ini, baik dari dalam ataupun luar negeri.
Data-data tersebut diperkirakan akan menjadi sentimen penggerak pasar keuangan domestik hari ini.
Dari luar negeri, sentimen akan datang dari AS, Jepang, hingga Eropa.
Ambruknya bursa Wall Street dikhawatirkan menjalar ke pasar bursa Indonesia hari ini.
Bursa Wall Street tumbang karena pasar kecewa dengan pernyataan The Fed yang masih membuka opsi kenaikan suku bunga pada pertemuan mendatang.
Pertumbuhan di kuartal II-2023 masih kencang dan klaim pengangguran menurun menunjukkan ekonomi AS masih panas.
Data-data ekonomi AS tersebut mendukung kenaikan suku bunga ke depan.
AS akan mengumumkan beberapa data ekonomi hari ini, yakni personal spending bulanan untuk Juni, pengeluaran konsumen tahunan Juni, serta sentimen konsumen untuk Juli.
Pasar berekspektasi personal spending akan naik 0,4% (month to month/mtm) pada Juni, dari 0,1% (mtm) pada Mei.
Namun, pengeluaran belanja warga AS atau PCE diharapkan sudah mulai melandai ke 2,9% (yoy) pada Juni 2023, dari 3,8% (yoy) pada Mei.
Sementara itu, pasar berekspektasi jika indeks sentimen konsumen AS akan naik ke 72,6 pada Juli, rekor tertingginya sejak September 2021.
Indeks mengukur optimisme konsumen AS terhadap ekonomi ke depan dan bagaimana mereka akan melakukan spending ke depan.
Pengeluaran belanja dan sentimen konsumen adalah dua indikator yang sangat diperhatikan The Fed dalam menentukan suku bunga.
Keduanya akan sangat berdampak karena besaran belanja akan menentukan laju inflasi.
Jika data PCE dan sentimen konsumen lebih tinggi dari ekspektasi pasar maka pasar rawan longsor.
Agenda penting juga akan datang dari Jepang. Bank sentral Jepang (Boj) hari ini akan memberikan update forecast inflasi Jepang untuk tahun ini. BoJ juga akan mengumumkan kebijakan moneternya.
Inflasi Jepang dan kebijakan bank sentral Jepang (BoJ) tengah disorot. Inflasi Jepang memang sudah melandai ke 3,3% (yoy) pada Juni, dari 4,4% pada Januari 2023.
Namun, inflasi tersebut sudah di atas target BoJ yakni 2%.
Inflasi Jepang diperkirakan akan menanjak ke depan karena adanya kenaikan gaji pegawai.
Kondisi ini memberi tekanan kepada BoJ untuk segera mengetatkan kebijakanya guna menahan laju inflasi.
Kendati demikian, BoJ diperkirakan masih akan mempertahankan kebijakan bunga ultra rendahnya (-0,1%) pada hari ini demi menjaga pertumbuhan.
BoJ diharapkan melepas kebijakan yield curve control (YCC) sebesar 0,5%. YCC merupakan kebijakan BoJ yang menahan imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun dekat dengan 0,5%. Ketika yield mulai menjauhi 0,5% maka BoJ akan melakukan pembelian obligasi.
Pembelian tersebut artinya BoJ menyuntikkan likuiditas ke perekonomian.
Dana Moneter Internasional (IMF) dalam rekomendasinya meminta BoJ untuk segera melepas kebijakan YCC.
Kebijakan suku bunga ultra rendah serta YCC membuat yen melemah tajam pada tahun ini. Namun, BoJ bersikeras menahan suku bunga karena belum melihat laju inflasi di atas 2% tetap berlanjut ke depan.