- IHSG mencetak rekor sementara rupiah dan yield SBN mencatatkan kinerja negatif pada perdagangan kemarin
- Mayoritas Wall Street berakhir di zona merah pada perdagangan kemarin
- Keputusan The Fed menaikkan suku bunga dan membuka kenaikan suku bunga ke depan akan menjadi penggerak utama pasar hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia mencatatkan kinerja beragam pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berlari kencang tetapi rupiah dan pasar Surat Berharga Negara (SBN) lesu.
Pasar keuangan rawan pelemahan hari ini menyusul kebijakan suku bunga di Amerika Serikat (AS). Selengkapnya mengenai proyeksi pasar keuangan pekan ini dan hari ini bisa dibaca pada halaman 3 dan 4 artikel ini.
IHSG ditutup di posisi 6.948,28 pada perdagangan kemarin, Rabu (26/7/2023). Indeks menguat 0,44%.
Posisi penutupan kemarin merupakan yang tertinggi sepanjang tahun ini. Jika dihitung lebih jauh maka posisi penutupan kemarin adalah yang tertinggi sejak 5 Desember 2022 atau lebih dari tujuh bulan terakhir.
Penguatan ini memperpanjang tren positif IHSG menjadi lima hari beruntun dengan penguatan mencapai 1,7%.
Sebanyak 250 saham menguat, 284 saham melemah, dan 209 bergerak stagnan.
Total saham yang berpindahtangan mencapai 16,7 miliar dengan nilai transaksi mencapai Rp 10,3 triliun pada perdagangan kemarin.
Investor asing masih mencatatkan net buy sebesar Rp 750,3 miliar. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibanidngkan yang tercatat pada perdagangan Selasa yakni Rp 636,03 miliar.
Sektor energi menjadi penopang pergerakan IHSG kemarin dengan penguatan menyentuh 1,43%.
Sektor lain yang menguat adalah transportasi (1,19%), industri 0,75%, siklikal 0,46%, keuangan 0,3%, dan infrastruktur 0,12%.
Sebaliknya, sektor yang melemah adalah bahan baku, non siklikal, kesehatan, properti, dan teknologi.
Lonjakan harga komoditas mulai dari batu bara hingga minyak membuat kinerja emiten berbasis komoditas naik tajam.
Sebagai catatan, harga batu bara menguat delapan hari beruntun dengan penguatan mencapai 16%. Pada perdagangan Selasa (25/7/2023), harga batu bara ICE Newcastle kontrak Agustus ditutup di posisi US$ 147, 50 per ton. Harga batu bara melonjak 3,07%. Posisi penutupan tersebut adalah yang tertinggi dalam 14 hari perdagangan terakhir.
Lonjakan harga batu bara ikut membantu saham PT Harum Energy Tbk (HRUM) melonjak 9,65%, saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BUMI) melesat 5,85%, dan saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) melonjak 2,18%.
Selain kenaikan harga energi, kinerja IHSG juga ditopang oleh membaiknya kinerja laporan keuangan perusahaan, ekspektasi pelonggaran kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve, capital inflow, serta prospek ekonomi yang lebih baik.
Bank Indonesia memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh sekitar 5,1% pada kuartal II-2023. Sebelumnya, Menteri keuangan Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2023 di atas 5%.
Sementara itu, mayoritas melemah pada perdagangan kemarin. Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melemah 0,36%, Shanghai Composite China terkoreksi 0,26%, Indeks Nikkei 225 Jepang melemah tipis 0,043%, dan indeks KOSPI Korea melemah 1,67%.
Sebaliknya, indeks Straits Times Singapura terapresiasi 0,57% dan Indeks ASX 200 Australia menguat 0,85%.
Dari pasar mata uang, nilai tukar rupiah melemah cukup dalam kemarin. Merujuk data Refinitiv, mata uang rupiah ditutup melemah 0,17% di posisi Rp 15.015/US$1.
Pelemahan ini berbanding terbalik dengan penguatan sebesar 0,2% pada hari Selasa.
Rupiah melemah karena pelaku pasar tengah was-was menunggu kebijakan The Fed. Bank sentral AS menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada Selasa dan Rabu waktu AS dan mengumumkan hasilnya Kamis dini hari tadi.
Di pasar Surat Berharga Negara (SBN), yield atau imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun naik ke 6,25% dari 6,23% pada perdagangan hari sebelumnya.
Yield yang menanjak menandai harga SBN yang semakin murah karena investor mengobral SBN.
Dari bursa Wall Street Amerika Serikat, mayoritas indeks berakhir di zona merah.
Pada perdagangan Rabu (26/7/2023), indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 82,05 poin atau 0,23% ke posisi 35.520,12. Dengan demikian, indeks Dow Jones sudah menguat selama 13 hari beruntun, rekor terbaiknya sejak 1987.
Sebaliknya, indeks Nasdaq ditutup melemah 17,27 poin atau 0,12% ke 14.127,28 dan indeks S&P 500 terkoreksi 0,71 poin atau 0,02% ke 4.566,75.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan penutupan pada Selasa di mana semua indeks menguat tajam. Anjloknya mayoritas bursa disebabkan kekecewaan pasar terhadap keputusan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).
The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,25-5,5%.
Dengan kenaikan tersebut, suku bunga the Fed (The Fed Fund Rate/FFR) sudah naik sebanyak 11 kali dengan total kenaikan sebesar 525 bps sejak Maret 2022. Suku bunga di level 5,25-5,5% saat ini adalah yang tertinggi sejak 2001 atau 22 tahun terakhir.
Kenaikan suku bunga sebesar 25 bps sudah sesuai ekspektasi pasar
Namun, yang membuat pasar kecewa adalah The Fed masih membuka kemungkinan kenaikan ke depan tergantung pada perkembangan data ekonomi.
Padahal, pasar berekspektasi jika kenaikan pada Juli akan menjadi yang terakhir tahun ini.
Chairman The Fed Jerome Powell menjelaskan keputusan suku bunga akan sangat tergantung pada data yang berkembang.
"Bisa saya katakan ada kemungkinan bahwa kami akan menaikkan suku bunga kembali di September jika datanya meyakinkan," tutur Powell.
Namun, Powell juga mengindikasikan ada peluang The Fed untuk menahan suku bunga ke depan jika datanya mendukung.
"Saya juga bisa katakan ada peluang bagi kami untuk memilih menahan suku bunga. Kami akan melakukan penilaian secara hati-hati dari meeting ke meeting," imbuh Powell.
Pernyataan Powell ini tentu saja membuat pasar kecewa.
"Pesan yang diterima pasar adalah bahwa pernyataan Powell tidak menyelesaikan persoalan. Akan ada selalu kejutan besar ke depan," tutur analis Edward Jones, Angelo Kourfafas, dikutip dari Reuters.
Ekonom Nationwide, Kathy Bostjancic, juga memberi tanggapan senada. Menurutnya, pernyataan Powell membuat pasar tidak bisa menyimpulkan kebijakan The Fed ke depan dengan jelas.
"Petunjuk untuk kebijakan ke depan masih tak berubah karena Komite tetap membuka kenaikan suku bunga lagi jika inflasi tidak bergerak dalam tren penurunan," tutur Bostjancic, dikutip dari AP News.
Di luar keputusan The Fed, penggerak pasar lainnya adalah kinerja perusahaan. Emiten teknologi masih menjadi bintang dengan membukukan keuntungan yang jauh di atas ekspektasi pasar.
Induk Facebook, Meta, membukukan kenaikan pendapatan sebesar 11% menjadi US$ 32 miliar pada April-Juni 2023. Ini adalah pertama kali perusahaan membukukan pendapatan double digit sejak akhir 2021.
Pendapatan Meta jauh di atas ekspektasi pasar yakni US$ 31,12 miliar.
Meta juga mengatakan jika pengguna aktif Facebook melonjak 5% pada April-Juni 2023 menjadi 2,06 miliar.
Sebelumnya, Micorosft melaporkan pendapatan mereka naik menjadi US$ 56,19 miliar pada April-Juni 2023, lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar yakni US$ 55,47 miliar
Laba bersih perusahaan mencapai US$ 20,08 miliar pada April-Juni 2023 naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni US$ 16,74 miliar
Google melaporkan kenaikan pendapatan sebesar 7% menjadi US$ 74,6 miliar pada April-Juni 2023, lebih tinggi US$ 2 miliar dari ekspektasi pasar.
Pendapatan Google dari Ad naik 4,7% (yoy) menjadi YS$ 42, 6 miliar.
"Keuntungan terbesar sepanjang tahun ini sejauh ini ditorehkan emiten teknologi," tutur David Bahnsen, chief investment officer dari the Bahnsen Group, dikutip dari Reuters.
Keputusan The Fed akan menjadi penggerak utama pasar hari ini. Namun, pelaku pasar juga mesti mencermati sentimen lain di luar keputusan The Fed.
Sesuai ekspektasi pasar, The menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,25-5,5%.
Dengan kenaikan tersebut, suku bunga the Fed sudah naik sebanyak 11 kali dengan total kenaikan sebesar 525 bps sejak Maret 2022. Suku bunga di level 5,25-5,5% saat ini adalah yang tertinggi sejak 2001 atau 22 tahun terakhir.
Kenaikan suku bunga sebesar 25 bps sudah sesuai ekspektasi pasar. Namun, pernyataan Chairman The Fed Jerome Powell yang mengisyaratkan masih ada kemungkinan kenaikan suku bunga ke depan tidak sejalan dengan ekspektasi pasar
Powell mengingatkan jika keputusan suku bunga ke depan masih akan mempertimbangkan data yang berkembang.
"Bisa saya katakan ada kemungkinan bahwa kami akan menaikkan suku bunga kembali di September jika datanya meyakinkan. Saya juga bisa katakan ada peluang bagi kami untuk memilih menahan suku bunga. Kami akan melakukan penilaian secara hati-hati dari meeting ke meeting," tutur Powell dalam konferensi pers.
Sebagai catatan, The Fed baru akan menggelar pertemuan pada 19-20 September mendatang. Sebelum pertemuan tersebut, The Fed akan memiliki data pendukung yang lebih banyak yakni dua kali inflasi dan data pengangguran (Juli dan Agustus).
Artinya, masih ada kemungkinan gejolak di pasar keuangan global dan Indonesia paling tidak dalam 1-2 bulan ke depan sebelum rapat the Fed September.
Rupiah, saham, dan SBN masih akan terekspos dengan apapun data ekonomi AS yang terbaru.
Artinya, rupiah bisa melemah dan menguat jika ada perubahan yang signifikan dari data pengangguran, inflasi, ataupun pertumbuhan ekonomi AS.
Belum adanya kejelasan kebijakan The Fed ke depan juga akan membuat investor tidak akan jor-joran dalam mengalirkan dananya ke Emerging Markets seperti Indonesia.
Kondisi ini bisa membuat bursa saham, rupiah, dan SBN rentan ditinggalkan investor sehingga melemah.
Belum jelasnya kebijakan The Fed ke depan juga akan menimbulkan lebih banyak ketidakpastian global karena investor harus menunggu dan mempertimbangkan rilis data ekonomi AS terbaru.
"Tekanan kepada mata uang (rupiah) masih akan berlanjut dalam 1-2 bulan ke depan karena market akan sangat bergantung kepada data inflasi AS atau data lain lain mempengaruhi The Fed," tutur kepala ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, kepada CNBC Indonesia.
Namun, Andry mengingatkan jika ekspektasi pasar masih bergerak saat ini masih memproyeksi The Fed akan menahan suku bunga pada September.
"Ini akan menjadi penopang positif ke rupiah dan SBN pada akhir tahun. Kami perkirakan rupiah akan bergerak di kisaran Rp 14.800-14.900/US$1 hingga akhir tahun," imbuh Andry.
Namun, Powell juga memberikan pernyataan positif jika dia tidak melihat ada tanda-tanda resesi di AS. Menurutnya, perlambatan ekonomi AS hanya akan bergerak 'soft landing'.
Dengan tidak adanya resesi AS maka pertumbuhan ekonomi global paling tidak bisa ditopang oleh AS.
Kondisi ini juga bisa berdampak positif ke ekspor Indonesia karena permintaan ekspor bisa meningkat.
Setelah The Fed, bank sentral Eropa (ECB) akan mengumumkan kebijakan suku bunga pada hari ini.
ECB sudah mengerek suku bunga sebesar 400 basis points (bps) menjadi 3,5%, tertinggi dalam 22 tahun terakhir.
Pelaku pasar memperkirakan ECB masih akan mengerek suku bunga sebesar 25 bps pada hari ini sebelum mulai menahan suku bunga pada September mendatang.
Salah satu pertimbangannya adalah karena inflasi Uni Eropa yang jauh melandai dari 10,6% (yoy) pada Oktober 2022 menjadi 5,5% (yoy) pada Juni 2023.
"ECB akan menaikkan suku bunga kembali. Jika mereka melakukan sebaliknya maka itu justru menjadi kejutan besar," tutur analis RBC Capital Markets, Peter Schaffrik, dikutip dari Reuters.
Amerika Serikat akan mengumumkan klaim pengangguran untuk pekan yang berakhir pada 21 Juli.
Jumlah pekerja yang mengajukan klaim pengangguran pada pekan yang berakhir pada 15 Juli tercatat 228.000, atau terendah dalam dua bulan.
Pelaku pasar memperkirakan klaim pengangguran AS akan meningkat hingga 280.000 pada pekan lalu.
Data klaim pengangguran merupakan salah satu data yang menjadi pertimbangan The Fed dalam menentukan suku bunga.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan uang beredar pada Juni 2023.
Uang beredar diharapkan meningkat pesat pada Juni tahun ini karena ada libur panjang serta perayaan Hari Raya Idul Adha.
Dua momen tersebut diperkirakan akan menggerakkan peredaran uang di masyarakat karena adanya peningkatan konsumsi belanja.
Sebagai catatan, uang beredar dalam arti luas (M2) pada Mei 2023 mencapai Rp8.332,3 triliun atau tumbuh 6,1% (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya 5,6% (yoy).
Agenda ekonomi:
* Australia akan mengumumkan data harga ekspor dan impor kuartal II-2023 ( 08:30 WIB)
* Bank Indonesia akan merilis data uang beredar Juni(10:00 WIB)
* Bank sentral Eropa (ECB) akan mengumumkan kebikakan suku bunga (19:15 WIB)
* AS akan mengumumkan data klaim pengangguran untuk pekan yang berakhir pada 21 Juli
Agenda perusahaan
Tanggal Pembayaran Dividen Tunai FKS Multi Agro Tbk (FISH)
Tanggal Pembayaran Saham Bonus Fortune Mate Indonesia Tbk (FMII)
Ttanggal Pembayaran Dividen Saham Intanwijaya Internasional Tbk (INCI)
Pemberitahuan RUPS Rencana PT Personel Alih Daya Tbk (PADA)
Tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT Putra Mandiri Jembar Tbk (PMJS)
Tanggal Pembayaran Dividen Tunai Pakuwon Jati Tbk (PWON)
Tanggal Pembayaran Dividen Tunai Radiant Utama Interinsco Tbk (RUIS)
Tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT Soho Global Health Tbk (SOHO)
Berikut indikator ekonomi terbaru:
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]