Newsletter

The Fed Bikin Kecewa, Awas Ekonomi Dunia Rawan Guncangan!

mae, CNBC Indonesia
27 July 2023 06:00
Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell  (AP Photo/Jacquelyn Martin)
Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Jacquelyn Martin)

Keputusan The Fed akan menjadi penggerak utama pasar hari ini. Namun, pelaku pasar juga mesti mencermati sentimen lain di luar keputusan The Fed.

Sesuai ekspektasi pasar, The menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,25-5,5%.
Dengan kenaikan tersebut, suku bunga the Fed sudah naik sebanyak 11 kali dengan total kenaikan sebesar 525 bps sejak Maret 2022. Suku bunga di level 5,25-5,5% saat ini adalah yang tertinggi sejak 2001 atau 22 tahun terakhir.


Kenaikan suku bunga sebesar 25 bps sudah sesuai ekspektasi pasar. Namun, pernyataan Chairman The Fed Jerome Powell yang mengisyaratkan masih ada kemungkinan kenaikan suku bunga ke depan tidak sejalan dengan ekspektasi pasar
Powell mengingatkan jika keputusan suku bunga ke depan masih akan mempertimbangkan data yang berkembang.

"Bisa saya katakan ada kemungkinan bahwa kami akan menaikkan suku bunga kembali di September jika datanya meyakinkan. Saya juga bisa katakan ada peluang bagi kami untuk memilih menahan suku bunga. Kami akan melakukan penilaian secara hati-hati dari meeting ke meeting," tutur Powell dalam konferensi pers.

Sebagai catatan, The Fed baru akan menggelar pertemuan pada 19-20 September mendatang. Sebelum pertemuan tersebut, The Fed akan memiliki data pendukung yang lebih banyak yakni dua kali inflasi dan data pengangguran (Juli dan Agustus).

Artinya, masih ada kemungkinan gejolak di pasar keuangan global dan Indonesia paling tidak dalam 1-2 bulan ke depan sebelum rapat the Fed September.
Rupiah, saham, dan SBN masih akan terekspos dengan apapun data ekonomi AS yang terbaru.
Artinya, rupiah bisa melemah dan menguat jika ada perubahan yang signifikan dari data pengangguran, inflasi, ataupun pertumbuhan ekonomi AS.

Belum adanya kejelasan kebijakan The Fed ke depan juga akan membuat investor tidak akan jor-joran dalam mengalirkan dananya ke Emerging Markets seperti Indonesia.
Kondisi ini bisa membuat bursa saham, rupiah, dan SBN rentan ditinggalkan investor sehingga melemah.
Belum jelasnya kebijakan The Fed ke depan juga akan menimbulkan lebih banyak ketidakpastian global karena investor harus menunggu dan mempertimbangkan rilis data ekonomi AS terbaru.

"Tekanan kepada mata uang (rupiah) masih akan berlanjut dalam 1-2 bulan ke depan karena  market akan sangat bergantung kepada data inflasi AS atau data lain lain mempengaruhi The Fed," tutur kepala ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, kepada CNBC Indonesia.

Namun, Andry mengingatkan jika ekspektasi pasar masih bergerak saat ini masih memproyeksi The Fed akan menahan suku bunga pada September.
"Ini akan menjadi penopang positif ke rupiah dan SBN pada akhir tahun. Kami perkirakan rupiah akan bergerak di kisaran Rp 14.800-14.900/US$1 hingga akhir tahun," imbuh Andry.

Namun, Powell juga memberikan pernyataan positif jika dia tidak melihat ada tanda-tanda resesi di AS. Menurutnya, perlambatan ekonomi AS hanya akan bergerak 'soft landing'.

Dengan tidak adanya resesi AS maka pertumbuhan ekonomi global paling tidak bisa ditopang oleh AS.
Kondisi ini juga bisa berdampak positif ke ekspor Indonesia karena permintaan ekspor bisa meningkat.

(mae/mae)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular