Hawa Libur Sudah Kencang, Awas! Asing Bisa Obral Saham
- Pasar keuangan Tanah Air cenderung bervariasi kemarin, setelah Bank Indonesia kembali menahan suku bunga acuannya di level 5,75%.
- Wall Street ditutup bervariasi di tengah bangkitnya kembali saham-saham teknologi meski The Fed mengindikasikan tidak akan merubah sikap hawkishnya dalam waktu dekat
- Pasar saham RI diprediksi semakin sepi karena adanya libur panjang, meski masih ada dua hari perdagangan di pekan depan
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia terpantau bervariasi pada perdagangan Kamis (22/6/2023), di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah, tetapi rupiah dan harga Surat Berharga Negara (SBN) berakhir menguat.
Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG pada perdagangan kemarin ditutup melemah 0,75% ke posisi 6.652,261. IHSG kembali keluar dari level psikologis 6.700 dan kembali diperdagangkan di level psikologis 6.600.
Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin masih terbilang sepi yakni hanya mencapai sekitaran Rp 9 triliun, dengan melibatkan 21 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,2 juta kali. Sebanyak 214 saham terapresiasi, 298 saham terdepresiasi, dan 235 saham lainnya stagnan.
Investor asing juga masih mencatatkan aksi jual bersih (net sell), di mana jumlahnya kembali bertambah yakni mencapai Rp 162,98 miliar di seluruh pasar pada perdagangan kemarin.
Di kawasan Asia-Pasifik, terpantau secara mayoritas melemah. Hanya indeks FTSE KLCI Malaysia, KOSPI Korea Selatan, dan TAIEX Taiwan yang berhasil menguat.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Kamis kemarin.
Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan kemarin kembali ditutup menguat terhadap dolar AS.
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan kemarin di Rp 14.935/US$, menguat tipis 0,03% di pasar spot.
Penguatan ini semakin memperpanjang tren positif nilai tukar rupiah yang juga menguat pada hari sebelumnya. Pada perdagangan hari sebelumnya, yakni Rabu, rupiah menguat 0,37% menjadi Rp 14.940,00/US$.
Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin harganya kembali menguat, menandakan bahwa imbal hasil (yield) mengalami penurunan dan tandanya sedang diburu oleh investor.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara terpantau turun 2,7 basis poin (bp) menjadi 6,297%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Kemarin, Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuan pada level 5,75%. Langkah tersebut sejalan dengan arah kebijakan untuk memastikan terkendalinya inflasi pada 2023 dan 2024 pada level 3 plus minus 1%.
Hal ini sesuai dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memproyeksi bank sentral Tanah Air tersebut akan menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR).
Dengan ini, maka BI telah mempertahankan suku bunga acuannya selama lima pertemuan berturut-turut, semenjak Februari lalu. Tingkat suku bunga Deposit Facility dan suku bunga Lending Facility juga dipertahankan masing-masing 6,5% dan 5%.
Pembuat kebijakan menyatakan bahwa keputusan tersebut bertujuan untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran target 3,0 ± 1% hingga sisa tahun 2023 dan menstabilkan rupiah untuk mengendalikan inflasi impor dan memitigasi dampak ketidakpastian pasar keuangan global.
BI mencatat bahwa inflasi telah kembali ke target lebih awal dari yang diharapkan dan terlihat tetap berada dalam target sepanjang tahun 2023. Tingkat inflasi tahunan di Indonesia turun ke level terendah 12 bulan sebesar 4% pada bulan Mei.
Selain itu, perekonomian domestik tetap baik dan prospek pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) untuk tahun 2023 dijaga pada kisaran 4,5%-5,3%.
(chd/chd)