Newsletter

Hawa Libur Sudah Kencang, Awas! Asing Bisa Obral Saham

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
23 June 2023 06:12
Pabrik Mobil VW
Foto: REUTERS/Fabian Bimmer

Pelaku pasar bakal memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street yang bervariasi kemarin.
Saham-saham teknologi di AS kembali dilirik oleh investor, menandakan bahwa mereka tidak ingin berlarut-larut dalam rasa kekecewaan, setelah The Fed menegaskan masih akan bersikap hawkish pada tahun ini.

Powell pada Rabu lalu menegaskan bahwa kemungkinan akan ada peningkatan suku bunga lebih lanjut untuk menurunkan inflasi lebih dalam lagi.
Pekan lalu, pejabat The Fed dalam Federal Open Market Committee (FOMC) memutuskan untuk pertama kalinya dalam lebih dari setahun untuk tidak menaikkan suku bunga.

Powell mengindikasikan bahwa keputusan tersebut kemungkinan hanya bersifat sementara dan mereka mengatakan bahwa The Fed belum akan berpaling dengan memangkas suku bunga dalam waktu dekat, sehingga kemungkinan kenaikan masih berpeluang besar.

"Hampir semua peserta FOMC berharap bahwa akan tepat untuk menaikkan suku bunga sedikit lebih tinggi pada akhir tahun," kata Powell dalam pidato yang akan dia sampaikan kepada Komite Jasa Keuangan DPR AS.

Pidato tersebut merupakan bagian dari laporan rutin semesteran kepada anggota parlemen mengenai kebijakan moneter.
Setelah pertemuan FOMC selama dua hari pekan lalu, pejabat The Fed mengindikasikan bahwa mereka memperkirakan akan ada peningkatan suku bunga sebesar 0,5 poin persentase hingga akhir tahun 2023.

Hal ini mengindikasikan dua kenaikan tambahan, dengan asumsi kenaikan suku bunga sebesar seperempat poin. Suku bunga pinjaman acuan The Fed saat ini berada pada kisaran antara 5% hingga 5,25%.

Menyadari bahwa inflasi telah mereda namun "masih berada di atas" target 2%, Powell mengatakan bahwa bank sentral masih memiliki pekerjaan lebih lanjut untuk dilakukan.

"Inflasi telah sedikit mereda sejak pertengahan tahun lalu. Namun demikian, tekanan inflasi terus tinggi, dan proses untuk menurunkan inflasi kembali ke 2% masih membutuhkan waktu yang lama," ujar Powell.

Dampak kebijakan moneter, seperti kenaikan suku bunga dan upaya The Fed untuk mengurangi kepemilikan obligasi dalam neracanya baru terasa belakangan ini.
Oleh karena itu, para pejabat memutuskan untuk tidak menaikkan suku bunga pada pertemuan bulan ini ketika mereka mengamati dampak ketatnya kebijakan moneter terhadap ekonomi.

Powell mengatakan bahwa pasar tenaga kerja juga masih ketat meskipun ada tanda-tanda bahwa kondisi sedang melonggar, seperti peningkatan partisipasi angkatan kerja pada kelompok usia utama 25 hingga 54 tahun dan beberapa penurunan dalam upah.
Namun, dia mencatat bahwa jumlah pekerjaan yang tersedia masih jauh melebihi jumlah tenaga kerja yang tersedia.

"Kami telah melihat dampak pengencangan kebijakan kami terhadap permintaan di sektor-sektor yang paling sensitif terhadap suku bunga. Namun, dibutuhkan waktu bagi efek penuh pembatasan moneter untuk direalisasikan, terutama dalam hal inflasi," tambah Powell.

Meski begitu, pasar mengharapkan suku bunga dapat dinaikkan sekali pada pertemuan Juli sebesar 25 bp.

Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar kini melihat ada probabilitas sebesar 76,9% The Fed akan mengerek lagi suku bunga acuan sebesar 25 bp pada Juli mendatang. Sedangkan sisanya yakni sebesar 23,1% The Fed akan kembali menahan suku bunga.

Sementara itu dari Inggris, bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) kemarin memutuskan untuk kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 bp menjadi 5%. Hal ini kembali dilakukan karena inflasi Inggris masih tinggi.
Gubernur BoE, Andrew Bailey memperingatkan kenaikan lebih lanjut, jika inflasi gagal menunjukkan tanda-tanda yang jelas menuju penurunan.

"Kami berkomitmen untuk mengembalikan inflasi ke target 2% dan akan membuat keputusan yang diperlukan untuk mencapainya," katanya.

Dalam hal ini, regulator telah ditakuti oleh kegagalan inflasi di Inggris untuk mereda secepat yang diperkirakan. Inflasi telah terbukti lebih lengket daripada negara dengan ekonomi utama lainnya.

Banyak yang menyalahkan bank sentral karena terlalu lambat untuk mulai menaikkan suku bunga pinjaman, sementara keluarnya Inggris dari Uni Eropa (UE) telah menambah biaya impor.

Sebelumnya, inflasi Inggris pada Mei 2023 mencapai 8,7% secara tahunan (year-on-year/yoy), sama seperti pada periode April 2023.
Realisasi inflasi yang dirilis Kantor Statistik Nasional Inggris, Rabu lalu juga berada di atas ekspektasi dan konsensus para ekonomi sebesar 8,4% YoY.

Angka tersebut masih jauh di atas target BoE sebesar 2%, sehingga memberikan tekanan kepada bank sentral untuk tetap mempertahankan kebijakan moneter yang ketat.

Sementara itu pada hari ini, perilisan data awal dari aktivitas manufaktur yang tergambarkan pada Purchasing Manager's Index (PMI) sudah dimulai di beberapa negara. Adapun negara-negara yang akan merilis data awal PMI manufaktur yakni Australia, Jepang, Inggris, Uni Eropa, dan Amerika Serikat.

Selain itu, pada hari ini di Jepang dan Singapura akan dirilis data inflasi pada periode Mei 2023.

(chd/chd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular