BI Janji Jaga Rupiah, Mata Uang Garuda Menang Lawan Dolar

mza, CNBC Indonesia
22 June 2023 15:17
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali menunjukkan penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS). Melansir data Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,03% menjadi Rp 14.935,00/US$ hari ini (22/6/2023).

Penguatan ini semakin memperpanjang tren positif nilai tukar rupiah yang juga menguat pada hari sebelumnya. Pada perdagangan hari sebelumnya, Rabu (21/6/2023) rupiah menguat 0,37% menjadi Rp 14.940,00/US$.



Penguatan rupiah ditopang oleh pernyataan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo yang mengatakan rupiah akan menjadi fokus perhatian kebijakan BI ke depan.
Perry menegaskan jika BI tak ragu untuk melakukan intervensi rupiah jika diperlukan. Dia menambahkan rupiah melemah akibat ketidakpastian global sehingga respon kebijakan yang tepat adalah intervensi.

"Kami lebih fokus pada obat yang langsung menjaga stabilitas nilai tukar yaitu meningkatkan intervensi. Sumbernya dari global dampaknya ke nilai tukar rupiah ya obatnya di situ. Kita jaga stabilitasnya," tutur Perry, dalam konferensi pers, Kamis (22/6/2023).

Amerika Serikat sendiri, Perry menjelaskan bahwa AS masih berpotensi meningkatkan suku bunganya. Perry menambahkan, di AS tekanan inflasi masih tinggi terutama karena ketatnya pasar tenaga kerja, di tengah kondisi ekonomi yang masih cukup baik, dan tekanan stabilitas sistem keuangan yang mereda.

Sebelumnya, Chairman The Fed Jerome Powell mengatakan bahwa akan ada lebih banyak kenaikan suku bunga ke depan karena inflasi masih cukup tinggi dan juga masih cukup jauh dari target yang ditetapkan sebesar 2%.

"Tekanan inflasi terus tinggi dan proses menurunkan inflasi menjadi 2% masih jauh," katanya dalam sambutan yang disiapkan untuk dengar pendapat di depan Komite Jasa Keuangan DPR.

Komentar tersebut muncul setelah kesimpulan dari pertemuan pekan lalu ketika The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya, setelah 10 kali kenaikan berturut-turut.

Sementara di negara-negara berkembang, lanjut Perry, khususnya Tiongkok pertumbuhan ekonomi juga tidak sekuat perkiraan di tengah inflasi yang rendah. Sehingga mendorong pelonggaran kebijakan moneter di Tiongkok.


(mza/mza)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Rupiah Perkasa di Awal Pekan, Tembus Rp15.900-an per Dolar AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular