- Pasar keuangan Tanah Air kembali lesu pada perdagangan Selasa kemarin
- Saham energi menjadi pemberat terbesar Wall Street kemarin
- Investor cenderung bertahan menanti pidato Ketua The Fed Powell di hadapan Kongres hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kembali merana pada perdagangan Selasa (20/6/2023), di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rupiah, dan pasar obligasi pemerintah RI kembali lesu kemarin.
Sentimen pasar yang cenderung masih sepi membuat pasar keuangan RI lagi-lagi kurang bergairah kemarin. Investor juga cenderung wait and see.
Selengkapnya mengenai sentimen pasar keuangan global dan dalam negeri hari ini bisa dibaca pada halaman 3 di artikel ini.
Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG pada perdagangan kemarin ditutup melemah 0,38% ke posisi 6.660,455. IHSG masih diperdagangkan di level psikologis 6.600 hingga kemarin.
Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin terbilang masih sepi yakni mencapai sekitaran Rp 8,2 triliun, dengan melibatkan 16 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,1 juta kali. Sebanyak 197 saham menguat, 338 saham melemah, dan 213 saham lainnya stagnan.
Investor asing masih mencatatkan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 409,63 miliar di seluruh pasar pada perdagangan kemarin.
Di kawasan Asia-Pasifik, secara mayoritas juga melemah kemarin. Kecuali indeks ASX 200 Australia, S&P BSE Sensex India, Nikkei 225 Jepang, dan FTSE KLSE Malaysia yang terpantau menguat.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Selasa kemarin.
Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan kemarin kembali ditutup melemah terhadap dolar AS, meski pelemahannya cenderung tipis.
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan kemarin di Rp 14.995/US$, melemah tipis 0,03% di pasar spot. Rupiah pun sempat menyentuh kisaran level Rp 15.000/US$ kemarin.
Rupiah tidak sendirian, mayoritas mata uang Asia juga gagal melawan The Greenback kemarin. Hanya yen Jepang dan peso Filipina yang mampu melawan The Greenback.
Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia melawan dolar AS pada Selasa kemarin.
Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin harganya kembali melemah, menandakan bahwa imbal hasil (yield) kembali naik dan tandanya dilepas oleh investor.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara terpantau naik 3,5 basis poin (bp) menjadi 6,345%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Faktor eksternal yang lagi-lagi dipenuhi ketidakpastian membuat pasar keuangan RI kembali merana, terutama rupiah.
Ketidakpasatian global tercermin dari perlambatan perekonomian negara maju, seperti Amerika Serikat (AS) dan China. Salah satu faktor perlambatan ekonomi tersebut adalah tingginya suku bunga untuk menahan laju inflasi.
Permasalahan ini memaksa negara-negara tersebut mengalami krisis likuiditas, sehingga langkah antisipasi adalah menarik dana investasi aset keuangan di emerging market, seperti Indonesia.
Keluarnya dana asing mengurangi permintaan rupiah yang menyebabkan turut mendorong pelemahan mata uang garuda.
Bahkan, kenaikan suku bunga masih ada potensi berlanjut dengan pernyataan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang mengindikasikan masih akan menaikkan sebanyak dua kali sepanjang tahun ini.
Berbeda dengan The Fed, bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) kemarin memangkas suku bunga untuk dua jenis bunga pinjaman. Ini adalah kali pertama PBoC memangkas suku bunga sejak Agustus 2022.
Bunga pinjaman atau loan prime rate (LPR) tenor 1 tahun dipangkas 10 bp menjadi 3,55% sementara untuk 5 tahun dipangkas 10 bp menjadi 4,2%. Pemangkasan suku bunga ini merupakan upaya China untuk mempercepat pemulihan ekonomi mereka.
Tiongkok belum mampu menggerakkan ekonomi mereka dengan cepat meskipun Negara Tirai Bambu sudah membuka perbatasan sejak Januari 2023.
Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street ditutup terkoreksi pada perdagangan Selasa kemarin, tertekan oleh saham energi karena investor menghentikan taruhan bullish mereka jelang kesaksian ketua bank sentral AS di depan Kongres pada hari ini.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,72% ke posisi 34.053,871, S&P 500 terkoreksi 0,47% ke 4.388,71, dan Nasdaq Composite turun 0,16% menjadi 13.667,29.
Saham-saham energi menjadi pemberat terbesar, tertekan oleh jatuhnya harga minyak karena China, importir minyak mentah terbesar mulai mengalami tanda-tanda perlambatan ekonomi.
Saham Exxon Mobil, Chevron, dan Halliburton Company memimpin koreksi saham energi.
Investor juga sepertinya mulai mengurangi taruhan bullish-nya, karena kondisi global yang masih tidak memungkinkan.
Selain itu, investor tampaknya mulai menerima pernyataan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang berencana akan menaikkan lagi suku bunga acuannya sebanyak dua kali di akhir tahun ini, meski The Fed pada pekan lalu menahan suku bunga acuannya.
Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan pada konferensi pers Rabu lalu bahwa The Fed belum membuat keputusan tentang kebijakan menjelang pertemuan Juli.
Namun, pembuat kebijakan memperkirakan dua kenaikan suku bunga seperempat poin lagi pada akhir tahun ini. Keputusan untuk menahan suku bunga pada pekan lalu atau pertemuan edisi Juni mematahkan rentetan sepuluh kenaikan suku bunga berturut-turut.
Terlepas dari desakan Powell bahwa kebijakan The Fed di masa depan akan tetap bergantung pada data, taruhan investor terkait pasar saham akan bullish telah meningkat. Namun kini, mereka kembali mengurangi taruhan tersebut.
"Kami percaya pasar ekuitas sangat meregang karena para pelaku pasar khawatir kehilangan potensi pasar bull baru," kata Mike Wilson, kepala strategi ekuitas AS di Morgan Stanley, dikutip dari CNBC International.
Investor cenderung wait and see menanti testimoni atau pidato dari Ketua The Fed, Jerome Powell di hadapan Kongres pada malam hari ini waktu Indonesia, untuk menjadi petunjuk tentang seberapa kuat perlunya melanjutkan kenaikan suku bunga setelah The Fed menahan suku bunga acuannya pada pekan lalu.
Namun, banyak yang mengharapkan Powell dan pejabat The Fed lainnya akan berbicara terkait inflasi yang masih tinggi dan menegaskan kembali kebutuhan untuk melanjutkan kenaikan suku bunga.
Di lain sisi, data perumahan di AS mulai melampaui perkiraan pada Mei lalu. Tercatat ada 1,63 juta rumah baru pada bulan lalu, lebih tinggi dari prediksi pasar dalam survei Dow Jones sebesar 1,39 juta rumah baru.
Selain itu, investor juga merespons terkait perkembangan geopolitik AS-China, di mana keduanya sepakat untuk meredam rivalitas mereka sehingga tidak mengarah ke konflik.
Hal ini disepakati dalam kunjungan Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Anthony Blinken ke Beijing, Senin awal pekan ini.
Presiden China, Xi Jinping menyambut kemajuan tersebut setelah berjabat tangan dengan Blinken di Aula Besar Rakyat, tempat megah yang biasanya disediakan untuk menyambut para kepala negara.
"Kedua belah pihak juga telah membuat kemajuan dan mencapai kesepakatan mengenai beberapa masalah tertentu. Ini sangat bagus," kata Xi kepada Blinken, dikutip Reuters.
Di sisi lain, Blinken mengatakan Washington telah mencapai tujuannya untuk perjalanan tersebut, termasuk menyampaikan kekhawatiran secara langsung serta mencoba mengatur saluran untuk dialog kerjasama.
"Hubungan berada pada titik ketidakstabilan, dan kedua belah pihak menyadari perlunya bekerja untuk menstabilkannya," kata Blinken sebelum meninggalkan China.
Di global pada hari ini, pelaku pasar bakal memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street yang terpantau lesu kemarin.
Setelah libur dalam rangka hari Hari Juneteenth, bursa Wall Street langsung terkapar di zona merah. Saham energi menjadi pemberat terbesar Wall Street kemarin.
Lesunya saham energi di AS terjadi karena lemahnya permintaan dari China, dampak dari mulai melambatnya perekonomian China.
Hal ini dibuktikan dengan dipangkasnya suku bunga bank sentral China (People's Bank of China/PBoC), demi menyelamatkan perekonomian China dan untuk menanggulangi permintaan yang lesu.
PBoC kemarin memangkas dua suku bunga pinjaman acuan. Bunga pinjaman atau loan prime rate (LPR) tenor 1 tahun dipangkas 10 bp menjadi 3,55% sementara untuk 5 tahun dipangkas 10 bp menjadi 4,2%.
Sebelumnya pada pekan lalu, PBoC juga memangkas suku bunga seven-day reverse repo sebesar 10 bp menjadi 1,9%. PBoC juga memangkas medium term lending facility (MLF) tenor 1 tahun sebesar 10 bp menjadi 2,65%. Pemangkasan ini menjadi yang pertama dalam 10 bulan terakhir.
Pemangkasan suku bunga ini merupakan upaya China untuk mempercepat pemulihan ekonomi mereka.
Tiongkok belum mampu menggerakkan ekonomi mereka dengan cepat meskipun Negara Tirai Bambu sudah membuka perbatasan sejak Januari 2023.
Data terbaru bahkan menunjukkan tingkat pengangguran muda (usia 16 - 24 tahun) melonjak lagi ke rekor tertinggi sepanjang masa 20,8% pada Mei.
Rekor sebelumnya tercatat sebesar 20,4% pada April. Hal ini menunjukkan pemuda di China kesulitan mendapat pekerjaan. Padahal, kebanyakan dari mereka merupakan lulusan universitas, yang tentunya menyandang gelar akademik, misalnya sarjana.
Goldman Sachs menjadi bank investasi Wall Street terbaru yang menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi China. Bank investasi itu memangkas perkiraan produk domestik bruto (PDB) setahun penuh untuk 2023 dari 6% menjadi 5,4% dengan turbulensi lebih lanjut di perekonomian China.
Pemulihan dari langkah-langkah penguncian Covid-19 yang ketat masih mengecewakan. Data ekonomi terbaru menunjukkan pelemahan, termasuk sektor properti, yang berkontribusi 15-30% terhadap PDB.
Kondisi perekonomian China yang mengkhawatirkan membuat ketidakpastian kondisi global kembali meninggi. Apalagi, potensi AS mengalami resesi juga masih besar. Alhasil, investor hingga kemarin masih cenderung wait and see.
Selain itu, investor juga menanti pidato Powell di hadapan Kongres pada malam hari ini waktu Indonesia, untuk menjadi petunjuk tentang seberapa kuat perlunya melanjutkan kenaikan suku bunga setelah The Fed menahan suku bunga acuannya pada pekan lalu.
Banyak yang mengharapkan Powell dan pejabat The Fed lainnya akan berbicara terkait inflasi yang masih tinggi dan menegaskan kembali kebutuhan untuk melanjutkan kenaikan suku bunga.
Sementara itu dari Eropa, inflasi Inggris pada periode Mei juga akan dirilis pada hari ini, di mana inflasi di tingkat konsumen (consumer price index/CPI) diprediksi turun menjadi 8,4% secara tahunan (year-on-year/yoy) dan turun menjadi 0,5% secara bulanan (month-to-month/mtm), berdasarkan konsensus Trading Economics.
Meski diprediksi turun, tetapi CPI tahunan Inggris masih cukup tinggi yakni di atas 8%. Hal ini dapat membuat bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) kembali mempertahankan sikap hawkish-nya dan berpotensi kembali menaikkan suku bunga acuannya.
BoE akan mengumumkan risalah rapat pekan ini dan memutuskan kebijakan suku bunga terbaru pada Kamis besok. Pasar memperkirakan BoE akan kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bp menjadi 4,75% besok.
Jika inflasi Inggris masih cukup tinggi, maka bukan tidak mungkin prediksi pasar terkait suku bunga BoE akan kembali dinaikan benar-benar terjadi.
Namun jika berlaku sebaliknya, yakni inflasi Inggris turun drastis, maka BoE mungkin saja mempertimbangkan untuk menahan suku bunga acuannya, seperti yang dilakukan oleh The Fed pekan lalu.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia juga akan mulai menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) selama dua hari mulai hari ini dan besok (21-22 Juni). Polling CNBC Indonesia menunjukkan BI masih akan menahan suku bunga acuan di level 5,75%.
BI diperkirakan belum akan memangkas suku bunga acuan pada bulan ini karena The Fed masih berpotensi mengerek suku bunga acuan dua kali tahun ini.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Bank Indonesia menggelar Rapat Dewan Gubernur
- Rilis data inflasi produsen Korea Selatan periode Mei 2023 (04:00 WIB),
- Rilis data indeks Tankan Reuters Jepang periode Juni 2023 (06:00 WIB),
- Minutes of meeting bank sentral Jepang (06:50 WIB),
- Rilis data inflasi konsumen Inggris periode Mei 2023 (13:00 WIB),
- Rilis data inflasi produsen Inggris periode Mei 2023 (13:00 WIB),
- Rilis data harga indeks ritel Inggris periode Mei 2023 (13:00 WIB),
- Pidato Ketua bank sentral Amerika Serikat (21:00 WIB).
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
- RUPS Tahunan PT Bank Aladin Syariah Tbk (08:00 WIB),
- RUPS Tahunan PT FAP Agri Tbk (09:00 WIB),
- RUPS Tahunan PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (09:00 WIB),
- RUPS Tahunan dan Luar Biasa PT Gema Grahasarana Tbk (09:00 WIB),
- RUPS Tahunan dan Luar Biasa PT Suryamas Dutamakmur Tbk (09:00 WIB),
- RUPS Tahunan PT Ace Hardware Indonesia Tbk (09:30 WIB),
- RUPS Tahunan PT Akasha Wira International Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Tahunan PT Tera Data Indonusa Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Tahunan PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Tahunan PT Citra Putra Realty Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Tahunan PT Era Mandiri Cemerlang Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Tahunan PT Indospring Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Tahunan PT Jasa Armada Indonesia Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Tahunan PT Logindo Samudramakmur Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Tahunan PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Tahunan PT Ricky Putra Globalindo Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Tahunan PT Kota Satu Properti Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Tahunan PT Sunter Lakeside Hotel Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Tahunan dan Luar Biasa PT Anabatic Technologies Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Tahunan dan Luar Biasa PT Metro Healthcare Indonesia Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Tahunan dan Luar Biasa PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Tahunan dan Luar Biasa PT Nusa Palapa Gemilang Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Tahunan dan Luar Biasa PT Provident Investasi Bersama Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Tahunan dan Luar Biasa PT Totalindo Eka Persada Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Tahunan dan Luar Biasa PT Teknologi Karya Digital Nusa Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Tahunan PT Campina Ice Cream Industry Tbk (10:30 WIB),
- RUPS Tahunan PT Resource Alam Indonesia Tbk (11:00 WIB),
- RUPS Tahunan PT Duta Pertiwi Nusantara Tbk (14:00 WIB),
- RUPS Tahunan PT Inocycle Technology Group Tbk (14:00 WIB),
- RUPS Tahunan PT Merdeka Copper Gold Tbk (14:00 WIB),
- RUPS Tahunan PT Multifiling Mitra Indonesia Tbk (14:00 WIB),
- RUPS Tahunan PT Soechi Lines Tbk (14:00 WIB),
- RUPS Tahunan dan Luar Biasa PT Asuransi Maximus Graha Persada Tbk (14:00 WIB),
- RUPS Tahunan dan Luar Biasa PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk (14:00 WIB),
- RUPS Tahunan dan Luar Biasa PT Ever Shine Tex Tbk (14:00 WIB),
- RUPS Tahunan dan Luar Biasa PT Jasa Berdikari Logistics Tbk (14:00 WIB),
- RUPS Tahunan PT Trimuda Nuansa Citra Tbk (15:00 WIB),
- Cum date dividen tunai PT Garuda Metalindo Tbk,
- Cum date dividen tunai PT Ekadharma International Tbk,
- Cum date dividen tunai PT Champ Resto Indonesia Tbk,
- Cum date dividen tunai PT KMI Wire & Cable Tbk,
- Cum date dividen tunai PT Multistrada Arah Sarana Tbk,
- Cum date dividen tunai PT Mayora Indah Tbk,
- Cum date dividen tunai PT Kedoya Adyaraya Tbk,
- Cum date dividen tunai PT Unggul Indah Cahaya Tbk,
- Cum date dividen tunai PT Mega Perintis Tbk,
- Ex date dividen tunai PT Barito Pacific Tbk,
- Ex date dividen tunai PT Jembo Cable Company Tbk.
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q1-2023 YoY) | 5,03% |
Inflasi (Mei 2023 YoY) | 4,00% |
BI-7 Day Reverse Repo Rate (Mei 2023) | 5,75% |
Surplus Anggaran (APBN April 2023) | 1,12% PDB |
Surplus Transaksi Berjalan (Q1-2023 YoY) | 0,9% PDB |
Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q1-2023 YoY) | US$ 6,5 miliar |
Cadangan Devisa (Mei 2023) | US$ 139,3 miliar |
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]