Newsletter

Awas, The Fed Akan Bersabda! Pasar Keuangan RI Rawan Longsor

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
21 June 2023 06:07
Bendera Inggris
Foto: Inggris (AP Photo/Alastair Grant)

Di global pada hari ini, pelaku pasar bakal memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street yang terpantau lesu kemarin.

Setelah libur dalam rangka hari Hari Juneteenth, bursa Wall Street langsung terkapar di zona merah. Saham energi menjadi pemberat terbesar Wall Street kemarin.
Lesunya saham energi di AS terjadi karena lemahnya permintaan dari China, dampak dari mulai melambatnya perekonomian China.

Hal ini dibuktikan dengan dipangkasnya suku bunga bank sentral China (People's Bank of China/PBoC), demi menyelamatkan perekonomian China dan untuk menanggulangi permintaan yang lesu.

PBoC kemarin memangkas dua suku bunga pinjaman acuan. Bunga pinjaman atau loan prime rate (LPR) tenor 1 tahun dipangkas 10 bp menjadi 3,55% sementara untuk 5 tahun dipangkas 10 bp menjadi 4,2%.

Sebelumnya pada pekan lalu, PBoC juga memangkas suku bunga seven-day reverse repo sebesar 10 bp menjadi 1,9%. PBoC juga memangkas medium term lending facility (MLF) tenor 1 tahun sebesar 10 bp menjadi 2,65%. Pemangkasan ini menjadi yang pertama dalam 10 bulan terakhir.

Pemangkasan suku bunga ini merupakan upaya China untuk mempercepat pemulihan ekonomi mereka.
Tiongkok belum mampu menggerakkan ekonomi mereka dengan cepat meskipun Negara Tirai Bambu sudah membuka perbatasan sejak Januari 2023.

Data terbaru bahkan menunjukkan tingkat pengangguran muda (usia 16 - 24 tahun) melonjak lagi ke rekor tertinggi sepanjang masa 20,8% pada Mei.

Rekor sebelumnya tercatat sebesar 20,4% pada April. Hal ini menunjukkan pemuda di China kesulitan mendapat pekerjaan. Padahal, kebanyakan dari mereka merupakan lulusan universitas, yang tentunya menyandang gelar akademik, misalnya sarjana.

Goldman Sachs menjadi bank investasi Wall Street terbaru yang menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi China. Bank investasi itu memangkas perkiraan produk domestik bruto (PDB) setahun penuh untuk 2023 dari 6% menjadi 5,4% dengan turbulensi lebih lanjut di perekonomian China.

Pemulihan dari langkah-langkah penguncian Covid-19 yang ketat masih mengecewakan. Data ekonomi terbaru menunjukkan pelemahan, termasuk sektor properti, yang berkontribusi 15-30% terhadap PDB.

Kondisi perekonomian China yang mengkhawatirkan membuat ketidakpastian kondisi global kembali meninggi. Apalagi, potensi AS mengalami resesi juga masih besar. Alhasil, investor hingga kemarin masih cenderung wait and see.

Selain itu, investor juga menanti pidato Powell di hadapan Kongres pada malam hari ini waktu Indonesia, untuk menjadi petunjuk tentang seberapa kuat perlunya melanjutkan kenaikan suku bunga setelah The Fed menahan suku bunga acuannya pada pekan lalu.

Banyak yang mengharapkan Powell dan pejabat The Fed lainnya akan berbicara terkait inflasi yang masih tinggi dan menegaskan kembali kebutuhan untuk melanjutkan kenaikan suku bunga.

Sementara itu dari Eropa, inflasi Inggris pada periode Mei juga akan dirilis pada hari ini, di mana inflasi di tingkat konsumen (consumer price index/CPI) diprediksi turun menjadi 8,4% secara tahunan (year-on-year/yoy) dan turun menjadi 0,5% secara bulanan (month-to-month/mtm), berdasarkan konsensus Trading Economics.

Meski diprediksi turun, tetapi CPI tahunan Inggris masih cukup tinggi yakni di atas 8%. Hal ini dapat membuat bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) kembali mempertahankan sikap hawkish-nya dan berpotensi kembali menaikkan suku bunga acuannya.

BoE akan mengumumkan risalah rapat pekan ini dan memutuskan kebijakan suku bunga terbaru pada Kamis besok. Pasar memperkirakan BoE akan kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bp menjadi 4,75% besok.

Jika inflasi Inggris masih cukup tinggi, maka bukan tidak mungkin prediksi pasar terkait suku bunga BoE akan kembali dinaikan benar-benar terjadi.
Namun jika berlaku sebaliknya, yakni inflasi Inggris turun drastis, maka BoE mungkin saja mempertimbangkan untuk menahan suku bunga acuannya, seperti yang dilakukan oleh The Fed pekan lalu.

Dari dalam negeri, Bank Indonesia juga akan mulai menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) selama dua hari mulai hari ini dan besok (21-22 Juni). Polling CNBC Indonesia menunjukkan BI masih akan menahan suku bunga acuan di level 5,75%. 
BI diperkirakan belum akan memangkas suku bunga acuan pada bulan ini karena The Fed masih berpotensi mengerek suku bunga acuan dua kali tahun ini.

(chd/chd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular