
Bikin Lega, Dolar Balik Ke Bawah Rp 15.000

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) bahkan sempat menembus harga psikologis Rp 15.000 pada perdagangan Selasa (20/6/2023).
Faktor eksternal yang lagi-lagi dipenuhi ketidakpastian memicu rupiah sulit menguat dalam beberapa hari terakhir.
Melansir data Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,03% menjadi Rp 14.995,00/US$.
Pelemahan rupiah hari ini bahkan membuat mata uang Garuda menjadi salah satu mata uang dengan performa terburuk di Asia sepanjang Juni.
Rupiah langsung dibuka melemah pada hari ini dan terpuruk ke bawah level psikologis Rp 15.000. Pada awal perdagangan, mata uang Garuda sempat menembus Rp 15.047/US$1. Mata uang Garuda melemah 0,33% terhadap dolar AS.
Pelemahan rupiah ini jauh lebih dalam dibandingkan ringgit Malaysia yang terkoreksi 0,28% ataupun renmimbi China yang tersungkur 0,21%.
Pelemahan rupiah dipicu oleh faktor eksternal. Ketidakpasatian global tercermin dari perlambatan perekonomian negara maju, seperti AS dan China. Salah satu faktor perlambatan ekonomi tersebut adalah tingginya suku bunga untuk menahan laju inflasi.
Permasalahan ini memaksa negara-negara tersebut mengalami krisis likuiditas, sehingga langkah antisipasi adalah menarik dana investasi aset keuangan di emerging market, seperti Indonesia.
Keluarnya dana asing mengurangi permintaan rupiah yang menyebabkan turut mendorong pelemahan mata uang garuda.
Bahkan, kenaikan suku bunga masih ada potensi berlanjut dengan pernyataan The Fed yang mengindikasikan masih akan menaikkan sebanyak dua kali sepanjang tahun ini.
Di sisi lain, Bank Indonesia diperkirakan akan menahan suku bunga di level hingga 5,75%. Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada pada Rabu dan Kamis pekan ini (21-22 Juni 2023).
Polling CNBC Indonesia yang melibatkan 13 institusi memperkirakan BI akan menahan suku bunga di level 5,75%. Suku bunga Deposit Facility kini berada di posisi 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50%.
Dengan suku bunga yang tetap sementara AS masih berpotensi naik maka real rate antara Indonesia dan AS bisa semakin tergerus.
AS yang masih akan menaikkan suku bunganya akan cenderung mengalami penguatan mata uang dibanding Indonesia yang masih nyaman bertahan dengan suku bunga saat ini.
Berbeda dengan The Fed, Bank Sentral China ThePeople's Bank of China (PBoC)hari ini memangkas suku bunga untuk dua jenis bunga pinjaman. Ini adalah kali pertama PBoC memangkas suku bunga sejak Agustus 2022.
Bunga pinjaman atau loan prime rate (LPR) tenor 1 tahun dipangkas 10 bps menjadi 3,55% sementara untuk 5 tahun dipangkas 10 bps menjadi 4,2%.
Pemangkasan suku bunga ini merupakan upaya China untuk mempercepat pemulihan ekonomi mereka.
Tiongkok belum mampu menggerakkan ekonomi mereka dengan cepat meskipun Negara Tirai Bambu sudah membuka perbatasan sejak Januari 2023.
Satria mengatakan adanya beragam faktor tekanan rupiah berpotensi mendorong "BI melakukan intervensi terkait devisa bulan Mei-Juni." Satria melanjutkan bahwa Cadangan devisa BI telah mengalami penurunan terbesar di Asia bulan lalu. "Intervensi rupiah perlu dilakukan dengan sikap kehati-hatian," tambahnya.
(mza/mza)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ambruk Setelah Terbang Tinggi, Habis Tenaga?