Newsletter

Kabar Gembira! AS Menuju Resesi, China Pangkas Suku Bunga

mae, CNBC Indonesia
14 June 2023 06:00
Seorang pria berjalan melewati bank sentral China, atau People's Bank of China, di Beijing, Minggu, 10 Maret 2019.  (AP/Andy Wong)
Foto: Seorang pria berjalan melewati bank sentral China, atau People's Bank of China, di Beijing, Minggu, 10 Maret 2019. (AP/Andy Wong)

Berbeda dengan kebijakan The Fed yang masih ditunggu, bank sentral China sudah dulu memberi kabar positif.

Bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) secara mengejutkan memangkas suku bunga seven-day reverse repurchase rate sebesar 10 basis poin menjadi 1,9%, pada Selasa kemarin. Pelonggaran kebijakan moneter ini menjadi yang pertama dilakukan PBoC sejak Agustus tahun lalu.
Dengan memangkas suku bunga maka PBoC menambah likuiditas sebesar dua miliar yuan (US$ 279,97 juta) ke perekonomian.

Langkah tersebut dilakukan untuk menggerakkan ekonomi China yang tengah lesu.
Stimulus China diharapkan ikut menggerakkan ekonomi China dan Asia. Tiongkok adalah motor utama ekonomi di Asia sehingga apapun yang terjadi di sana akan berdampak ke banyak negara, termasuk Indonesia.

Michael Pettis, profesor finansial Guanghua School of Management di Peking University yang berlokasi di Beijing bahkan memprediksi pertumbuhan China tidak akan lebih tinggi dari 2% - 3% dalam beberapa tahun ke depan jika melakukan penyeimbangan ekonomi.

Direktur Pelaksana Dana Moneter International (IMF) Kristalina Georgieva pada akhir Maret lalu juga mendesak agar China segera melakukan penyeimbangan ekonomi, dari pertumbuhan yang ditopang oleh investasi ke konsumsi domestik.

Lesunya ekonomi China terlihat dari aktivitas ekspos impor serta PMI manufaktur. Ekspor China terkontraksi 7,5% (yoy) pada April tahun ini sementara impor terus terkoreksi.
PMI Manufaktur China juga terjun dari 52,6 pada Februari menjadi 48,8 pada Mei tahun ini.
Kondisi ini bisa berdampak serius kepada China dan negara mitra dagang mereka, termasuk Indonesia.

Di tengah banyaknya sentimen positif, harga batu bara bisa membebani bursa saham Indonesia karena harganya yang terus turun.

Harga batu bara sudah melemah tiga hari beruntun dengan pelemahan 5%. Menurunnya harga batu bara bisa membebani saham emiten batu bara seperti PT Bukit Asam (PTBA), PT Bayan Resources (BYAN) hingga PT Adaro Energy Indonesia (ADRO).

Dari dalam negeri, sentimen positif datang dari produksi rokok.
Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menunjukkan produksi rokok pada Mei 2023 mencapai 26,20 miliar batang. Jumlah tersebut melonjak 34,22% dibandingkan bulan sebelumnya.
Produksi rokok pada Mei tahun ini juga melesat 78,96% dibandingkan Mei tahun lalu.

Produksi rokok diharapkan meningkat menjelang masa kampanye pemilihan umum (pemilu) 2024 yang akan mulai digelar November 2023. Secara historis, produksi rokok biasanya melonjak menjelang kampanye pemilu.

Pada musim kampanye 2019 yang berlangsung pada September hingga April, rata-rata produksi rokok mencapai 29,6 miliar batang. Padahal, pada periode September 2017-April 2018 hanya tercatat 24,36 miliar batang.

Melonjaknya permintaan rokok pada Mei dan diperkirakan jelang pemilu akan banyak menguntungkan produsen rokok.

Perusahaan seperti HM Sampoerna, PT Gudang Garam, PT Djarum, PT Indonesian Tobacco, PT Bentoel Internatioal Investama, dan Wismilak Inti Makmur adalah sedikit produsen rokok yang akan diuntungkan jika permintaan rokok terus naik ke depan.

(mae/mae)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular