Tanda Bahaya Bagi RI, China Diramal Kena Resesi Balance Sheet

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
13 June 2023 09:40
Indonesian President Joko Widodo, right, shakes hands with Chinese President Xi Jinping during their bilateral meeting on the sidelines of the G20 summit in Nusa Dua, Bali, Indonesia, Wednesday, Nov. 16, 2022.     Achmad Ibrahim/Pool via REUTERS
Foto: via REUTERS/POOL
  • Perekonomian China terus menjadi sorotan belakangan ini, bahkan bisa disebut mengalami resesi balance sheet. 
  • Jepang mengalami hal yang sama 30 tahun lalu, hingga menjadi dekade yang hilang. Perekonomiannya melambat bahkan terkadang berkontraksi selama 10 tahun. 
  • Jika China mengalami hal yang sama, maka risiko besar dihadapi Indonesia, sebab Negeri Tiongkok merupakan pasar ekspor terbesar yang berkontribusi hingga 23%. 

Jakarta, CNBC Indonesia - China mitra strategis Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Kondisi perekonomiannya belakangan menjadi sorotan, banyak masalah yang dihadapi bahkan disebut bisa saja mengalami resesi.

Resesinya bukan sembarangan, tetapi resesi neraca (balance sheet recession). Hal tersebut diungkapkan oleh Richard Koo, kepala ekonom di Nomura Research Institute, ia oleh pelaku pasar dianggap ahli di bidang balance sheet recession.

"Banyak orang di China bertanya kepada saya apakah China akan seperti Jepang 30 tahun yang lalu. Menurut saya China akan mengalami apa yang saya sebut balance sheet recession," kata Koo dalam acara Street Signs Asia Rabu (7/6/2023).

Istilah Balance Sheet Recession memang dikeluarkan oleh Koo melihat kondisi ekonomi Jepang pada era 1990an. Resesi jenis ini terjadi saat utang swasta maupun rumah tangga sangat tinggi, atau ketika perusahaan maupun rumah tangga fokus untuk menabung guna membayar utang ketimbang melakukan belanja atau investasi. Hal ini membuat perekonomian perlahan-lahan mengalami penurunan.

Seperti diketahui, Jepang mengalami dekade yang hilang atau lost decade pada 1991 - 2001. Pada periode tersebut perekonomian Jepang stagnan. Pertumbuhannya rendah dan terkadang berkontraksi. Banyak banyak yang menyebut Jepang mengalami beberapa dekade yang hilang, sebab jika dilihat tren pertumbuhan ekonominya memang stagnan.

Rory Green, ekonom di TS Lombard pada bulan lalu menyebut rumah tangga di China mulai menunjukkan tanda-tanda balance sheet recession, yakni keinginan untuk melakukan menabung atau membayar utang, tetapi enggan untuk meminjam dan berbelanja.

Masalahnya jika terjadi di China bisa menjadi serius bagi Indonesia. Sebab, China merupakan pasar ekspor utama.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) nilai ekspor ke China pada 2022 mencapai US$ 63,5 miliar, menyumbang lebih dari 23% total ekspor Indonesia. Pangsa yang besar tentunya dan berisiko menurun jika China mengalami dekade yang hilang seperti Jepang.

Menjelang akhir 2022, ekonom Senior Chatib Basri juga mengatakan Indonesia lebih perlu khawatir dengan China ketimbang Amerika Serikat.

"Saya itu sebetulnya, lebih khawatir dengan (dampak) ekonomi China, dibandingkan dengan ekonomi AS terhadap kita karena kalau China kena itu ekspor kita (Indonesia) kena beneran," kata Chatib.

Chatib menyampaikan bahwa ekonomi China tengah menuju 'new normal'. Menurutnya, China tidak bisa tumbuh double digit ke depannya.

"Mungkin long term growth-nya di sekitar 4%, jauh, (tapi) itu yang harus diantisipasi. Saya gak bicara tahun ini, tapilong term growth-nya bisa ke arah sana," ungkapnya.

Prediksi China bakal menghadapi dekade yang hilang juga sudah banyak diungkapkan karena banyaknya kemiripan dengan ekonomi Jepang 30 tahun lalu.

Peneliti dari Japan Institute of International Affairs, Toshiya Tsugami sebagaimana dilansir Think China memperlihatkan kesamaan dari aset riil yang mengalami bubble. China sebelumnya mengatakan kapitaslisasi pasar real estate akan mencapai US$ 65 triliun, lebih tinggi dari Amerika Serikat dan Eropa bahkan saat keduanya digabungkan.

Tsugami Jepang juga merasakan hal yang sama 30 tahun lalu. Bubble aset di Jepang menjadi yang pada akhirnya "meledak" pada awal 1990 menjadi tanda lost decade Jepang.

Tim analis dari Citigroup juga mengungkapkan hal yang sama persis dengan Tsugami. Financial Times pada akhir Februari lalu melaporkan tim dari Citigroup tersebut melihat China sekarang "sangat mirip" dengan Jepang pasca era properti bubble.

Meski demikian, Koo sang pencetus balance sheet recession mengatakan pemerintah China sudah paham betul apa yang dihadapi, dan sudah punya cara untuk menanganinya.

"China paham betul penyakit apa yang sedang dihadapi, dan mereka tahu persis bagaimana menyembuhkannya. Jadi mereka tidak akan membuang waktu dengan reformasi struktural atau kebijakan pelonggaran moneter, mereka akan langsung menggunakan stimulus fiskal yang diperlukan saat terjadi balance sheet recession," ujar Koo. 

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(pap/pap)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation