
Tak Mau Dikontrol Amerika, Dolar Dibuang & Emas Diborong

- Bank sentral di berbagai negara sejak tahun lalu memborong emas dan membuang dolar AS, alasannya pun diungkap oleh salah satu mantan pejabat elit Amerika Serikat.
- Diversifikasi hingga tidak ingin dikontrol oleh pemerintah Amerika Serikat menjadi beberapa alasan yang disebut.
- Pejabat tersebut juga memprediksi tren pembelian emas oleh bank sentral akan berlanjut dalam jangka panjang.
Jakarta, CNBC Indonesia - Awal Mei lalu, harga emas dunia menembus US$ 2072/troy ons, nyaris menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi lain, dolar Amerika Serikat (AS) semakin banyak "dibuang", alias terjadi dedolarisasi. Bank sentral dari berbagai negara dibalik aksi tersebut.
Sejak perang Rusia-Ukraina pecah pada Februari 2022 lalu, para bank sentral banyak memborong emas. Di sisi lain, porsi dolar dalam cadangan devisa mereka terus menurun. Ternyata salah satu alasannya adalah mereka tidak mau dikontrol oleh pemerintah Amerika Serikat. Hal tersebut diungkapkan oleh Philip Dielh mantan direktur Mint AS, salah satu biro di Departemen Keuangan AS.
"Banyak dari bank sentral melakukan diversifikasi portofolio mereka sehingga tidak bisa dikontrol oleh pemerintah AS dalam membuat kebijakan," kata Dielh dalam sebuah diskusi di acara In Conversation, Money Reserve, Selasa (6/6/2023).
Seperti diketahui, Amerika Serikat dan Sekutu membekukan cadangan devisa Rusia dalam bentuk dolar AS pada tahun lalu sebagai sanksi berperang dengan Ukraina. Sejak saat itu banyak yang memandang Amerika Serikat menggunakan dolar AS sebagai senjata untuk menekan negara lain. Dedolarisasi pun semakin marak, terbukti porsi dolar AS dalam cadangan devisa dunia mengalami penurunan.
Data Currency Composition of Official Foreign Exchange Reserve (COVER) dari IMF, nilai dolar AS dalam cadangan devisa global memang mengalami penurunan drastis.
Pada kuartal IV-2021, nilainya mencapai US$ 7.085,01 miliar, sementara pada kuartal IV-2022 sebesar US$ 6.471,28 miliar.
Secara pangsa, pada 2021 sebesar 58,8%, sedangkan pada 2022 turun menjadi 58,4%. Pangsa tersebut menjadi yang terendah dalam 27 tahun terakhir. Pada awal 200an, pangsa dolar AS di cadangan devisa global masih di atas 70%.
"Mereka (bank sentral) melakukan diversifikasi. mereka memiliki banyak aset yang berbeda kebanyakan dalam bentuk dolar AS, dan mereka ingin mendiversifikasi aset mereka karena tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi dengan dolar AS, tidak ada garansi dolar AS bisa mempertahankan nilainya," kata Dielh
Berdasarkan laporan World Gold Council (WGC), bank sentral di berbagai negara memborong 228,4 ton emas pada kuartal I-2023. Pembelian tersebut melesat 176% dibandingkan kuartal I tahun lalu, saat perang Rusia-Ukraina baru meletus pada Februari 2022.
Pembelian tersebut juga menjadi rekor terbesar di kuartal I, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
"(Pembelian) ini mengesankan, mengingat pada tahun lalu terjadi rekor permintaan," tulis World Gold Council awal Mei lalu.
Sebelumnya pada awal 2023, WGC melaporkan bank sentral China (PBoC) memborong emas sebanyak 32 ton pada November 2022.
Pembelian emas oleh PBoC adalah yang pertama kali sejak September 2019 atau lebih dari tiga tahun lalu.
Kemudian PBoC sendiri mengumumkan pembelian emas sebesar 30 ton pada Desember 2022. Dengan demikian, dalam dua bulan PBoC memborong 62 ton emas.
Tidak hanya PBoC, bank sentral di berbagai negara juga terus memborong emas. WGC melaporkan jumlah pembelian pada 2022 menjadi yang terbesar dalam 55 tahun terakhir.
Dielh menyebut tren pembelian emas tersebut masih akan terus berlanjut.
"Mungkin dalam 20 tahun terakhir bank sentral menjual emas yang menekan harganya. Saat ini yang terjadi adalah bank sentral berada pada jalur pembelian, dan saya pikir ini bukan jangka pendek, melainkan jangka panjang," ujarnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(pap/pap)