
Kabar Gembira! AS Menuju Resesi, China Pangkas Suku Bunga

Pasar keuangan Tanah Air bakal diguyur banyak sentimen positif pada hari ini, terutama yang datang dari luar negeri. Beberapa sentimen positif tersebut adalah melandainya inflasi AS serta kebijakan longgar bank sentral China.
Namun, sentimen terbesar dan terpenting hari ini adalah keputusan The Fed mengenai kebijakan suku bunga mereka.
The Fed akan menggelar konferensi pers terkait kebijakan suku bunga pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari pukul 01:30 WIB.
Seperti diketahui, inflasi AS melandai ke 4,0 % (yoy) pada Mei 2023, dari 4,9% (yoy) pada April. Inflasi tersebut adalah yang terendah sejak Maret 2021 atau lebih dari dua tahun terakhir.
Inflasi sudah jauh lebih rendahnya dari 9,1% (yoy) pada Juni 2022 yang merupakan rekor tertingginya dalam 40 tahun lebih. Inflasi AS juga melemah ke 0,1% (mtm) pada Mei tahun ini, dari 0,4% pada April.
Kendati demikian, inflasi inti hanya turun tipis menjadi 5,3 % (yoy) dari 5,5% (yoy) pada April.
Melandainya inflasi ini disambut gembira pasar karena menjadi modal penting bagi The Fed dalam menentukan kebijakan. Dengan inflasi yang melandai maka ada harapan The Fed akan segera mengakhiri kenaikan suku bunga pada rapat FOMC hari ini, Rabu (14/6/2023).
The Fed sudah mengerek suku bunga sebesar 500 bsp sejak Maret 2022 menjadi 5-5,25% yang merupakan level tertingginya sejak 2006 silam. Selain inflasi yang melandai, sejumlah data-data terbaru AS juga menunjukkan jika ekonomi AS melambat.
Indeks PMI non-manufaktur AS atau sektor jasa melandai ke 50,4 pada Mei 2023, dari 51,9 pada April. Indeks juga berada di posisi terendahnya dalam lima bulan terakhir.
PMI manufaktur AS juga jeblok ke 48,4 pada Mei, dari 50,2 pada April. Dengan PMI ada di angka 48,4 maka aktivitas manufaktur AS kini sedang fase kontraksi.
Jumlah pegawai AS yang mengajukan klaim pengangguran bertambah 261.000 pada pekan yang berakhir pada 3 Juni 2023. Jumlah tersebut merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2021.
Tingkat pengangguran AS juga naik menjadi 3,7% pada Mei yang merupakan rekor tertinggi sejak Oktober 2022.
Data-data tersebut menunjukkan jika dampak suku bunga The Fed sudah terlihat pada ekonomi AS. Suku bunga yang jauh lebih tinggi dari saat ini akan membuat ekonomi AS masuk ke jurang resesi.
Padahal, The Fed selalu berkeinginan untuk menyeimbangkan tujuan mereka yakni memerangi inflasi tetapi juga membuat ekonomi AS tidak terkoreksi tajam.
Ekonomi AS memang masih tumbuh kencang yakni 1,6% (yoy) pada kuartal I-2023, lebih tinggi dibandingkan 0,9% (yoy). Penambahan lapangan kerja juga masih sangat besar yakni 339.000 pada Mei 2023.
Kenaikan upah pegawai AS juga masih tinggi yakni 4,3% pada Mei, dari 4,4% pada bulan sebelumnya. Namun, jika The Fed tetap menaikkan suku bunga maka ada risiko perlambatan ekonomi yang lebih dalam bahkan resesi.
Goldman Sachs memproyeksikan ada probabilitas sebesar 25% AS akan mengalami resesi 12 bulan ke depan.
"Inflasi tak bisa turun sesuai target The Fed yakni 2% tetapi suku bunga yang tinggi akan menurunkan aktivitas bisnis dan menaikkan ongkos pinjaman yang dibayar rumah tangga. Kondisi ini bisa membawa ekonomi ke resesi," tutur PNC Financial Services, dikutip dari CNN Business.
Ekonom juga berharap The Fed akan memberi pernyataan yang lebih jelas mengenai tone kebijakan suku bunganya.
"Komunikasi The Fed akan menjadi hal yang sangat penting karena itu akan menjawab tanda tanya (mengenai kebijakan The Fed) dan akan menjadi pegangan market dalam mengelola ekspektasi ke depan," tutur Ryan Sweet, kepala ekonom Oxford Economics, dikutip dari Reuters.
Senior ekonom Wells Fargo, Sarah Watt House, mengingatkan bahwa masih ada kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga pada hari ini dan pasar harus siap untuk itu.
"Inflasi yang melandai adalah hal yang bagus tetapi saya pikir The Fed akan tetap pada kebijakannya (membawa inflasi 2%). Tidak mudah mengubah stance kebijakan" ujarnya, dikutip New York Times.