Tiga Indeks Utama Wall Street mengakhiri perdagangan di zona hijau pada Kamis (8/6/2023) waktu New York di tengah penantian investor terkait data inflasi serta kebijakan suku bunga The Fed pekan depan.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup naik 0,5% ke posisi 33.833,61 sementara S&P 500 menguat 0,62% ke 4.293,93, dan Nasdaq Composite juga melesat 1,02% ke 13.238,52.
Amazon mendorong saham teknologi berakhir lebih tinggi setelah komentar analis bullish. Saham raksasa e-commerce itu naik 2,5% dan membantu Dana SPDR Sektor Pilih Teknologi (XLK) naik lebih dari 1%.
Indeks pasar juga mencapai level tertinggi sejak Agustus minggu ini, menambah reli 2,7% sampai saat ini. Selain itu, indeks lebih tinggi 11,8% tahun ini.
Saham-saham berkapitalisasi kecil telah menunjukkan kekuatan dalam beberapa pekan terakhir. Misalnya, Russel 2000 naik 7,5% di bulan Juni dan hampir 7% tahun ini, menunjukkan ekonomi yang berpotensi lebih tangguh di luar ledakan teknologi besar.
"Untuk semua orang yang sangat prihatin dengan sempitnya reli, ada sedikit rotasi yang terjadi pada beberapa saham siklis dan nilai yang lebih rendah. ... Jadi secara keseluruhan, aktivitasnya cukup sehat," kata Ross Mayfield, analis strategi investasi di Baird di kutip dari CNBC International.
Investor tampaknya berada dalam pola bertahan sambil menunggu pertemuan kebijakan Fed yang akan datang pada 13 dan 14 Juni. Tanda-tanda ekonomi menunjukkan bahwa inflasi turun tipis, meski tetap di atas target 2% bank sentral.
Mayfield menambahkan bahwa Fed mungkin "merasa sedikit lebih nyaman berhenti di bulan Juni, dengan banyak pilihan hingga Juli dan seterusnya."
Data baru yang dirilis pada hari Kamis lalu menunjukkan klaim pengangguran awal mencapai level tertinggi sejak Oktober 2021, artinya ada potensi pelemahan pasar tenaga kerja. Kenaikan juga meningkatkan harapan bahwa Fed akan menghentikan kampanye kenaikan suku bunga pada pertemuan minggu depan.
Namun, jeda yang kemungkinan bakal di ambil The Fed belum tentu berarti mengakhiri kampanye kenaikan suku bunganya. Terlebih, keputusan Bank of Canada untuk melanjutkan menaikkan suku bunga setelah jeda awal pekan ini dapat "menambah warna pada keputusan Fed."
Berdasarkan CME FedWatch Tool, Pasar menilai peluang sekitar 72% bahwa Fed mempertahankan suku bunga stabil pada pertemuan berikutnya.
Wall Street yang berakhir di zona hijau pada perdagangan kemarin bisa menjadi sentimen positif bagi pergerakan IHSG hari ini. Sentimen pasar utama masih diselimuti oleh implikasi atas pengumuman sejumlah data ekonomi utamanya inflasi dan suku bunga.
Tentu saja, soal suku bunga The Fed masih saja menjadi topik utama yang dicermati pasar. Inflasi yang masih mendarah daging membuat pelaku pasar pesimis bahwa The Fed bakal menurunkan suku bunganya pada pertemuan mendatang.
Ekonomi AS masih saja mengalami tekanan. Setelah lolos dari default alias gagal bayar, Negeri Paman Sam dihadapkan dengan inflasi tinggi. Kondisi pasar tenaga kerja AS yang masih kuat dengan prospek gaji yang kompetitif.
Perlu diketahui inflasi AS telah turun 10 bulan berturut-turut sejak mencapai 9,1% pada Juni 2022. Namun tetap saja penurunan inflasi saat ini sepertinya belum membuat puas hati The Fed karena target penurunan inflasi adalah 2%. Tentu saja, angka ini masih jauh dari target.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat probabilitas suku bunga bunga dinaikkan hanya 20%, sisanya yakin akan tetap sebesar 5% - 5,25%. Sehingga jika The Fed kembali menaikkan suku bunga, pasar finansial dunia tentunya bisa gonjang-ganjing lagi.
Kalau ini terjadi, maka menjadi kenaikan suku bunga The Fed selama 11 bulan berturut-turut dan menjadi yang tertinggi sejak 2007.
Keputusan ini dilakukan the Fed sebagai langkah menjinakkan inflasi yang tinggi di tengah kondisi pasar tenaga kerja yang ketat dan sektor perbankan yang bergejolak.
Laporan inflasi konsumen bulan Mei akan dirilis pada Selasa pekan depan, hanya sehari sebelum keputusan suku bunga Fed. Klaim pengangguran awal mingguan jatuh tempo pada hari Kamis.
Namun, menurut ekonom yang disurvei oleh Reuters, The Fed tidak akan menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam lebih dari setahun pada pertemuan 13-14 Juni.
Memang, investor tampaknya berada dalam pola bertahan sambil menunggu pertemuan kebijakan The Fed yang akan datang pada 13 dan 14 Juni. Tanda-tanda ekonomi menunjukkan bahwa inflasi sedang turun, meskipun tetap di atas target 2% bank sentral.
Pertumbuhan upah naik 5,3% secara tahunan di bulan Mei, turun 0,4 poin persentase dari April, menurut data tersebut, pasar menghargai peluang sekitar 66% bahwa Fed mempertahankan suku bunga stabil pada pertemuan berikutnya, menurut CME FedWatch Tool.
Suku bunga acuan yang tinggi menjadi satu tantangan prospek ekonomi AS yang potensi mengalami resesi tahun ini. Secara kuartalan, perlambatan ekonomi sudah mulai terlihat dari pertumbuhan ekonomi AS per kuartal 1-2023 yang melemah ke 1,1% dibandingkan kuartal IV-2022 di 2,6%.
Selain itu, kabar tak sedap datang dari Zona Eropa yang resmi memasuki resesi teknis pada kuartal I-2023 setelah ekonomi terkontraksi 0,1% dalam dua kuartal berturut-turut.
Berdasarkan data resmi yang dirilis Kamis (8/6/2023), Eurostat merevisi angka pertumbuhan ekonomi tersebut dari estimasi sebelumnya sebesar 0%. Adapun, hasil tersebut menyusul resesi teknis yang juga dialami Jerman sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Eropa.
Jatuhnya Eropa ke dalam resesi tak lepas dari badai inflasi yang memaksa regulator menerapkan kebijakan suku bunga tinggi. Hal tersebut membebani wilayah tersebut untuk kembali melaju setelah sebelumnya terpukul oleh pandemi.
Kabar buruk inflasi datang seiring dengan melonjaknya harga energi yang dipicu oleh perang Rusia di Ukraina.
Bank Sentral Eropa telah (ECB) merespons dengan menaikkan suku bunga utamanya sebesar 3,75 poin persentase sejak memulai kampanye pengetatan moneter yang belum pernah terjadi sebelumnya pada Juli tahun lalu.
Angka-angka terbaru pun meragukan prediksi yang lebih optimistis untuk keseluruhan 2023. Perkiraan Komisi Eropa pada pertengahan Mei bahwa pertumbuhan tahun ini hanya akan mencapai 1,1% di 20 negara yang berada dalam zona Euro.
Sementara itu, secara tahunan ekonomi zona Euro pada kuartal I-2023 tumbuh 1%, melambat dari kuartal sebelumnya sebesar 1,8% dan di bawah ekspektasi sebesar 1,2%.
Awas! Dunia Masih Gonjang-ganjing
Sementara itu, Bank Dunia atau World Bank memperingatkan bahwa perekonomian dunia masih dalam kondisi genting, setelah berlalunya masa-masa Pandemi Covid-19. Mereka memperkirakan prospek pertumbuhan ekonomi global masih akan terus melambat hingga tahun depan.
Dalam laporan Global Economic Prospects yang dikeluarkan Bank Dunia edisi Juni 2023, posisi kegentingan itu masih disebabkan berlarutnya efek pandemi, ditambah tak kunjung berakhirnya perang antara Rusia dan Ukraina, hingga pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara demi meredam tekanan inflasi.
Untuk proyeksi terbaru, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2023 masih lebih rendah dari perkiraan 2022, yaitu dari 3,1% menjadi 2,1%. Lalu pada 2024 perkiraannya mulai membaik menjadi tumbuh 2,4% dan baru pada 2025 mampu kembali ke posisi 3%.
Berlanjutnya tekanan terhadap perekonomian ini disebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju yang tak kunjung membaik. Tekanan inflasi masih menjadi momok menyeramkan di sana sehingga kebijakan moneter bank sentralnya masih akan terus ketat hingga puncaknya pada tahun ini.
Kondisi ini menyebabkan tekanan terhadap sektor perbankan di sana yang menyebabkan penyaluran kredit mereka mengetat atau semakin selektif. Suku bunga acuan yang tinggi di negara-negara maju membuat neraca keuangan banyak bank di sana terganggu menyebabkan tren deposan menarik dananya.
Pertumbuhan di negara-negara maju diperkirakan akan melambat secara substansial untuk 2023 secara keseluruhan, menjadi 0,7 persen, dan tetap lemah pada tahun 2024, karena krisis moneter meski membaik pertumbuhannya di level 1,2% karena puncak pengetatan moneter diperkirakan terjadi tahun ini.
Untuk negara-negara emerging market dan ekonomi berkembang (EMDE) diproyeksikan naik tipis menjadi 4 persen pada tahun 2023, hampir seluruhnya karena rebound di China setelah penghapusan pembatasan mobilitas terkait pandemi yang ketat. Namun, pada 2024 diperkirakan kembali melambat tipis menjadi 3,9%.
Hari ini bakal ada data penting dari ekonomi China yakni inflasi dan data Producer Price Index (PPI).
Dari sisi inflasi sebelumnya untuk periode April 2023, China mencatatkan inflasi rendah. Inflasi Negeri Tirai Bambu hanya tumbuh 0,1% (yoy) jauh lebih rendah dari bulan sebelumnya 0,7%, (yoy).
Meskipun turunnya inflasi selalu di anggap sebagai keberhasilan pengendalian kondisi ekonomi, namun yang terjadi di China bukan pertanda bagus. Inflasi konsumen China hampir tidak meningkat pada bulan April karena pengeluaran lokal mengalami pemulihan yang terbatas.
Ini akan mengancam terjadinya deflasi. Sebagai informasi, deflasi adalah kondisi di mana uang terlalu sedikit beredar di masyarakat, ditandai dengan harga-harga yang terus turun sepanjang waktu.
Belakangan kabar tak sedap memang datang dari China. Kinerja perdagangan raksasa global tersebut yang tercatat melorot sepanjang Mei 2023.
Berdasarkan dana bea dan cukai China yang dirilis Rabu (7/6/2023), ekspor Negeri tirai bambu turun 7,5% secara tahunan sepanjang Mei. Senada dengan ekspor, realisasi impor juga turun 4,5% secara tahunan.
Hasil tersebut membuahkan tanda tanya besar terkait pemulihan ekonomi negara tersebut yang belum lama ini mencabut kontrol ketat terkait Covid-19. Pasalnya, lemahnya kinerja perdagangan juga menggambarkan permintaan global yang melemah di tengah tekanan suku bunga yang masih tinggi.
Adapun, ekspor China turun menjadi US$ 283,5 miliar, berbalik dari pertumbuhan kuat 8,5% yang tak terduga pada April. Impor turun menjadi US$ 217,7 miliar, cenderung moderat dari kontraksi 7,9%pada bulan sebelumnya. Sementara itu, surplus perdagangan global China menyempit sebesar 16,1% menjadi US$ 65,8 miliar pada Mei.
Pelemahan perdagangan menambah tekanan ke bawah pada ekonomi terbesar kedua di dunia itu menyusul aktivitas pabrik dan konsumen yang lesu serta lonjakan pengangguran di kalangan kaum muda.
Berikut beberapa agenda penting terkait data ekonomi yang akan rilis hari ini:
- Rilis data inflasi China (08:30)
- Rilis data PPI China (08:30)
Hari ini pelaku pasar akan disuguhkan dengan beberapa agenda bursa dari dalam negeri, diantaranya:
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) dan RUPSLB APIC
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) BCIP
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) BMSR
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) DEPO
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) DYAN
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) FPNI
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) HMSP
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) dan RUPSLB HOMI
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) HRUM
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST INRU
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) MTLA
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) NETV
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) NINE
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) PLAN
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) PURI
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) RISE
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) SGRO
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) TELE
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) WIRG
- Pembagian dividen tunai PGAS
- Pembagian dividen tunai MARK
- Pembagian dividen tunal MTDL
Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]