Was-Was Menuggu The Fed, Rupiah Melemah 2 Hari Beruntun

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
08 June 2023 15:18
Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah 0,1% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.890/US$ di pasar spot. Rupiah sudah melemah dua hari berturut-turut. Sejak awal Juni, Mata Uang Garuda sudah melemah 1%. Pelemahan ini beriringan dengan penguatan mata uang Dolar Amerika Serikat (AS) akibat potensi hawkish The Fed pada pertemuannya minggu depan.

Di tengah pelemahan rupiah, Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia menyatakan bahwa terdapat empat alasan potensi penguatan mata uang rupiah yaitu pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, inflasi yang masih terkendali, pembayaran cadangan devisa yang masih rendah, dan imbal hasil SBN dan aset keuangan yang masih menarik.

Poin-poin tersebut mendorong potensi aliran modal asing tidak hanya datang dari penanaman modal asing, tetapi dana asing juga berpotensi masuk melalui investasi dalam aset keuangan.

Berdasarkan hal tersebut, rupiah diperkirakan bergerak di kisaran Rp 14.800-15.200/US$ untuk tahun ini. Tahun 2024, Rupiah masih berpotensi menguat di kisaran Rp 14.600-15.100/US$.

Sedangkan, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, cukup konservatif dalam melihat pergerakan rupiah yang berpotensi berada di kisaran Rp 14.700-15.200/US$. Menurutnya, proyeksi tersebut masih sejalan dengan potensi penguatan neraca perdagangan.

Kuatnya neraca perdagangan akan meningkatkan cadangan devisa Indonesia, sehingga mata uang rupiah berpotensi menguat. Beliau juga menambahkan bahwa Rupiah berpotensi konsisten berada di RP 14.900/US$.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan bertumbuh di 4,7-5,5%, didukung dengan kebijakan struktural pemerintahan. Kebijakan tersebut khususnya terkait dengan proyek hilirisasi yang mulai membuahkan hasil.

Bahkan, Perry juga menambahkan bahwa hilirisasi tidak hanya dilakukan pada sektor komoditas tambang saja, tetapi pertanian, perkebunan, dan perikanan juga perlu dilakukan hilirisasi.

Dampak dari hilirisasi sangat terasa untuk perekonomian, khususnya untuk distribusi pendapatan pada masyarakat. Hal tersebut disebabkan hilirisasi dapat meningkatkan lapangan pekerjaan.

Pelaksanaan hilirisasi non tambang juga sudah terlihat dari program-program pemerintahan mengingat pesta politik akan berlangsung pada 2024. Pernyataan politik pemerintahan juga telah menunjukkan komitmennya dalam mendukung program hilirisasi dari berbagai sektor potensial di Indonesia.

Potensi The Fed yang masih agresif menaikkan suku bunganya berpotensi menyebabkan mata uang Dolar AS semakin berkurang, sehingga semakin bernilai dan mengalami penguatan dibanding Rupiah. Selain itu, hal ini juga tercermin dari mata uang Asia lainnya yang juga melemah.

Negara yang menunjukkan pelemahan terbesar yaitu Thailand dengan Mata uang Baht. Baht melemah 0,3% terhadap Dolar AS. Dari sisi ekuitas, Bursa Efek Malaysia, Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE), menunjukkan kinerja terburuknya dari mencapai level terendah lebih dari tiga tahun.

Melansir Reuters, ahli ekonom OCBC Bank mengatakan Isu kenaikan suku bunga AS yang masih berpotensi hawkish didukung dengan sentiment dari Bank Sentral Australia (RBA/Reserve Bank of Australia), yang masih menaikkan suku bunganya.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(mza/mza)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation